
Special Interview
Bos Indika Ungkap Strategi Hadapi Volatilitas Harga Batu Bara
Fetty Diana, CNBC Indonesia
06 December 2018 21:08

Jakarta, CNBC Indonesia- Industri batu bara nasional diperkirakan akan hadapi tantangan signifikan di tahun depan, mulai dari fluktuasi harga hingga dampak perang dagang antara AS dan China. CEO PT Indika Energy Azis Armand pun membuka strategi perusahaan untuk hadapi tantangan di tahun 2019.
Berikut adalah petikan wawancara khusus Azis Armand bersama Maria Katarina CNBC Indonesia TV.
[Gambas:Video CNBC]
Seperti apa melihat industri batu bara di 2018 ini secara keseluruhan?
2018 awal tahun sebenarnya sebagai kelanjutan dari 2017, harga batu bara masih sangat kuat. Karena permintaan sangat baik dan ketika kita melihat di kuartal petama itu hujan daerah pertambangan di terutama di Kalimantan dan juga ada isu cuaca di Australia itu mengangkat harga batu bara ke level di atas US$100. Kemudian ketika tahun berjalan, cuaca membaik dan musim kemarau bulan produksi mulai mengalami peningkatan kemudian dia bisa catch up dipermintaan tersebut.
Tapi di akhir tahun ini agak sedikit berat gitu?
Karena ada satu hal perkembangan yang terjadi yaitu ketika China melakukan pengumuman untuk membatasi impor itu mulai efektif akhir November atau kita mulai awal bulan Desember ini. Sementara kan rencana pengapalan, rencana penjualan dan saya rasa pasar pun terkejut menerima berita ini sehingga agak Inbalance ataupun terjadi volatility.
Sejauh mana volatility ini kalau di sisi persero? 51% market batu bara kita memang ada di Tiongkok kalau dari perseroan seperti apa?
Untuk Perseroan sampai bulan November itu kita telah menjual kurang lebih 8,5 juta ton ke China dari rencana 9,5 juta. Jadi kita kurang lebih hampir 600 lagi yang akan kita rencanakan untuk melakukan penjualan di bulan Desember ini dengan destinasinya China ekspor kita.
Ada pengaruh tentu saja kalau memang pasar mengalami guncangan, tetapi kalau kita lihat secara overall di 2018 ini kita masih membukukan peningkatan pendapatan yang sangat sehat begitu dan juga peningkatan laba usaha dan laba bersih yang sangat baik.
Menuju penutupan tahun 2018 apalagi yang akan dikejar lagi tambahan untuk target pendapatan sampai full year 2018 di Indika?
Rencana seperti tadi kan kita kalo satu bulan, karena penjualan kita itu rencananya 34 juta ton per tahunnya.
Dilihat dengan banyaknya hal yang terjadi di eksternal, misalnya perang dagang 90 hari tenggat antara Tiongkok dengan Amerika kemudian dengan segala kebijakan yang dibentuk di luar. Seperti apa anda melihat outlook harga batu bara di tahun 2019 menurut perhitungan dari Indika sendiri?
Ya kalau kita lihat batu bara ini kan komoditas dan akan sangat tergantung dari permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan salah satu permintaan paling besar adalah dari China dan dari pasar domestik sebenarnya. Dari China pada akhirnya permintaan batu bara itu adalah permintaan turunan dari pertumbuhan ekonomi.
Dengan trade war ini ke yang masih terus berkembang apakah masih ada gencatan senjata 90 hari ataupun tidak itu adalah hal-hal yang di luar kontrol kita sebenarnya. Dan itu tetapi kita melihat bahwa itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bukan hanya China ataupun Indonesia tetapi secara global dan bagaimana pengaruhnya itu terhadap permintaan batu bara. Itu dari sisi permintaannya ya, tentu saja selain itu juga ada bagaimana perkembangan sumber energi lainnya seperti sumber terbarukan atau gas. Perkembangan dari semua ini harus kita lihat sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
Sementara itu dari sisi penawaran, itu juga rencana produksi kita bagaimana cuaca sangat mempengaruhi nah ini yang juga harus kita cermati. Harga tahun 2019 akan sangat tergantung bukan hanya permintaan dari China tetapi juga dari penawaran kita , bagaimana rencana produksi kita kalau memang tidak menguntungkan buat apa juga dipaksakan diproduksi begitu. Sehingga apakah ada penurunan, sehingga rencana kita yang tadi disebutkan 34 juta ton sama dengan 2018 ini. Jadi kita merasa mempertahankan tingkat poduksi yang sama dengan tahun ini, itu mungkin salah satu strategi untuk tidak terlalu memberikan signal yang buruk terhadap pasar. Kita akan selalu harapkan akan ada volatility.
Industri batu bara khususnya ke perseroan di tahun depan 2019, dimana akan banyak agenda terutaman akan ada agenda pemilihan umum, dan informasi eksternal akankah perang dagang 90 hari atau tidak, seperti apa anda melihatnya untuk seasoning di 2019?
Kalau di sisi produksi tadi sudah di diskusikan tetap sama di 34 juta per ton, masih banyak sekali hal-hal seperti harga dan eksternal faktor yang di luar kontrol kita sebenarnya, sehingga yang ingin kita lakukan lebih fokus ke internal.
Apa yang ingin difokuskan di internal? Perhitungannya?
Perhitungannya sih seperti itu tidak akan terlalu beda jauh tapi memang berapa biaya produksi yang harus kita siapkan dan bagaimana mengontrol biaya produksi tersebut.
Anda cukup optimis atau tidak di tahun 2019 ada momentum yang cukup baik untuk batu bara?
Saya rasa saya akan selalu tetap optimis dalam batu bara, bahwa pressure terhadap harga, baik dari harga pertumbuhan ekonomi global ataupun juga pressure dari barang subsitusi dari energi terbarukan atau dari sumber-sumber energi lainnya. Saya rasa batu bara masih akan memegang peranan besar di dalam energi baik itu di nasional, regional maupun global.
Soal volatilitas harga, Indika Energy pasti mempunyai strategi, seperti apa strategi dari perusahaan sendiri?
Kontrol biaya produksi, kontrol talent produktif bagaimana meningkatkan produktifitas kita. Kemudian tentu saja secara internal kita menjaga nilai-nilai perusahaan karena volatilitas ini terkadang mengganggu kepada bukan hanya numbers ya tapi juga nilai-nilai perusahaan seperti integrity, team work harus kita jalankan, kita harus punya achievement yang baik dan jangan lupa social responsible.
Yang kedua, bahwa kita sudah juga mencanangkan rencana-renacana kita untuk mencoba untuk mendiversifikasi investasi kita. Ke sektor-sektor lainnya yang tentu saja tidak bisa langsung loncat 180 derajat.
Sektor apa nih yang sedang diincar?
Sebetulnya kita sudah ada keterbukaan di bulan April kemarin itu investasi kita di fuel storage. Kita akan membangun dan mengoperasikannya juga dan memilikinya, untuk saat ini kita bekerjasama dengan salah satu pemain minyak besar dunia yaitu Exxon Mobil. Untuk kemudian membangun fuel storage itu di Balikpapan.
Sudah sejauh mana progresnya berjalan?
Persiapan untuk konstruksi, persiapan untuk pembiayaan sudah hampir selesai semoga lancar. Kuartal pertama kita sudah bisa memulai kontsruksinya. Mudah-mudahan pertengahan di 2020 bisa beroperasi.
Ke depannya tantangan apa lagi yang diliat oleh persereoan?
Kita akan selalu mereview-nya untuk possibility nya saya bisa sebutkan bahwa tidak akan jauh bertolak belakang dari kompetensi yang kita miliki saat ini. Saat ini kita pertambangan baik itu sebagai pemilik tambang ataupun kita sebagai kontraktor tambang. Kita juga memiliki kontraktor Tripatra. Perkembangannya akan bertahap ke sektor-sektor yang berdampingan dulu.
Berapakah target pertumbuhan yang dipatok oleh Indika di 2019, mungkin kita bicara tentang laba. Berapa laba yang menjadi incaran?
Itu agak sulit ya, agak sulit dalam arti penjualan kita tergantung dari volume dikali dengan harga jual. Dimana harga jual yang kita sudah setuju bahwa mengalami fluktuasi, tetapi biaya produksi kita harus setidaknya tidak boleh naik dari pada saat ini.
(gus) Next Article WB: Bukan Impor Infrastruktur yang Mengkhawatirkan Tapi BBM
Berikut adalah petikan wawancara khusus Azis Armand bersama Maria Katarina CNBC Indonesia TV.
[Gambas:Video CNBC]
2018 awal tahun sebenarnya sebagai kelanjutan dari 2017, harga batu bara masih sangat kuat. Karena permintaan sangat baik dan ketika kita melihat di kuartal petama itu hujan daerah pertambangan di terutama di Kalimantan dan juga ada isu cuaca di Australia itu mengangkat harga batu bara ke level di atas US$100. Kemudian ketika tahun berjalan, cuaca membaik dan musim kemarau bulan produksi mulai mengalami peningkatan kemudian dia bisa catch up dipermintaan tersebut.
Tapi di akhir tahun ini agak sedikit berat gitu?
Karena ada satu hal perkembangan yang terjadi yaitu ketika China melakukan pengumuman untuk membatasi impor itu mulai efektif akhir November atau kita mulai awal bulan Desember ini. Sementara kan rencana pengapalan, rencana penjualan dan saya rasa pasar pun terkejut menerima berita ini sehingga agak Inbalance ataupun terjadi volatility.
Sejauh mana volatility ini kalau di sisi persero? 51% market batu bara kita memang ada di Tiongkok kalau dari perseroan seperti apa?
Untuk Perseroan sampai bulan November itu kita telah menjual kurang lebih 8,5 juta ton ke China dari rencana 9,5 juta. Jadi kita kurang lebih hampir 600 lagi yang akan kita rencanakan untuk melakukan penjualan di bulan Desember ini dengan destinasinya China ekspor kita.
Ada pengaruh tentu saja kalau memang pasar mengalami guncangan, tetapi kalau kita lihat secara overall di 2018 ini kita masih membukukan peningkatan pendapatan yang sangat sehat begitu dan juga peningkatan laba usaha dan laba bersih yang sangat baik.
Menuju penutupan tahun 2018 apalagi yang akan dikejar lagi tambahan untuk target pendapatan sampai full year 2018 di Indika?
Rencana seperti tadi kan kita kalo satu bulan, karena penjualan kita itu rencananya 34 juta ton per tahunnya.
Dilihat dengan banyaknya hal yang terjadi di eksternal, misalnya perang dagang 90 hari tenggat antara Tiongkok dengan Amerika kemudian dengan segala kebijakan yang dibentuk di luar. Seperti apa anda melihat outlook harga batu bara di tahun 2019 menurut perhitungan dari Indika sendiri?
Ya kalau kita lihat batu bara ini kan komoditas dan akan sangat tergantung dari permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan salah satu permintaan paling besar adalah dari China dan dari pasar domestik sebenarnya. Dari China pada akhirnya permintaan batu bara itu adalah permintaan turunan dari pertumbuhan ekonomi.
Dengan trade war ini ke yang masih terus berkembang apakah masih ada gencatan senjata 90 hari ataupun tidak itu adalah hal-hal yang di luar kontrol kita sebenarnya. Dan itu tetapi kita melihat bahwa itu akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bukan hanya China ataupun Indonesia tetapi secara global dan bagaimana pengaruhnya itu terhadap permintaan batu bara. Itu dari sisi permintaannya ya, tentu saja selain itu juga ada bagaimana perkembangan sumber energi lainnya seperti sumber terbarukan atau gas. Perkembangan dari semua ini harus kita lihat sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
Sementara itu dari sisi penawaran, itu juga rencana produksi kita bagaimana cuaca sangat mempengaruhi nah ini yang juga harus kita cermati. Harga tahun 2019 akan sangat tergantung bukan hanya permintaan dari China tetapi juga dari penawaran kita , bagaimana rencana produksi kita kalau memang tidak menguntungkan buat apa juga dipaksakan diproduksi begitu. Sehingga apakah ada penurunan, sehingga rencana kita yang tadi disebutkan 34 juta ton sama dengan 2018 ini. Jadi kita merasa mempertahankan tingkat poduksi yang sama dengan tahun ini, itu mungkin salah satu strategi untuk tidak terlalu memberikan signal yang buruk terhadap pasar. Kita akan selalu harapkan akan ada volatility.
Industri batu bara khususnya ke perseroan di tahun depan 2019, dimana akan banyak agenda terutaman akan ada agenda pemilihan umum, dan informasi eksternal akankah perang dagang 90 hari atau tidak, seperti apa anda melihatnya untuk seasoning di 2019?
Kalau di sisi produksi tadi sudah di diskusikan tetap sama di 34 juta per ton, masih banyak sekali hal-hal seperti harga dan eksternal faktor yang di luar kontrol kita sebenarnya, sehingga yang ingin kita lakukan lebih fokus ke internal.
Apa yang ingin difokuskan di internal? Perhitungannya?
Perhitungannya sih seperti itu tidak akan terlalu beda jauh tapi memang berapa biaya produksi yang harus kita siapkan dan bagaimana mengontrol biaya produksi tersebut.
Anda cukup optimis atau tidak di tahun 2019 ada momentum yang cukup baik untuk batu bara?
Saya rasa saya akan selalu tetap optimis dalam batu bara, bahwa pressure terhadap harga, baik dari harga pertumbuhan ekonomi global ataupun juga pressure dari barang subsitusi dari energi terbarukan atau dari sumber-sumber energi lainnya. Saya rasa batu bara masih akan memegang peranan besar di dalam energi baik itu di nasional, regional maupun global.
Soal volatilitas harga, Indika Energy pasti mempunyai strategi, seperti apa strategi dari perusahaan sendiri?
Kontrol biaya produksi, kontrol talent produktif bagaimana meningkatkan produktifitas kita. Kemudian tentu saja secara internal kita menjaga nilai-nilai perusahaan karena volatilitas ini terkadang mengganggu kepada bukan hanya numbers ya tapi juga nilai-nilai perusahaan seperti integrity, team work harus kita jalankan, kita harus punya achievement yang baik dan jangan lupa social responsible.
Yang kedua, bahwa kita sudah juga mencanangkan rencana-renacana kita untuk mencoba untuk mendiversifikasi investasi kita. Ke sektor-sektor lainnya yang tentu saja tidak bisa langsung loncat 180 derajat.
Sektor apa nih yang sedang diincar?
Sebetulnya kita sudah ada keterbukaan di bulan April kemarin itu investasi kita di fuel storage. Kita akan membangun dan mengoperasikannya juga dan memilikinya, untuk saat ini kita bekerjasama dengan salah satu pemain minyak besar dunia yaitu Exxon Mobil. Untuk kemudian membangun fuel storage itu di Balikpapan.
Sudah sejauh mana progresnya berjalan?
Persiapan untuk konstruksi, persiapan untuk pembiayaan sudah hampir selesai semoga lancar. Kuartal pertama kita sudah bisa memulai kontsruksinya. Mudah-mudahan pertengahan di 2020 bisa beroperasi.
Ke depannya tantangan apa lagi yang diliat oleh persereoan?
Kita akan selalu mereview-nya untuk possibility nya saya bisa sebutkan bahwa tidak akan jauh bertolak belakang dari kompetensi yang kita miliki saat ini. Saat ini kita pertambangan baik itu sebagai pemilik tambang ataupun kita sebagai kontraktor tambang. Kita juga memiliki kontraktor Tripatra. Perkembangannya akan bertahap ke sektor-sektor yang berdampingan dulu.
Berapakah target pertumbuhan yang dipatok oleh Indika di 2019, mungkin kita bicara tentang laba. Berapa laba yang menjadi incaran?
Itu agak sulit ya, agak sulit dalam arti penjualan kita tergantung dari volume dikali dengan harga jual. Dimana harga jual yang kita sudah setuju bahwa mengalami fluktuasi, tetapi biaya produksi kita harus setidaknya tidak boleh naik dari pada saat ini.
(gus) Next Article WB: Bukan Impor Infrastruktur yang Mengkhawatirkan Tapi BBM
Most Popular