DMO Dicabut, Pengusaha Batu Bara: Ini Positif!

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
27 July 2018 19:30
Rencana pemerintah mencabut DMO batu bara disambut baik para pengusaha batu bara.
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah berencana mencabut kewajiban khusus memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) dan pasar domestik batu bara. Ini dilakukan dengan alasan demi menyelamatkan keuangan negara, dengan mengandalkan ekspor komoditas yang harganya tengah melambung.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pihaknya menyambut baik usulan tersebut. Pasalnya, usulan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para pengusaha batubara.



"Ini positif, kami mengapresiasi, sebab penetapan harga US$ 70 per ton itu kan memang terbukti banyak merugikan, baik dari segi perusahaan, negara, bahkan PLN sendiri, karena sering terkendala," ujar Hendra kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Jumat (27/7/2018).

Lebih lanjut, ia mengatakan, dengan adanya skema pungutan pun akan lebih adil. Sebab, tidak semua pengusaha batubara bisa memenuhi kewajiban tersebut, dan ada juga pengusaha yang 'nakal' tidak memasok sesuai ketetapan karena harga batu bara sedang tinggi.

"Sistem pungutan lebih adil, karena berlaku sama rata. Nanti mungkin akan dibentuk badan khusus (BLU) seperti pada komoditas sawit, untuk nanti membantu subsidi ke PLN, sehingga PLN bisa tetap menjaga fungsi mereka," imbuhnya.

"Intinya, bagi kami, pengusaha batu bara, langkah ini bisa menjadi solusi yang bagus, dan pengusaha tidak keberatan. Ketimbang mesti dipatok US$ 70 per ton, kan," pungkas Hendra.

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan soal kewajiban memasok batu bara (DMO), dan menggantinya dengan skema ekspor yang serupa dengan kelapa sawit.

Kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebelumnya mengatur tiap-tiap perusahaan untuk mengalokasikan 25% produksinya untuk PLN, dan dijual dengan harga yang dibatasi. Tidak mengikuti harga pasar yang kini sudah hampir menyentuh US$ 120 per ton.

Nantinya, skema ekspor akan diberlakukan seperti kelapa sawit yang akan dikenakan tarif US$ 2-3 per ton, yang difungsikan sebagai cadangan energi untuk mensubsidi PLN. Skema ini dipertimbangkan karena menurutnya rata-rata produksi batu bara kontraktor besar memiliki kalori di atas 5000, termasuk tinggi. Tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh PLN, yang rata-rata konsumsi batu bara kalori rendah.

Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, uang dari hasil penarikan tarif diberikan kepada institusi baru di bawah Kementerian Keuangan. Soal tarif pastinya, 

"Nanti sedang dihitung oleh Kementerian ESDM besaran harga dari batu bara," ujar Luhut saat dijumpai di Kompleks Istana Negara, Jakarta, usai melakukan ratas dengan Presiden Jokowi dan beberapa pejabat lainnya, Jumat (27/7/2018).

Dengan diberikannya kelonggaran ini, otomatis pemerintah memberikan lampu hijau bagi para produsen untuk menambah produksinya. Tahun ini, kuota produksi batu bara direncanakan sebesar 485 juta ton. "Kami naikkan sedikit ya 100 juta ton, ya kira-kira segitu," kata Luhut. Apabila ini diterapkan, Luhut menghitung negara bisa dapat tambahan US$ 5-6 miliar.
(gus/wed) Next Article Asosiasi: Sulit Realisasi Target DMO Batu Bara Tahun Ini

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular