Internasional

Mayoritas Warganya Hidup dari Utang, AS Berisiko Resesi

Roy Franedya, CNBC Indonesia
23 July 2018 16:37
Mayoritas Warganya Hidup dari Utang, AS Berisiko Resesi
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hampir semua indikator, ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang berada dalam fase booming. Namun, pertumbuhan ini terancam tak bertahan lama karena booming ini sebagian besar disokong oleh tabungan dan tumpukan utang penduduk miskin.

Sebuah analisis yang dilakukan Reuters dari data rumah tangga AS menunjukkan bahwa 60% pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah telah menyumbang sebagian besar pengeluaran AS selama dua tahun terakhir, bahkan ketika keuangan mereka memburuk. Fakta itu mendobrak tren beberapa dekade belakangan di mana hampir 40% penduduk dengan pendapatan tertinggi menjadi pemicu pertumbuhan konsumsi.

Dengan kenaikan bunga pinjaman, inflasi meningkat, dan berkurangnya efek dari pemotongan pajak Presiden Donald Trump ditambah guncangan negatif lainnya seperti kenaikan harga BBM atau lonjakan harga barang karena perang dagang, posisi masyarakat miskin AS akan semakin rentan, beberapa ekonom memperingatkan.

Rangkaian masalah ini dapat mengancam pengeluaran konsumsi yang porsinya mencapai 70% dari output ekonomi AS. Pilihan yang bisa dilakukan hanya menambah jam kerja (lembur) atau mengambil pekerjaan tambahan daripada mengurangi pengeluaran.

Saat ini mayoritas orang AS mengatakan merasa nyaman secara keuangan, menurut laporan Federal Reserve (The Fed) tentang kesejahteraan ekonomi rumah tangga AS yang diterbitkan pada bulan Mei dan berdasarkan survei 2017.

Namun, dengan memfilter data keuangan rumah tangga dan upah berdasarkan kelompok pendapatan, analisis Reuters mengungkapkan adanya tekanan keuangan yang meningkat di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah bahkan ketika kontribusi mereka terhadap konsumsi dan ekonomi tumbuh.

Data menunjukkan kenaikan belanja rata-rata telah melampaui pendapatan sebelum pajak dari 40% masyarakat berpendapatan rendah dalam lima tahun terakhir hingga pertengahan 2017, sementara sebagian dari masyarakat berpendapatan lebih tinggi sudah meningkatkan bantalan keuangan, yang memperdalam kesenjangan pendapatan.

Inilah paradoks pemulihan ekonomi AS.

Pasar kerja yang terus bertumbuh dan tanda-tanda lain dari kesehatan ekonomi mendorong orang kaya dan miskin untuk membelanjakan lebih banyak. Tetapi pertumbuhan upah yang tak terlalu tinggi bagi banyak warga kelas menengah dan berpenghasilan rendah berarti mereka perlu menarik tabungan mereka dan meminjam lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Akibatnya, tahun lalu tanda-tanda kerapuhan keuangan telah berlipat ganda, dengan kartu kredit dan kenaikan kredit bermasalah pinjaman otomatis dan membuat jumlah tabungan berada di tingkat terendah sejak tahun 2005.

Myna Whitney (27 tahun) seorang asisten medis bersertifikat di unit Gastroenterologi Universitas Drexel di Philadelphia, mengalami itu secara langsung.

Tiga tahun yang lalu, ketika menjadi pekerja tetap penuh waktu menawarkan keamanan finansial yang cukup, dia mengambil pinjaman untuk membeli mobil bermerek Honda Odyssey dan rumah US$119.000, di mana dia tinggal bersama ibu dan bibinya.

Sejak itu dia telah belajar bahwa penghasilan US$16,47 per jam (lebih dari sekitar 40% pekerja AS berpenghasilan sebesar itu) tidak cukup.

"Saya menarik dana dari rekening tabungan saya setiap bulan untuk melakukan semua pembayaran," kata Whitney. Simpanannya sekarang menjadi US$900 dari $10.000. Menonton TV kabel dan sesekali membeli film melalui Groupon seharga US$5 adalah kegemarannya.

Ekonom Societe Generale, Stephen Gallagher mengatakan kepercayaan masyarakat kelas menengah ke bawah terhadap perekonomian yang positif semakin redup. 

"Mereka mengambil utang yang tidak dapat mereka bayar kembali. Penurunan jumlah tabungan dan peningkatan belanja untuk hura-hura berarti Anda tidak dapat mendukung pengeluaran (secara keseluruhan)," katanya. Harga minyak dan perang perdagangan dapat menyebabkan "skala yang lebih dramatis dari konsumsi," tambahnya.

Beberapa ekonom mengatakan bahwa tanpa pemberlakukan pemotongan pajak sebesar US$1,5 triliun yang berlaku Januari lalu, di mana beberapa tahun terakhir hanya tumbuh 3%, hanya mampu membantu sementara waktu.

Sebelumnya, peningkatan pendapatan dari 40% masyarakat berpenghasilan paling tinggi telah mendorong sebagian besar pertumbuhan konsumsi, tetapi sejak tahun 2016 belanja konsumen didorong oleh penurunan jumlah tabungan, terutama 60% tabungan pencari nafkah, menurut Oxford Economics.

Hal ini mencerminkan akses yang lebih baik pada kredit bagi peminjam berpendapatan rendah di akhir siklus ekonomi.

Namun ini adalah pertama kalinya dalam dua dekade orang yang berpenghasilan rendah membuat kontribusi yang lebih besar untuk pertumbuhan pengeluaran selama dua tahun berturut-turut.

"Secara umum sangat sulit bagi orang untuk mengurangi pengeluaran, atau pada pengeluaran biaya gaya hidup tertentu, terutama ketika ekonomi benar-benar positif," kata Gregory Daco, Kepala Ekonom Oxford AS.

Upah tak tumbuh tinggi

Ketika The Fed mengharapkan pasar tenaga kerja semakin bertambah tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya, para pembuat kebijakan bingung upah tidak mencerminkan hal itu.

Dengan menghitung inflasi, rata-rata penghasilan per jam turun satu sen pada Mei 2018 dari tahun sebelumnya untuk 80% pekerja sektor swasta, termasuk mereka yang berada di industri perawatan kesehatan dan makanan cepat saji yang luas, menurut angka-angka Statistik Tenaga Kerja.

"Ini kurang menyenangkan," kata Jennifer Delauder (44 tahun) yang mengelola laboratorium medis di Huttonsville Correctional Center di Virginia Barat. Dalam tujuh tahun upah per jamnya telah meningkat sekitar US$2 saja menjadi US$14.

Untuk membantu membayar sewa, fasilitas umum, dan pinjaman mahasiswa, ia mengambil dua pekerjaan paruh waktu. Tapi kadang-kadang dia masih harus memotong anggaran belanja mingguannya US$15 untuk memenuhi kebutuhan dan bahkan ia mengumpulkan kipas yang rusak, suku cadang mobil, dan lentera untuk dijual sebagai besi tua. Tagihan rumah sakit pada awal tahun ini sebesar US$2.000 telah menguras tabungannya.

Meski begitu, Delauder, seorang nenek, baru-baru ini menandatangani perjanjian hipotek hingga US$150.000 untuk propertinya. "Saya membayar sewa untuk sebuah rumah. Saya mungkin juga membayar untuk rumah yang saya miliki, "katanya.

Upah per jam pekerja berpenghasilan rendah dan menengah naik lebih dari 2% hingga Maret 2017, dibandingkan dengan kenaikan upah sekitar 4% bagi mereka berpenghasilan menengah ke bawah, sementara pengeluaran melonjak 8%.

Hal itu mencerminkan biaya pokok yang lebih tinggi seperti sewa, obat-obatan yang diresepkan, dan biaya kuliah, tetapi juga peningkatan pengeluaran tak terduga, misalnya ke restoran.

Para ekonom mengatakan satu gejala keuangan mengetat adalah lonjakan utang kartu kredit AS pada tahun lalu yang digunakan banyak rumah tangga miskin sebagai solusi sementara. Pasar kartu kredit US$815 miliar tidak cukup besar untuk mengguncang Wall Street, tetapi bisa menjadi tanda awal penyebaran masalah gagal bayar jika The Fed trus mengetatkan kebijakan moneternya.

Banyak juga peminjam yang menghadapi masalah pembayaran cicilan mobil, yang membawa utang tumah tangga non-hipotek ke rekor tertinggi pada kuartal I-2018.

Survei kesejahteraan The Fed juga mencatat bahwa satu dari empat orang dewasa khawatir mereka tidak dapat menutupi pengeluaran darurat US$400 dan satu dari lima orang bersusah payah bayar tagihan bulanan. Bulan ini bank sentral melaporkan kepada Kongres bahwa risiko peminjam terus naik karena tak mampu penuhi kewajibannya.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular