
Pasar Obligasi Turun Lagi, Terbebani Data Pengangguran AS
Irvin Avriano, CNBC Indonesia
20 July 2018 12:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi pemerintah terkoreksi pada awal perdagangan, terbebani sentimen negatif investasi di negara berkembang akibat membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS).
Data Reuters menunjukkan koreksi harga terjadi dalam jumlah kecil pada seluruh empat seri acuan sekaligus mendongkrak tingkat imbal hasilnya (yield) di pasar sekunder. Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Seri FR0065 yang menjadi acuan 15 tahun mengalami kenaikan yield 4 basis poin (bps) menjadi 7,97% pada awal perdagangan hari ini. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Yield SBN 5 tahun naik 4 bps menjadi 7,72%, 10 tahun naik 3 bps menjadi 7,79%, dan 20 tahun naik 3 bps menjadi 8,19%.
Koreksi pasar surat berharga negara (SBN) saat ini lebih dipengaruhi oleh sentimen global, meski kondisi di dalam negeri belum membaik. Dunia keuangan global saat ini masih tertutup awan negatif investasi investor global di negara berkembang akibat perbaikan kondisi perekonomian AS.
Perbaikan itu ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, ditambah faktor pengumuman data pengangguran semalam. Pemerintahan Trump menunjukkan jumlah klaim tunjangan pengangguran di tingkat rekor terendah sejak 1969.
Hal itu membuat ekspektasi terhadap perbaikan kondisi ekonomi AS semakin subur tetapi di waktu yang sama memunculkan sentimen negatif investor global terhadap penempatan portofolio investasi di negara berkembang.
Sentimen negatif untuk negara berkembang tersebut tampaknya membuat menarik dananya kembali ke instrumen investasi AS. Saat ini, harga obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun menguat dan menurunkan yield-nya 0,01 bps menjadi 2,84%.
Di dalam negeri, otoritas bank sentral baru mengumumkan rencana penerbitan kembali produk sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk meredam arus dana investor asing yang keluar (outflow).
Namun, wacana itu dapat memicu keringnya likuditas di pasar akibat tersedot instrumen investasi pemerintah yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan bisnis dan ekonomi.
Investor kemarin berharap ada kebijakan moneter yang dampaknya dapat lebih berpengaruh pada pasar keuangan secara jangka panjang. Dalam pengumuman rapat dewan gubernur (RDG), BI kembali menetapkan kembali suku bunga acuan 7-day reverse repo rate pada 5,25%.
Pasar obligasi bersamaan dengan pasar saham dan nilai tukar langsung turun dan mempertajam koreksi setelah RDG. Pasar saham dari kemarin hingga siang ini turun 12 poin (0,21%) menjadi 5.858 sedangkan nilai tukar rupiah turun 34 bps menjadi Rp14.521/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/roy) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Data Reuters menunjukkan koreksi harga terjadi dalam jumlah kecil pada seluruh empat seri acuan sekaligus mendongkrak tingkat imbal hasilnya (yield) di pasar sekunder. Pergerakan harga dan yield saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Seri FR0065 yang menjadi acuan 15 tahun mengalami kenaikan yield 4 basis poin (bps) menjadi 7,97% pada awal perdagangan hari ini. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Yield SBN 5 tahun naik 4 bps menjadi 7,72%, 10 tahun naik 3 bps menjadi 7,79%, dan 20 tahun naik 3 bps menjadi 8,19%.
![]() |
Perbaikan itu ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, ditambah faktor pengumuman data pengangguran semalam. Pemerintahan Trump menunjukkan jumlah klaim tunjangan pengangguran di tingkat rekor terendah sejak 1969.
Hal itu membuat ekspektasi terhadap perbaikan kondisi ekonomi AS semakin subur tetapi di waktu yang sama memunculkan sentimen negatif investor global terhadap penempatan portofolio investasi di negara berkembang.
Sentimen negatif untuk negara berkembang tersebut tampaknya membuat menarik dananya kembali ke instrumen investasi AS. Saat ini, harga obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun menguat dan menurunkan yield-nya 0,01 bps menjadi 2,84%.
Di dalam negeri, otoritas bank sentral baru mengumumkan rencana penerbitan kembali produk sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk meredam arus dana investor asing yang keluar (outflow).
Namun, wacana itu dapat memicu keringnya likuditas di pasar akibat tersedot instrumen investasi pemerintah yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan bisnis dan ekonomi.
Investor kemarin berharap ada kebijakan moneter yang dampaknya dapat lebih berpengaruh pada pasar keuangan secara jangka panjang. Dalam pengumuman rapat dewan gubernur (RDG), BI kembali menetapkan kembali suku bunga acuan 7-day reverse repo rate pada 5,25%.
Pasar obligasi bersamaan dengan pasar saham dan nilai tukar langsung turun dan mempertajam koreksi setelah RDG. Pasar saham dari kemarin hingga siang ini turun 12 poin (0,21%) menjadi 5.858 sedangkan nilai tukar rupiah turun 34 bps menjadi Rp14.521/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/roy) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor
Most Popular