
Produk RI Senilai Rp 27 T Nikmati Tarif Impor Rendah dari AS
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
18 July 2018 13:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Delegasi perdagangan RI dipimpin Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan berangkat ke Amerika Serikat (AS) pada 21 Juli mendatang.
Pemerintah akan bertemu US Trade Representative (USTR) untuk mendiskusikan peninjauan ulang (review) terhadap kelayakan (eligibility) Indonesia sebagai penerima manfaat pembebasan/pengurangan bea masuk dalam skema GSP (Generalized System of Preferences) Kategori A.
Seperti diketahui, AS selama ini memberikan fasilitas GSP terhadap 3.547 lini tarif produk ekspor asal Indonesia, termasuk di antaranya produk pertanian, perikanan, dan industri manufaktur.
Pemerintahan Trump menilai Indonesia menikmati surplus neraca perdagangan yang luar biasa dengan AS dan menginginkan adanya penyesuaian dalam transaksi dagang serta akses pasar bagi produk barang, jasa, dan investasi AS di Indonesia, di samping beberapa isu lainnya.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Arlinda mengatakan peninjauan ulang GSP sepenuhnya merupakan hak prerogatif Pemerintah AS.
Dia juga menyebut bahwa Indonesia merupakan penerima manfaat GSP terbesar ke-4 dengan total nilai produk yang memanfaatkannya mencapai US$ 1,92 miliar atau sekitar Rp 26,88 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
"Besar atau tidaknya dampak dari evaluasi GSP tergantung kita. Manapun pasarnya, itu pasar kita, artinya kita harus bergerak. GSP adalah privilege-nya AS untuk memberikan kepada negara-negara berkembang produk-produk yang bisa masuk tanpa tarif atau tarif rendah. Mereka rutin melakukan review terhadap negara penerima manfaat GSP dan Indonesia adalah negara penerima manfaat terbesar ke-4 dengan total nilai sekitar US$ 1,92 miliar," jelas Arlinda di Kementerian Perdagangan, Rabu (18/7/2018).
Arlinda mengatakan AS memiliki semacam indikator batas atas tingkat kompetitif suatu produk untuk menilai apakah produk tersebut masih layak menerima manfaat dari GSP atau tidak. Batas tersebut ditetapkan sebesar nilai ekspor US$ 180 juta untuk satu jenis produk.
"Mereka punya semacam competitive meet limit, yakni batas kompetitif untuk produk ekspor ke AS yang menerima manfaat GSP, kalau tidak salah batasnya untuk tahun 2018 sebesar US$ 180 juta, sehingga kalau lewat dari batas ini dianggap produknya sudah kompetitif dan tidak perlu mendapatkan GSP lagi. Tentunya, dengan negosiasi kita berharap mudah-mudahan itu bisa tidak dicabut," jelasnya.
(ray) Next Article Dorong Ekspor ke Afrika, Pemerintah Siapkan Rp 1,6 T
Pemerintah akan bertemu US Trade Representative (USTR) untuk mendiskusikan peninjauan ulang (review) terhadap kelayakan (eligibility) Indonesia sebagai penerima manfaat pembebasan/pengurangan bea masuk dalam skema GSP (Generalized System of Preferences) Kategori A.
Seperti diketahui, AS selama ini memberikan fasilitas GSP terhadap 3.547 lini tarif produk ekspor asal Indonesia, termasuk di antaranya produk pertanian, perikanan, dan industri manufaktur.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Arlinda mengatakan peninjauan ulang GSP sepenuhnya merupakan hak prerogatif Pemerintah AS.
Dia juga menyebut bahwa Indonesia merupakan penerima manfaat GSP terbesar ke-4 dengan total nilai produk yang memanfaatkannya mencapai US$ 1,92 miliar atau sekitar Rp 26,88 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
"Besar atau tidaknya dampak dari evaluasi GSP tergantung kita. Manapun pasarnya, itu pasar kita, artinya kita harus bergerak. GSP adalah privilege-nya AS untuk memberikan kepada negara-negara berkembang produk-produk yang bisa masuk tanpa tarif atau tarif rendah. Mereka rutin melakukan review terhadap negara penerima manfaat GSP dan Indonesia adalah negara penerima manfaat terbesar ke-4 dengan total nilai sekitar US$ 1,92 miliar," jelas Arlinda di Kementerian Perdagangan, Rabu (18/7/2018).
Arlinda mengatakan AS memiliki semacam indikator batas atas tingkat kompetitif suatu produk untuk menilai apakah produk tersebut masih layak menerima manfaat dari GSP atau tidak. Batas tersebut ditetapkan sebesar nilai ekspor US$ 180 juta untuk satu jenis produk.
"Mereka punya semacam competitive meet limit, yakni batas kompetitif untuk produk ekspor ke AS yang menerima manfaat GSP, kalau tidak salah batasnya untuk tahun 2018 sebesar US$ 180 juta, sehingga kalau lewat dari batas ini dianggap produknya sudah kompetitif dan tidak perlu mendapatkan GSP lagi. Tentunya, dengan negosiasi kita berharap mudah-mudahan itu bisa tidak dicabut," jelasnya.
(ray) Next Article Dorong Ekspor ke Afrika, Pemerintah Siapkan Rp 1,6 T
Most Popular