
Gawat! Minyak Sawit RI Mulai Tertekan Perang Dagang AS-China
Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
12 July 2018 10:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang Amerika Serikat - China mulai berdampak ke industri minyak sawit.
Seperti diketahui, AS mengenakan tarif tinggi ke sejumlah produk China. Kebijakan itu kemudian dibalas dengan China salah satunya dengan mengurangi pembelian kedelai dari AS.
Akibatnya stok kedelai di AS menumpuk, dan di sisi lain China telah menyediakan stok banyak kedelai di dalam negerinya.
Melimpahnya stok kedelai di AS dan permintaan pasar global yang lemah membuat harga jatuh. Di saat yang bersamaan, stok minyak nabati seperti rapeseed, bunga matahari dan minyak sawit juga melimpah.
Stok yang banyak di pasar global ini membuat permintaan minyak sawit dari Indonesia melemah. Harga yang sudah rendah saat ini juga tidak mendorong permintaan.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), pada Mei 2018, ekspor minyak sawit RI termasuk biodiesel dan oleochemical turun 3% dibandingkan dengan Apri 2018, dari 2,39 juta ton menjadi 2,33 juta ton.
Di sisi lain, produk pada Mei naik 14% dibandingkan dengan 4,24 juta ton dibandingkan April 3,72 juta ton. Produksi tinggi ini membuat stok minyak sawit meningkat menjadi 4,76 juta ton dari bulan lalu 3,98 juta ton.
Sementara itu, harga rata-rata minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada Mei adalah US$ 653,6/metrik ton, turun dari rata-rata April US$ 662,2/metrik ton.
Harga rata-rata di bulan berikutnya diperkirakan masih akan melemah mengingat melimpahnya stok minyak sawit yang banyak di Indonesia dan Malaysia.
Gapki menilai solusi dari tekanan terhadap industri sawit ini adalah dengan meningkatkan konsumsi di dalam negeri.
"Pemerintah sebisa mungkin sudah perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan konsumsi di dalam negeri dengan menggalakan penggunaan biodiesel yang lebih banyak, mandatori Biodiesel sudah waktunya diterapkan kepada non-PSO untuk mendongkrak konsumsi di dalam negeri. Jika konsumsi di dalam negeri tinggi maka stok akan terjaga sehingga harga di pasar global tidak anjlok karena stok yang melimpah," tulis Gapki dalam pernyataan resmi.
Di samping itu, Gapki meminta pemerintah menurunkan tarif ekspor minyak goreng ke negara-negara Afrika.
(ray/roy) Next Article Untuk Roti Sampai BBM, Ini Jenis CPO yang Diekspor RI ke UE
Seperti diketahui, AS mengenakan tarif tinggi ke sejumlah produk China. Kebijakan itu kemudian dibalas dengan China salah satunya dengan mengurangi pembelian kedelai dari AS.
Akibatnya stok kedelai di AS menumpuk, dan di sisi lain China telah menyediakan stok banyak kedelai di dalam negerinya.
Stok yang banyak di pasar global ini membuat permintaan minyak sawit dari Indonesia melemah. Harga yang sudah rendah saat ini juga tidak mendorong permintaan.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), pada Mei 2018, ekspor minyak sawit RI termasuk biodiesel dan oleochemical turun 3% dibandingkan dengan Apri 2018, dari 2,39 juta ton menjadi 2,33 juta ton.
Di sisi lain, produk pada Mei naik 14% dibandingkan dengan 4,24 juta ton dibandingkan April 3,72 juta ton. Produksi tinggi ini membuat stok minyak sawit meningkat menjadi 4,76 juta ton dari bulan lalu 3,98 juta ton.
Sementara itu, harga rata-rata minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada Mei adalah US$ 653,6/metrik ton, turun dari rata-rata April US$ 662,2/metrik ton.
Harga rata-rata di bulan berikutnya diperkirakan masih akan melemah mengingat melimpahnya stok minyak sawit yang banyak di Indonesia dan Malaysia.
Gapki menilai solusi dari tekanan terhadap industri sawit ini adalah dengan meningkatkan konsumsi di dalam negeri.
"Pemerintah sebisa mungkin sudah perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan konsumsi di dalam negeri dengan menggalakan penggunaan biodiesel yang lebih banyak, mandatori Biodiesel sudah waktunya diterapkan kepada non-PSO untuk mendongkrak konsumsi di dalam negeri. Jika konsumsi di dalam negeri tinggi maka stok akan terjaga sehingga harga di pasar global tidak anjlok karena stok yang melimpah," tulis Gapki dalam pernyataan resmi.
Di samping itu, Gapki meminta pemerintah menurunkan tarif ekspor minyak goreng ke negara-negara Afrika.
(ray/roy) Next Article Untuk Roti Sampai BBM, Ini Jenis CPO yang Diekspor RI ke UE
Most Popular