Internasional

Kadin Uni Eropa: Reformasi Ekonomi China Kurang Ambisius

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
10 July 2018 16:57
Kadin Uni Eropa: Reformasi Ekonomi China Kurang Ambisius
Foto: REUTERS/Jason Lee
Jakarta, CNBC Indonesia - China kemungkinan akan membuat beberapa kemajuan dalam agenda reformasinya. Namun, kurangnya perubahan yang ambisius akan menyebabkan peningkatan ketegangan yang sudah terjadi di sistem perekonomian global. Peringatan tersebut dikeluarkan dalam sebuah laporan dari Kamar Dagang Uni Eropa di China (European Union Chamber of Commerce in China/EUCCC).

"Banyak upaya membuka diri yang dilakukan sejauh ini memiliki nilai terbatas ke bisnis-bisnis internasional yang beroperasi di China. Bagi beberapa pihak itu hanya terlihat terlalu kecil, terlalu terlambat. Bagi pihak lain, tanpa reformasi pelengkap, upaya pembukaan itu bisa diabaikan," kata laporan tersebut seperti dilansir dari CNBC International.

Laporan itu melacak agenda reformasi Negeri Tirai Bambu sejak Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato tentang dukungan terhadap globalisasi dalam World Economic Forum di Davos, Swiss, tahun lalu.

Bukan berarti China tidak melakukan perkembangan apapun.

EUCCC berkata Beijing membuat beberapa kemajuan di berbagai bidang, termasuk penerapan kebijakan perlindungan lingkungan yang lebih ketat, efisiensi di tingkat pemerintah lokal untuk bisnis-bisnis, penyusunan standar untuk produk konsumen, dan langkah yang diambil untuk mendorong pertumbuhan industri penelitian dan pengembangan (research and development).

Meskipun perubahan-perubahan yang terlihat sejak awal 2017 terjadi dengan relatif cepat, sebagian besar langkah yang diambil untuk meningkatkan akses pasar digambarkan sebagai "perlu tetapi tidak cukup," kata EUCCC.


Masih ada kelemahan

Sementara sejumlah perkembangan sudah terjadi, EUCCC menyoroti isu tentang jumlah kekurangan di agenda reformasi China yang mereka sebut telah sangat "menutupi" kemajuan yang dicapai.


Kelemahan-kelemahan itu termasuk dominasi badan usaha milik negara (BUMN), transfer teknologi, dan tantangan regulator yang dihadapi bisnis-bisnis di China, termasuk peraturan yang ambigu dan penegakan yang diskresioner.

Isu-isu itu mirip dengan area yang Amerika Serikat (AS) angkat dalam cekcok dengan China. Kedua negara itu sudah adu argument di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait pemaksaan transfer teknologi.
Meski Presiden EUCCC Mats Harborn mengakui ada benarnya AS berupaya mengubah dinamika relasi perdagangan dengan China, dia menekankan bahwa pengenaan tarif bukanlah solusi.

"Hal terpenting adalah kita beralih dari menggunakan tarif sebagai alat. Itu sangat bahaya untuk perekonomian dunia, bahaya untuk operasional kita," katanya kepada CNBC International.

Dia menambahkan skenario terburuknya adalah ketegangan yang meningkat bisa memicu akhir dari siklus bisnis.

"Kita tidak perlu berbicara tentang keberpihakan. Kita hanya perlu berkomitmen terhadap globalisasi perekonomian," kata Harborn.

Organisasi itu mengimbau agar Beijing ke depannya mengadopsi "reformasi pasar yang mendalam dan meluas", menunjukkan pendekatan pemerintahan Trump yang lebih agresif ke China dan upaya Uni Eropa untuk mempersulit transfer teknologi yang tidak adil sebagai contoh dari menipisnya kesabaran para pemangku kepentingan.

Namun, pada akhirnya para anggota EUCCC "ingin perekonomian China sesukses negara itu sendiri," tulis laporan tersebut.

Laporan itu muncul ketika Perdana Menteri China Le Keqiang berkunjung ke Bulgaria dan Jerman menjelang pertemuan tingkat tinggi China-Eropa yang dimulai tanggal 16 Juli.




Reuters
melaporkan pada hari Senin (9/7/2018) bahwa Jerman dan China sudah menandatangani kesepakatan senilai lebih dari 20 miliar euro (Rp 337,5 triliun) dalam kunjungan Li.

China dan Uni Eropa (UE) telah mengambil langkah-langkah memperkuat ikatan-ikatan perdagangan terkini setelah AS mengguncang tatanan perdagangan dunia dan menerapkan bea impor terhadap beberapa mitra datang dan sekutu utamanya, termasuk UE.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular