AS dan China Perang Dagang, Indonesia di Pihak Mana?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
09 July 2018 20:14
Dengan China Defisit, Tapi Surplus dengan AS
Foto: REUTERS/Dan Koeck
Di satu sisi, apabila ditinjau dari segi surplus/defisit perdagangannya, berbisnis dengan AS sebenarnya jauh lebih menguntungkan, dibandingkan dengan China. Pada tahun 2017 saja, Indonesia mencatatkan defisit perdagangan hingga US$11,47 miliar (Rp 160,58 triiliun), sementara dengan AS mampu membukukan surplus sebesar US$9,59 miliar (Rp 134,26 triliun). 

Foto: Ist


Bahkan, defisit perdagangan dengan China terus meningkat tajam dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Sebagai informasi, defisit perdagangan dengan China pada tahun 2014 mencapai US$13,01 miliar (Rp 182,14 triliun) pada 2014, atau naik nyaris 80% dari capaian tahun 2013 yang hanya sebesar US$7,25 miliar (Rp 101,5 triliun). 

Setelah tahun itu, defisit dengan China terus membengkak hingga menyentuh angka US$14,36 miliar (Rp201 triliun).

Membengkaknya defisit perdagangan dengan di periode 2014-2016 tidak lepas dari jatuhnya harga komoditas global, seperti batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pasalnya, sebagian besar barang yang diekspor Indonesia ke China merupakan produk komoditas, sehingga harganya pun akan tergantung volatilitas harga komoditas global.

Berdasarkan penelitian Tim Riset CNBC Indonesia, produk-produk yang paling banyak diekspor RI ke China pada tahun 2017 adalah bahan bakar mineral dan minyak (US$7,02 miliar), minyak dan lemak nabati/hewani (US$3,26 miliar), besi dan baja (US$2,03 miliar), bubur kertas (US$1,71 miliar), dan karet (US$1,24 miliar).

Sebagai detailnya, produk unggulan dari kelompok bahan bakar mineral dan minyak adalah batu bara dan gas, sementara produk unggulan dari kelompok minyak dan lemak nabati/hewani adalah CPO. 



Sebaliknya, di saat ekspor kita terpukul oleh anjloknya harga komoditas, nilai impor barang dari China malah cenderung meningkat. Salah satu biang keladinya adalah impor RI yang dari China yang sebagian besar merupakan produk-produk industri pengolahan. Volatilitas harga komoditas global pun menjadi tidak berpengaruh.

Sebagai rincinya, produk-produk China yang paling banyak diimpor RI dari China adalah perlengkapan dan mesin elektrik (US$7,23 miliar), perlengkapan mekanis dan reaktor nuklir (US$7,03 miliar), besi dan baja (US$2,14 miliar), Plastik dan produknya (US$1,29 miliar), dan kimia organik (US$1,20 miliar).


(ray)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular