
RI Bisa Kehilangan Fasilitas Impor Rp 25,2 T/Tahun dari AS
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
09 July 2018 14:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman perang dagang dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menimbulkan potensi kehilangan manfaat fasilitas Generalized System of Preference (GSP) sebesar US$ 1,7-1,8 miliar per tahun, atau sekitar Rp 25,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Meski begitu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi yakin tak semua fasilitas GPS dicabut oleh AS. Hal itu dia sampaikan di kantor Kementerian Bidang Perekonomian.
"Saya tidak percaya semua dicabut, beberapa dia perlu juga," kata Sofjan, Senin (9/7/2018).
GSP sendiri merupakan semacam kebijakan perdagangan suatu negara yang memberi pemotongan bea masuk impor.
(ray) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Meski begitu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi yakin tak semua fasilitas GPS dicabut oleh AS. Hal itu dia sampaikan di kantor Kementerian Bidang Perekonomian.
"Saya tidak percaya semua dicabut, beberapa dia perlu juga," kata Sofjan, Senin (9/7/2018).
Sofjan menyebut, jumlah total ekspor Indonesia ke AS mencapai sekitar US$ 20 miliar per tahun. Jika GPS dicabut atas 124 produk Indonesia, jumlahnya akan berkurang sejumlah potensi kehilangan tersebut.
Sofjan mengatakan pula, negara tidak akan lantas melakukan tindakan balasan atau retaliasi. "Kalau itu [retaliasi] terlalu kecillah, kita tidak ada retaliasi. Itu [tinjauan AS] sebenanrnya dilakukan tiap dua tahun sekali, kita evaluasi juga. Cuma ini dia minta kita serius untuk selesaikan," tuturnya.
Dia pun mengatakan, produk-produk yang terancam tidak mendapat GPS ke depan meliputi produk pertanian, perikanan, tekstil, serta makanan. Pemerintah saat ini tengah melakukan rapat terbatas di Istana Bogor membahas hal tersebut.
Hal lain yang dibahas dalam pertemuan itu adalah kondisi perdagangan RI, yang mengalami defisit neraca perdagangan berkali-kali di tahun ini. Sofjan mengatakan pemerintah akan terus melakukan kajian atas kondisi tersebut.
Menurut Sofjan, saat ini ada barang-barang yang sebenarnya sudah dapat dipenuhi di dalam negeri namun kalah dari segi persaingan. Terutama industri hulu, seperti produk kimia.
Pembatasan impor pun tak lantas bisa dilakukan atas barang modal, karena menurut dia kalau memang Indonesia belum dapat memproduksi, impor memang dibutuhkan. "Kalau kita enggak bisa bikin terpaksa harus impor, karena itu bagian dari investment yang masuk."
Sofjan mengatakan pula, negara tidak akan lantas melakukan tindakan balasan atau retaliasi. "Kalau itu [retaliasi] terlalu kecillah, kita tidak ada retaliasi. Itu [tinjauan AS] sebenanrnya dilakukan tiap dua tahun sekali, kita evaluasi juga. Cuma ini dia minta kita serius untuk selesaikan," tuturnya.
Dia pun mengatakan, produk-produk yang terancam tidak mendapat GPS ke depan meliputi produk pertanian, perikanan, tekstil, serta makanan. Pemerintah saat ini tengah melakukan rapat terbatas di Istana Bogor membahas hal tersebut.
Hal lain yang dibahas dalam pertemuan itu adalah kondisi perdagangan RI, yang mengalami defisit neraca perdagangan berkali-kali di tahun ini. Sofjan mengatakan pemerintah akan terus melakukan kajian atas kondisi tersebut.
Menurut Sofjan, saat ini ada barang-barang yang sebenarnya sudah dapat dipenuhi di dalam negeri namun kalah dari segi persaingan. Terutama industri hulu, seperti produk kimia.
Pembatasan impor pun tak lantas bisa dilakukan atas barang modal, karena menurut dia kalau memang Indonesia belum dapat memproduksi, impor memang dibutuhkan. "Kalau kita enggak bisa bikin terpaksa harus impor, karena itu bagian dari investment yang masuk."
(ray) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular