Pemerintahan Trump Tuduh RI Lakukan 'Aksi Tipu Dagang'

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 July 2018 12:10
124 produk RI tengah dievaluasi oleh AS apakah masih pantas mendapat GSP atau tidak.
Foto: CNBC Internasional
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini tengah mengevaluasi sekitar 124 produk ekspor Indonesia, untuk menentukan produk apa saja yang masih layak menerima generalize system of preference (GSP).

Ada beberapa alasan yang menyebabkan pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump melakukan evaluasi tersebut. Peninjauan kembali produk ekspor Indonesia yang mendapatkan insentif itu, didasari beberapa faktor.

Hal tersebut dikemukakan Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi saat berbincang dengan CNBC Indonesia di ruang kerjanya, Senin (9/7/2018).

"GSP itu adalah preferensi untuk negara berkembang, agar dia bisa bersaing dengan negara maju di negara itu. Kalau misalnya negara [yang mendapatkan fasilitas GSP] sudah kaya, punya penghasilan rata-rata GDP 10.000 per tahun, Anda sudah tidak perlu ikut GSP," katanya.


"Kemudian, kalau produk [ekspor dari negara yang mendapatkan fasilitas GSP] sudah memiliki batas dari kompetitif, dia pasti akan dikeluarkan dari GSP," jelas Edy.

Pemerintah AS, sambung Edy, kemungkinan merasa Indonesia seperti partner in crime atau negara-negara yang selama ini terindikasi bersekongkol dengan negara lain untuk mensiasati aturan-aturan perdagangan di Negeri Paman Sam itu.

"Kita dicurigai melakukan circumvention [tipu-tipu]. Misalnya, negara X mau ekspor ke AS tapi dia terhambat karena tarif atau kasus. Dia transhipment, dia tukar kapal, dan mendapatkan certificate of origin. Seolah-olah dia pergi, tapi buat Indonesia," katanya.

"Atau, investasi dia berubah. Dia bikin investasi di sini hanya untuk sekedar nge-pack saja, baru dikirim ke sana. Kita pikir ini industri yang dibuat oleh Indonesia. Jadi kita digunakan, makanya kita dianggap partner in crime," katanya.


Namun, Edy menegaskan, slogan 'partner in crime' dalam sistem perdagangan global juga digunakan oleh seluruh negara, tak terkecuali pemerintah AS. Hal ini yang menjadi tanda tanya dari keputusan Trump mengevaluasi produk eskpor Indonesia.

"Partner in crime itu bukan hanya kita, tapi ini soal dagang semua. Trade mal practice ini bukan hanya dilakukan negara berkembang, tapi juga negara maju. Jadi kita juga bisa waspadai AS," katanya.

"AS itu yang dia eskpor dan impor umumnya berinvestasi di China. Trump bilang akan membela tenaga kerja, akan halangin impor, tapi impornya produk dia," tegasnya.
(ray) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular