
Waspada! Impor Minyak RI Makin Mengkhawatirkan
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
09 July 2018 12:52

Jakarta, CNBC Indonesia- Capaian lifting dan produksi minyak RI kembali terseok dan sulit mengejar target. Dari target 800 ribu barel per hari (bph), data terakhir Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) rata-rata lifting masih di angka 770 ribu barel per hari.
Melesetnya lifting ini, kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, bukan karena di sisi hulu tapi karena sisi komersial. "Seperti sudah siap tapi tidak ada pembeli atau transmisi," kata Amien di kantornya, Jumat lalu.
Makin melesetnya angka produksi minyak membuat impor makin tinggi. Rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia per hari, sebagaimana disebut Pertamina Maret lalu, mencapai 1,6 juta barel per hari. Dengan produksi sesuai target misalnya, 800 ribu bph, masih ada selisih 800 ribu bph yang harus diimpor untuk penuhi konsumsi. Apalagi jika produksi meleset dari target, impor pun otomatis akan bertambah.
Ini tergambar dari data defisit neraca perdagangan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tiap bulan. Mei lalu, Impor migas kembali naik menyentuh US$ 2,81 miliar naik 9,17% dibanding impor April yang sebesar US$ 2,3 miliar.
Dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu, impor ini bahkan naik sampai 28,12%. "Impor sangat tinggi sekali, terutama impor migas naik 20,95% secara bulanan. Hampir tiga kali lipat karena kenaikan harga minyak," kata Kepala BPS Suhariyanto.
Dirinci lebih lanjut, ekspor migas sepanjang Mei 2018 mencapai US$ 1,57 miliar. Namun dengan impor mencapai US$ 2,8 miliar, defisit transaksi migas mencapai US$ 1,2 miliar.
Defisit ini didorong oleh impor hasil minyak. BPS mencatat sepanjang Mei 2018, Indonesia mengimpor hasil minyak atau produk BBM cs senilai US$ 1,6 miliar. Dilanjut dengan impor minyak mentah US$ 844,7 juta.
Sementara untuk gas, bisa dibilang masih jadi andalan. Ekspor Mei tercatat US$ 912 juta, sementara impor hanya US$ 243 juta.
(gus/wed) Next Article Tua & Cadangan Terbatas, 2 Faktor di Balik Anjloknya Migas RI
Melesetnya lifting ini, kata Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, bukan karena di sisi hulu tapi karena sisi komersial. "Seperti sudah siap tapi tidak ada pembeli atau transmisi," kata Amien di kantornya, Jumat lalu.
Ini tergambar dari data defisit neraca perdagangan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tiap bulan. Mei lalu, Impor migas kembali naik menyentuh US$ 2,81 miliar naik 9,17% dibanding impor April yang sebesar US$ 2,3 miliar.
Dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu, impor ini bahkan naik sampai 28,12%. "Impor sangat tinggi sekali, terutama impor migas naik 20,95% secara bulanan. Hampir tiga kali lipat karena kenaikan harga minyak," kata Kepala BPS Suhariyanto.
Dirinci lebih lanjut, ekspor migas sepanjang Mei 2018 mencapai US$ 1,57 miliar. Namun dengan impor mencapai US$ 2,8 miliar, defisit transaksi migas mencapai US$ 1,2 miliar.
Defisit ini didorong oleh impor hasil minyak. BPS mencatat sepanjang Mei 2018, Indonesia mengimpor hasil minyak atau produk BBM cs senilai US$ 1,6 miliar. Dilanjut dengan impor minyak mentah US$ 844,7 juta.
Sementara untuk gas, bisa dibilang masih jadi andalan. Ekspor Mei tercatat US$ 912 juta, sementara impor hanya US$ 243 juta.
(gus/wed) Next Article Tua & Cadangan Terbatas, 2 Faktor di Balik Anjloknya Migas RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular