Trump Diramal Tak Akan Kenakan Sanksi Dagang Berat ke RI
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
08 July 2018 13:51

Serpong, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang menekankan kebijakan proteksionisme dengan mengenakan bea impor ke berbagai negara mitra dagangnya yang mengalami surplus perdagangan. Namun, langkah tersebut dinilai tidak akan terlalu memukul Indonesia.
Pasalnya, porsi pengiriman barang dari Indonesia ke AS relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan ekspornya. Sepanjang tahun 2017, ekspor Indonesia tercatat sejumlah US$168,81 miliar atau setara dengan Rp 2.421 triliun.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% dari jumlah total dengan mayoritas barang kiriman berupa tekstil, yang tidak efisien jika AS hasilkan secara domestik.
Maka dari itu, ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai AS tidak akan menjatuhkan sanksi dagang yang berat ke produk impor asal Indonesia.
"Akankah Amerika memberikan sanksi yang besar? Menurut saya enggak. Kita itu [ekspornya] masih terlalu kecil lah," katanya saat ditemui CNBC Indonesia di BSD City, Serpong, Tangerang Selatan, hari Minggu (8/7/2018).
Meski kemungkinan terkena sanksi masih kecil, Enrico berkata Indonesia tidak bisa bersantai karena harus menjaga produk ekspornya agar tetap kompetitif di pasaran.
Justru ketika rupiah mengalami depresiasi seperti yang terjadi belakangan ini, dia menilai para pengusaha bisa memanfaatkannya untuk menjaga margin. Jika para pengusaha bisa mempertahankan harga supaya tidak naik, akan terjadi fenomena J-Curve di mana neraca perdagangan suatu negara akan membaik menyusul pelemahan mata uangnya.
"Menurut saya dengan rupiah melemah, sebenarnya itu menolong eksportir tekstil kita untuk menjaga margin tetap sama. Karena dikompensasi dengan rupiah yang notabene melemah, margin mereka kadang malah bisa naik. Jadi, kalau kita bisa maintain harga, itu baik, bahkan kita bisa kompetisi," tuturnya.
Ia pun berpendapat evaluasi terhadap generelized system of preferences (GSP) yang sedang pemerintah AS lakukan terhadap beberapa mitra dagang, termasuk Indonesia, bagaikan pedang bermata dua bagi perekonomian dalam negeri.
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Pasalnya, porsi pengiriman barang dari Indonesia ke AS relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan ekspornya. Sepanjang tahun 2017, ekspor Indonesia tercatat sejumlah US$168,81 miliar atau setara dengan Rp 2.421 triliun.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% dari jumlah total dengan mayoritas barang kiriman berupa tekstil, yang tidak efisien jika AS hasilkan secara domestik.
"Akankah Amerika memberikan sanksi yang besar? Menurut saya enggak. Kita itu [ekspornya] masih terlalu kecil lah," katanya saat ditemui CNBC Indonesia di BSD City, Serpong, Tangerang Selatan, hari Minggu (8/7/2018).
Meski kemungkinan terkena sanksi masih kecil, Enrico berkata Indonesia tidak bisa bersantai karena harus menjaga produk ekspornya agar tetap kompetitif di pasaran.
Justru ketika rupiah mengalami depresiasi seperti yang terjadi belakangan ini, dia menilai para pengusaha bisa memanfaatkannya untuk menjaga margin. Jika para pengusaha bisa mempertahankan harga supaya tidak naik, akan terjadi fenomena J-Curve di mana neraca perdagangan suatu negara akan membaik menyusul pelemahan mata uangnya.
"Menurut saya dengan rupiah melemah, sebenarnya itu menolong eksportir tekstil kita untuk menjaga margin tetap sama. Karena dikompensasi dengan rupiah yang notabene melemah, margin mereka kadang malah bisa naik. Jadi, kalau kita bisa maintain harga, itu baik, bahkan kita bisa kompetisi," tuturnya.
Ia pun berpendapat evaluasi terhadap generelized system of preferences (GSP) yang sedang pemerintah AS lakukan terhadap beberapa mitra dagang, termasuk Indonesia, bagaikan pedang bermata dua bagi perekonomian dalam negeri.
Di satu sisi, hal itu akan berdampak buruk ke perekonomian Indonesia jika ekspor tidak dikelola dengan baik. Namun, jika pemerintah berhasil mengelola ekspor dengan baik, Indonesia akan menerima "durian runtuh".
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular