Trump Ancam Perang Dagang, RI Harus Usahakan Bebas Tarif
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
06 July 2018 18:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam menghadapi ancaman Presiden AS Donald Trump, pemerintah perlu memfokuskan diri untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP (Generalized System of Preferences).
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani kepada CNBC International, Jumat (6/7/2018).
Pemerintah AS saat ini sedang meninjau ulang posisi Indonesia atas dua aspek. Pertama, review atas kelayakan Indonesia untuk terus berada dalam daftar GSP dan menerima manfaat pembebasan bea masuk, yang dilakukan oleh US Trade Representative (USTR).
Kedua, peninjauan ulang atas lini-lini tarif AS yang dibebaskan bea masuknya bagi produk Indonesia dalam mekanisme GSP, yang dilakukan oleh US International Trade Commission (USITC).
Menurut Shinta, review pertama yang dilakukan oleh USTR jauh lebih krusial karena menyangkut keberlangsungan produk Indonesia mendapatkan privilege dari AS dalam bentuk pembebasan bea masuk atas hampir 3.500 lini tarif.
Dia mengatakan, dalam kasus Indonesia, ada tiga indikator dalam GSP yang selama ini menjadi kekhawatiran pemerintah AS, yakni: kepatuhan Indonesia terhadap pemberian akses pasar bagi produk AS di dalam negeri, perlindungan hak kekayaan intelektual (intellectual property protection), serta perlakuan terhadap tenaga kerja.
"Yang kita perjuangkan selain lini tarif, tentunya indikator-indikator compliance (kepatuhan) supaya kita bisa tetap eligible [sebagai negara penerima GSP]. Ini lebih krusial. Kalau kita tidak fokus kesini, nggak perlu repot ngomongin 124 lini tarif, keanggotaan kita di GSP secara keseluruhan bisa dicabut," jelas Shinta.
Adapun terkait lini tarif, Shinta menyebutkan sejauh ini ada sembilan tariff line yang ditinjau ulang pada review pertama USITC di periode Januari-April kemarin, meliputi: makanan hewan, produk kimia, tembakau, lemak hewan, kayu lapis/triplek (plywood) yang terdiri atas 2 tariff lines, bamboo flooring, alumunium alloy, dan alkohol.
"Semua hasilnya diperkirakan akan keluar sebelum akhir tahun," katanya.
(roy/roy) Next Article Perang Dagang AS Sampai ke RI, Pemerintah Rapatkan Barisan
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani kepada CNBC International, Jumat (6/7/2018).
Menurut Shinta, review pertama yang dilakukan oleh USTR jauh lebih krusial karena menyangkut keberlangsungan produk Indonesia mendapatkan privilege dari AS dalam bentuk pembebasan bea masuk atas hampir 3.500 lini tarif.
Dia mengatakan, dalam kasus Indonesia, ada tiga indikator dalam GSP yang selama ini menjadi kekhawatiran pemerintah AS, yakni: kepatuhan Indonesia terhadap pemberian akses pasar bagi produk AS di dalam negeri, perlindungan hak kekayaan intelektual (intellectual property protection), serta perlakuan terhadap tenaga kerja.
"Yang kita perjuangkan selain lini tarif, tentunya indikator-indikator compliance (kepatuhan) supaya kita bisa tetap eligible [sebagai negara penerima GSP]. Ini lebih krusial. Kalau kita tidak fokus kesini, nggak perlu repot ngomongin 124 lini tarif, keanggotaan kita di GSP secara keseluruhan bisa dicabut," jelas Shinta.
Adapun terkait lini tarif, Shinta menyebutkan sejauh ini ada sembilan tariff line yang ditinjau ulang pada review pertama USITC di periode Januari-April kemarin, meliputi: makanan hewan, produk kimia, tembakau, lemak hewan, kayu lapis/triplek (plywood) yang terdiri atas 2 tariff lines, bamboo flooring, alumunium alloy, dan alkohol.
"Semua hasilnya diperkirakan akan keluar sebelum akhir tahun," katanya.
(roy/roy) Next Article Perang Dagang AS Sampai ke RI, Pemerintah Rapatkan Barisan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular