Perang Dagang AS Sampai ke RI, Pemerintah Rapatkan Barisan
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
08 July 2018 07:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah merapatkan barisan menyusul kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai negara rekan dagangnya akhir-akhir ini yang dinilai memantik perang dagang global.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan menggelar rapat koordinasi (rakor) hari Minggu (8/7/2018) sore untuk membahas perang dagang yang tengah menjalar ke seluruh penjuru dunia.
"Agenda Menko Perekonomian, Minggu (8/7/2018), pukul 15.00 WIB: Rakor tentang Perumusan Strategi dan Kebijakan Menghadapi Dampak Trade War dan Kenaikan Tingkat Bunga Amerika Serikat," demikian bunyi agenda rapat yang diterima CNBC Indonesia.
Perseteruan di bidang perdagangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, menular ke tidak hanya rekan dagang utama Negeri Paman Sam, seperti Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa, namun juga ke Indonesia.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah mengevaluasi sekitar 124 produk asal Indonesia. Evaluasi itu dilakukan untuk menentukan apakah barang-barang tersebut masih layak menerima manfaat skema generalized system of preferences (GSP).
Produk-produk yang sedang dievaluasi itu di antaranya tekstil, plywood, kapas, dan beberapa hasil pertanian dan perikanan, seperti udang dan kepiting.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan sistem GSP ini mencakup penghapusan dan pengurangan tarif terhadap hampir 5.000 sektor bea masuk AS.
Sampai hari ini, Indonesia masih termasuk di dalam GSP kategori A (berlaku bagi seluruh negara penerima) yang diberikan penghapusan bea masuk bagi sekitar 3.500 lini tarif AS.
Selain Indonesia, Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau United Trade Representative (USTR) sebenarnya telah melakukan evaluasi serupa terhadap India dan Kazakhstan, menurut siaran pers lembaga tersebut di April 2018.
Apabila hasil dari evaluasi merekomendasikan Indonesia tidak lagi berhak atas fasilitas GSP, manfaat dari GSP yang diterima Indonesia saat ini akan dihapuskan segera setelah rekomendasinya ditandatangani Trump pada sekitar November 2018 hingga awal 2019.
Evaluasi ini didasari oleh adanya kekhawatiran atas kepatuhan negara-negara yang bersangkutan terkait kriteria dalam GSP soal akses pasar serta jasa dan investasi.
Menteri Perindustrian Airlangga Hatarto menilai kebijakan evaluasi ini diambil Trump karena AS ingin mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia. Berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, Indonesia saat ini mendapat surplus perdagangan dengan AS sekitar US$9 miliar.
Pemerintah telah mempersiapkan diri menghadapi ancaman Trump, yang juga dikenal sebagai pebisnis properti kelas kakap di negaranya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengaku telah mempersiapkan kajian terkait barang-barang apa saja yang nantinya bisa terdampak dari ancaman AS tersebut. Kajian itu pada minggu depan akan segera dilaporkan dalam sidang kabinet sebelum diputuskan. Meski demikian, Oke belum ingin membeberkan secara rinci kajian yang dimaksud.
"Jadi, kami akan melihat posisi Indonesia seperti apa, posisi AS seperti apa. Kami simulasikan pakai komoditas ini, dampaknya begini," katanya. "Yang disimulasikan cuma dua sampai tiga komoditas. Nanti akan diputuskan seperti apa. Daftarnya banyak. Tapi saya masih belum bisa kasih tau, karena ini bahan rapat," tegasnya.
Sementara itu, pemerintah AS melalui kedutaan besarnya di Indonesia mengonfirmasi evaluasi yang sedang dilakukan itu.
"United States Trade Representative tengah mengevaluasi eligibilitas Indonesia, dan beberapa negara terkait Generalized System of Preferences [GSP]. Ini adalah bagian dari proses tiga tahunan baru untuk menilai kelayakan negara penerima GSP yang dimulai pada bulan Oktober 2017," tulis Kedutaan Besar AS dalam keterangan resminya kepada CNBC Indonesia hari Sabtu (7/7/2018).
GSP adalah program perdagangan tertua dan terbesar milik AS dan didesain untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dengan mengizinkan bebas bea masuk terhadap ribuan produk dari negara penerima manfaat itu. Kongres AS awal tahun ini memilih untuk memperbarui GSP hingga 2020, lanjutnya.
Meski demikian, pemerintah AS menegaskan bahwa kedua negara masih memiliki hubungan strategis yang erat, termasuk dalam hal hubungan perdagangan.
"Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat menjunjung hubungan dagang yang adil dan resiprokal dengan semua mitra. Kami percaya bahwa perdagangan dan investasi yang bebas, adil, dan resiprokal akan membuat kita menyadari secara penuh adanya potensi dalam hubungan ekonomi."
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan menggelar rapat koordinasi (rakor) hari Minggu (8/7/2018) sore untuk membahas perang dagang yang tengah menjalar ke seluruh penjuru dunia.
"Agenda Menko Perekonomian, Minggu (8/7/2018), pukul 15.00 WIB: Rakor tentang Perumusan Strategi dan Kebijakan Menghadapi Dampak Trade War dan Kenaikan Tingkat Bunga Amerika Serikat," demikian bunyi agenda rapat yang diterima CNBC Indonesia.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tengah mengevaluasi sekitar 124 produk asal Indonesia. Evaluasi itu dilakukan untuk menentukan apakah barang-barang tersebut masih layak menerima manfaat skema generalized system of preferences (GSP).
Produk-produk yang sedang dievaluasi itu di antaranya tekstil, plywood, kapas, dan beberapa hasil pertanian dan perikanan, seperti udang dan kepiting.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan sistem GSP ini mencakup penghapusan dan pengurangan tarif terhadap hampir 5.000 sektor bea masuk AS.
Sampai hari ini, Indonesia masih termasuk di dalam GSP kategori A (berlaku bagi seluruh negara penerima) yang diberikan penghapusan bea masuk bagi sekitar 3.500 lini tarif AS.
Selain Indonesia, Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau United Trade Representative (USTR) sebenarnya telah melakukan evaluasi serupa terhadap India dan Kazakhstan, menurut siaran pers lembaga tersebut di April 2018.
Apabila hasil dari evaluasi merekomendasikan Indonesia tidak lagi berhak atas fasilitas GSP, manfaat dari GSP yang diterima Indonesia saat ini akan dihapuskan segera setelah rekomendasinya ditandatangani Trump pada sekitar November 2018 hingga awal 2019.
Evaluasi ini didasari oleh adanya kekhawatiran atas kepatuhan negara-negara yang bersangkutan terkait kriteria dalam GSP soal akses pasar serta jasa dan investasi.
Menteri Perindustrian Airlangga Hatarto menilai kebijakan evaluasi ini diambil Trump karena AS ingin mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia. Berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, Indonesia saat ini mendapat surplus perdagangan dengan AS sekitar US$9 miliar.
Pemerintah telah mempersiapkan diri menghadapi ancaman Trump, yang juga dikenal sebagai pebisnis properti kelas kakap di negaranya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengaku telah mempersiapkan kajian terkait barang-barang apa saja yang nantinya bisa terdampak dari ancaman AS tersebut. Kajian itu pada minggu depan akan segera dilaporkan dalam sidang kabinet sebelum diputuskan. Meski demikian, Oke belum ingin membeberkan secara rinci kajian yang dimaksud.
"Jadi, kami akan melihat posisi Indonesia seperti apa, posisi AS seperti apa. Kami simulasikan pakai komoditas ini, dampaknya begini," katanya. "Yang disimulasikan cuma dua sampai tiga komoditas. Nanti akan diputuskan seperti apa. Daftarnya banyak. Tapi saya masih belum bisa kasih tau, karena ini bahan rapat," tegasnya.
Sementara itu, pemerintah AS melalui kedutaan besarnya di Indonesia mengonfirmasi evaluasi yang sedang dilakukan itu.
"United States Trade Representative tengah mengevaluasi eligibilitas Indonesia, dan beberapa negara terkait Generalized System of Preferences [GSP]. Ini adalah bagian dari proses tiga tahunan baru untuk menilai kelayakan negara penerima GSP yang dimulai pada bulan Oktober 2017," tulis Kedutaan Besar AS dalam keterangan resminya kepada CNBC Indonesia hari Sabtu (7/7/2018).
GSP adalah program perdagangan tertua dan terbesar milik AS dan didesain untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dengan mengizinkan bebas bea masuk terhadap ribuan produk dari negara penerima manfaat itu. Kongres AS awal tahun ini memilih untuk memperbarui GSP hingga 2020, lanjutnya.
Meski demikian, pemerintah AS menegaskan bahwa kedua negara masih memiliki hubungan strategis yang erat, termasuk dalam hal hubungan perdagangan.
"Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat menjunjung hubungan dagang yang adil dan resiprokal dengan semua mitra. Kami percaya bahwa perdagangan dan investasi yang bebas, adil, dan resiprokal akan membuat kita menyadari secara penuh adanya potensi dalam hubungan ekonomi."
(prm) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular