Hadapi Ancaman Perang Dagang Trump, Ini Opsi RI

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 July 2018 16:07
Produk industri olahan
Foto: strait times
Jika AS benar-benar mencabut GSP dan menerapkan bea masuk terhadap produk-produk Indonesia, apa dampaknya? Biasakah Indonesia bertahan?

Untuk itu, kita perlu sedikit menilik data perdagangan Indonesia-AS. Berdasarkan laporan Indonesia yang dikompilasi UN Comtrade Database, surplus perdagangan Indonesia dengan AS memang terus menunjukkan tren peningkatan dalam 7 tahun terakhir. Catatan surplus terbesar dibukukan pada tahun 2017 sebesar US$9,59 miliar.

Hadapi Ancaman Perang Dagang Trump, Ini Opsi RIFoto: CNBC Indonesia


Surplus perdagangan Indonesia-AS justru tercatat meningkat pesat pasca-berakhirnya boom komoditas. Pada tahun 2014, surplus perdagangan Indonesia naik sebesar 25,68% ke US$8,37 miliar. Pada tahun-tahun berikutnya, surplus perdagangan tanah air juga terus meningkat secara konsisten.

Ternyata, apabila melihat komoditas yang paling banyak diekspor ke Indonesia ke sang negeri adidaya, sebenarnya cukup wajar. Aksesori pakaian dan busana (baik yang tidak dirajut ataupun yang dirajut) merupakan produk yang paling banyak dikirim Indonesia ke AS, dengan nilai mencapai US$ 4,12 miliar (Rp 57,68 triliun) pada tahun lalu.

Hadapi Ancaman Perang Dagang Trump, Ini Opsi RIFoto: CNBC Indonesia


Capaian itu disusul oleh karet dan barang-barang dari karet senilai US$1,84 miliar (Rp25,76 triliun), ikan dan udang-udangan sebesar US$1,41 miliar (Rp19,74 triliun), sepatu dan pelindung kaki senilai US1,33 miliar (Rp18,62 triliun), lemak dan minyak hewani dan nabati sebesar US$1,25 miliar (Rp17,5 triliun) dan perlengkapan serta permesinan elektrik sebanyak US$1,02 miliar (Rp14,28 triliun).

Dapat dilihat bahwa sebagian besar dari sejumlah komoditas unggulan ekspor Indonesia ke AS tersebut merupakan produk industri pengolahan, yang berarti memang harganya tidak tergantung pada volatilitas harga komoditas global. Capaian perdagangan dalam negeri yang sebenarnya patut diapresiasi.

Meski demikian, apabila akhirnya bea impor AS untuk deretan produk unggulan Indonesia ini dinaikkan, setidaknya industri tekstil dan garmen, petani karet, nelayan, hingga pengrajin sepatu yang akhirnya akan menjadi korban. Pendapatan merekalah yang akan jadi taruhannya. Hal ini jelas perlu menjadi perhatian pemerintah. 

Terlebih, sektor-sektor tersebut merupakan penyerap tenaga kerja utama di Indonesia. Data BPS per Februari 2018 menyebutkan bahwa sebagian besar pekerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian, yaitu mencapai 30,46%. Sementara, industri pengolahan berada di posisi ke-3 dengan porsi 14,11%.

Lalu, bagaimana dengan produk-produk yang diimpor oleh Indonesia? Ternyata komoditas yang paling banyak dikirim ke Indonesia adalah minyak biji-bijian dan buah beraroma, dengan nilai mencapai US$1,27 miliar (Rp17,78 triliun). Apabila dilihat secara lebih detail (kode HS 4 digit), produk turunan minyak biji-bijian diimpor oleh RI secara besar-besaran adalah komoditas kedelai (kode HS 1201) dengan nilai impor mencapai US$1,26 miliar (Rp17,64 triliun).

Barang-barang utama lain yang diimpor Indonesia adalah perlengkapan mekanis, boiler, dan reaktor nuklir senilai US$863,32 juta (Rp12,09 triliun), sisa dan ampas makanan atau pakan ternak jadi sebesar US$640,10 juta (Rp8,96 triliun), kapas senilai US502,21 juta (Rp7,03 triliun), dan bahan bakar mineral, bahan bakar minyak, dan produk distilasinya sebesar US$472,52 juta (Rp6,61 triliun).

Hadapi Ancaman Perang Dagang Trump, Ini Opsi RIFoto: CNBC Indonesia


Dapat dilihat bahwa hampir semua komoditas yang dimpor oleh Indonesia merupakan bahan baku industri. Misalnya saja komoditas kedelai merupakan bahan baku untuk produsen tahu, tempe, kecap susu kedelai, dan tauco. Kemudian, sisa/ampas makanan untuk pakan ternak merupakan bahan baku untuk sektor peternakan, kapas merupakan bahan baku untuk produksi tekstil, sementara Bahan Bakar Mineral/Minyak menjadi bahan baku untuk hampir seluruh industri di Indonesia.

Seandainya Indonesia melancarkan balasan, dan menaikkan bea impor untuk sejumlah produk unggulan AS ini, maka hasilnya produk-produk ini akan semakin mahal, dan justru akan memberatkan produsen dalam negeri yang menggunakan komoditas tersebut sebagai bahan baku.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(roy/roy)
Next Page
Dua solusi
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular