
Internasional
Bank Pemerintah Bermasalah, Swasta Ketiban Pulung
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
04 July 2018 16:10

Selama bertahun-tahun, bank milik negara mendanai proyek-proyek di berbagai sektor seperti baja, daya dan infrastruktur yang bukanlah terbaik di kelasnya. Kemudian mereka menjadi aset bermasalah ketika roda bisnis berputar, kata Rajah dari Franklin Templeton.
Namun tidak seperti di masa lalu, pemerintah India saat ini tidak terlalu berkenan untuk menyelamatkan bank bermasalah hanya dengan melakukan rekapitalisasi terhadap mereka. Justru, pemerintah mendorong perubahan struktural yang lebih besar.
"Pemerintahan ini bersama dengan [Reserve Bank of India] telah mengambil sikap yang lebih keras dengan mengatakan 'Anda tahu ini adalah isu struktural, kita tidak bisa terus-terusan menyelamatkan bank-bank ini'. Terlalu banyak menghabiskan uang publik," kata Rajah.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan memperbolehkan bank negara untuk gagal (default), tetapi pemerintah tidak akan menjamin profitabilitas bank.
Tetap saja di bulan Januari, pemerintah mengatakan akan menggelontorkan hampir US$14 miliar ke 10 bank negara di bulan Maret sebagai ganti dari reformasi yang mereka implementasi. Itu adalah bagian dari upaya lebih luas yang diumumkan Oktober lalu, di mana pemerintah berkata akan menyuntikkan sekitar US$33 miliar ke bank negara selama dua tahun.
Mengikuti pengumuman itu, Reserve Bank of India memperketat pedoman bagi bank-bank untuk menyelesaikan aset macet di bulan Februari. Dengan peraturan baru, bank-bank tidak akan bisa menggunakan skema restrukturisasi pinjaman untuk menunda pengakuan utang macet. Alhasil, profitabilitas bank terdampak karena harus menyerap kredit macet dengan membentuk pencadangan (provision). Pencadangan dilakukan sebagai antisipasi jika pinjaman tak tertagih dan tak dibayarkan.
Bank negara juga terganggu oleh penipuan. Misalnya, bank negara terbesar kedua di India bernama Punjab National Bank mengatakan karyawan-karyawan nakal melakukan penipuan besar-besaran senilai US$2 miliar selama beberapa tahun.
Tantangan sebenarnya
Para pakar sepakat bahwa deklarasi aset bermasalah oleh bank akan muncul selama beberapa kuartal ke depan. Namun, ada berbagai tantangan ke depan seraya bank mulai memulihkan kredit macet. Awal tahun ini, Tata Steel membeli Bushan Steel yang bangkrut seharga 352 miliar rupee, nilainya dikabarkan hampir dua-pertiga utang yang perusahaan pinjam.
"Sejauh ini, nampaknya itu akan berlanjut," kata Prasad. "Tantangan sebenarnya akan muncul pinjaman perusahaan listik dan usaha lebih kecil (usaha kecil menengah/UKM)."
Dia menjelaskan tidak mungkin perusahaan listrik bermasalah akan mendapatkan pembeli yang sesuai karena sektor itu masih memiliki masalah di sekitar distribusi. Perusahaan lebih kecil akan menghadapi masalah sama dan hanya pembeli yang berkenan yang kemungkinan akan menjadi pemilik bisnis-bisnis ini, tambahnya.
Tahun lalu, India mengubah undang-undang kepailitan dan kebangkrutan, mencegah orang yang tidak beralasan membeli semua aset bermasalah mereka dengan harga diskon.
"Masalahnya adalah, jika mereka tidak mengubah undang-undang yang saat ini melarang promotor [pimpinan perusahaan] bertaruh untuk asetnya, kemudian banyak perusahaan-perusahaan kecil yang harus terlikuidasi," kata Prasad. Dia menambahkan bahwa hal tersebut akan memiliki dampak sosio-ekonomi terkait dengan kehilangan pekerjaan.
"Pemerintah harus memikirkan berbagai isu," tambahnya. "Mereka harus memperoleh keseimbangan tertentu, terkait mungkin memperbolehkan perusahaan lebih kecil atau promotor juga bertaruh untuk aset yang sama."
(roy)
Namun tidak seperti di masa lalu, pemerintah India saat ini tidak terlalu berkenan untuk menyelamatkan bank bermasalah hanya dengan melakukan rekapitalisasi terhadap mereka. Justru, pemerintah mendorong perubahan struktural yang lebih besar.
Tetap saja di bulan Januari, pemerintah mengatakan akan menggelontorkan hampir US$14 miliar ke 10 bank negara di bulan Maret sebagai ganti dari reformasi yang mereka implementasi. Itu adalah bagian dari upaya lebih luas yang diumumkan Oktober lalu, di mana pemerintah berkata akan menyuntikkan sekitar US$33 miliar ke bank negara selama dua tahun.
Mengikuti pengumuman itu, Reserve Bank of India memperketat pedoman bagi bank-bank untuk menyelesaikan aset macet di bulan Februari. Dengan peraturan baru, bank-bank tidak akan bisa menggunakan skema restrukturisasi pinjaman untuk menunda pengakuan utang macet. Alhasil, profitabilitas bank terdampak karena harus menyerap kredit macet dengan membentuk pencadangan (provision). Pencadangan dilakukan sebagai antisipasi jika pinjaman tak tertagih dan tak dibayarkan.
Bank negara juga terganggu oleh penipuan. Misalnya, bank negara terbesar kedua di India bernama Punjab National Bank mengatakan karyawan-karyawan nakal melakukan penipuan besar-besaran senilai US$2 miliar selama beberapa tahun.
Tantangan sebenarnya
Para pakar sepakat bahwa deklarasi aset bermasalah oleh bank akan muncul selama beberapa kuartal ke depan. Namun, ada berbagai tantangan ke depan seraya bank mulai memulihkan kredit macet. Awal tahun ini, Tata Steel membeli Bushan Steel yang bangkrut seharga 352 miliar rupee, nilainya dikabarkan hampir dua-pertiga utang yang perusahaan pinjam.
"Sejauh ini, nampaknya itu akan berlanjut," kata Prasad. "Tantangan sebenarnya akan muncul pinjaman perusahaan listik dan usaha lebih kecil (usaha kecil menengah/UKM)."
Dia menjelaskan tidak mungkin perusahaan listrik bermasalah akan mendapatkan pembeli yang sesuai karena sektor itu masih memiliki masalah di sekitar distribusi. Perusahaan lebih kecil akan menghadapi masalah sama dan hanya pembeli yang berkenan yang kemungkinan akan menjadi pemilik bisnis-bisnis ini, tambahnya.
Tahun lalu, India mengubah undang-undang kepailitan dan kebangkrutan, mencegah orang yang tidak beralasan membeli semua aset bermasalah mereka dengan harga diskon.
"Masalahnya adalah, jika mereka tidak mengubah undang-undang yang saat ini melarang promotor [pimpinan perusahaan] bertaruh untuk asetnya, kemudian banyak perusahaan-perusahaan kecil yang harus terlikuidasi," kata Prasad. Dia menambahkan bahwa hal tersebut akan memiliki dampak sosio-ekonomi terkait dengan kehilangan pekerjaan.
"Pemerintah harus memikirkan berbagai isu," tambahnya. "Mereka harus memperoleh keseimbangan tertentu, terkait mungkin memperbolehkan perusahaan lebih kecil atau promotor juga bertaruh untuk aset yang sama."
(roy)
Next Page
Proyeksi untuk sektor perbankan
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular