
India 'Nangis' karena Bawang Merah, Ekonomi Terancam

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian India masih terus dibayangi dengan ancaman. Terbaru, ancaman muncul dari komoditas bawang merah.
Bawang merah merupakan bahan makanan yang penting untuk penduduk Negeri Hindustan. Jadi, bahkan perubahan kecil pada harga sayuran berumbi ini segera menjadi bahan pembicaraan di meja makan bagi ratusan juta orang di negara ini.
Menurut pasar grosir terbesar di India, Komite Pasar Hasil Pertanian Lasalgaon, harga bawang merah mentah telah meningkat 165% selama setahun terakhir. Harga sayuran lainnya seperti tomat kini harganya hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Cuaca buruk menjadi penyebab kenaikan harga barang ini. Suhu panas yang tinggi telah merusak sejumlah besar sayuran yang baru dipanen dan disimpan serta mengancam penghentian penanaman sejumlah tanaman segar.
Harga pangan, yang mengalami kenaikan tahunan sebesar 8,7% pada bulan April dan Mei, menyumbang hampir setengah dari keseluruhan harga konsumen. Kenaikan tajam harga pangan telah menjaga inflasi tetap berada di atas target bank sentral sebesar 4%, sehingga mencegah bank sentral untuk menurunkan suku bunga.
"Perekonomian India masih tersandera oleh guncangan harga pangan. Harga pangan menghambat pertimbangan kemungkinan perubahan kebijakan moneter," kata wakil gubernur Reserve Bank of India, Michael Patra, dikutip CNBC International, Senin (1/7/2024).
Berpotensi Chaos
Selain suhu yang panas, kekeringan ekstrim juga ikut melanda India. Lembaga pemeringkat ekonomi dan perbankan, Moody's Rating, menyebut kondisi krisis air yang saat ini menyerang Negeri Hindustan itu dapat melemahkan kekuatan kredit negaranya.
"Kondisi cuaca ekstrem termasuk gelombang panas dan kekeringan telah memperburuk situasi, menempatkan negara dengan populasi terpadat di dunia ini dalam posisi berbahaya," kata Moody's dalam sebuah laporan pada hari Selasa lalu.
India sangat bergantung pada hujan monsun untuk pasokan airnya. Namun di sisi lain, negara itu juga rentan terhadap kondisi cuaca buruk dan ekstrim.
"Kekurangan air dapat mengganggu produksi pertanian dan operasi industri, yang mengakibatkan inflasi harga pangan dan penurunan pendapatan bagi dunia usaha dan pekerja yang terkena dampak, terutama petani, sekaligus memicu keresahan sosial," ungkap Moody's.
"Hal ini pada gilirannya dapat memperburuk volatilitas pertumbuhan India dan melemahkan kemampuan perekonomian untuk menahan guncangan, mengingat lebih dari 40% tenaga kerja di negara ini bekerja di bidang pertanian," ujarnya.
"Penurunan pasokan air dapat mengganggu produksi pertanian dan operasi industri, mengakibatkan inflasi harga pangan dan penurunan pendapatan bagi dunia usaha dan masyarakat yang terkena dampak, sekaligus memicu kerusuhan sosial," tambahnya.
Tak Hanya Pertanian
Sektor-sektor yang bergantung pada air seperti pembangkit listrik tenaga batu bara dan pembuat baja juga akan menerima dampak yang paling parah. Moody's menyebut hal ini akan menghambat pertumbuhan pendapatan dan membatasi kekuatan kredit.
"Di India, pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan konsumen air terbesar karena negara ini sangat bergantung pada pembangkit listrik berbasis batu bara," papar laporan itu lagi.
"Seiring dengan memburuknya kekurangan air, pembangkit listrik tenaga batu bara di daerah yang kekurangan air dapat mengalami gangguan operasional selama musim kemarau ketika penyediaan air untuk minum menjadi prioritas yang lebih tinggi dibandingkan penyediaan air untuk bisnis," ujarnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Zulhas Cek Pangan di Pasar Palmerah: Harga Bawang Turun Jadi Rp65 Ribu
