
Internasional
Kemenangan Erdogan Diragukan Bisa Pulihkan Ekonomi Turki
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
25 June 2018 16:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dan aset Turki yang sudah kacau kemungkinan akan semakin bergejolak setelah pemimpin yang gila-pertumbuhan, Presiden Recep Tayyip Erdogan, memenangkan pemilu pada hari Minggu (24/6/2018).
Dilansir dari CNBC International, negara ini dihadapkan dengan banyak masalah, mulai dari anjloknya nilai lira Turki, tingkat inflasi 12% yang di atas target 5%-nya, dan persepsi bahwa Erdogan membatasi independensi bank sentral.
Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, Erdogan, yang telah berkuasa sejak 2003 dan sekarang lebih kuat setelah pemungutan suara hari Minggu, selalu ingin mengejar pertumbuhan dengan cara apapun, kata analis. Itu berarti dia telah mengesampingkan tingkat bunga, memilih kebijakan moneter yang memprioritaskan pertumbuhan dalam mengendalikan inflasi.
Semua itu akan mengarah pada dampak lebih lanjut terhadap berbagai aset keuangan Turki, kata Neel Gopalakrishnan, ahli strategi kredit di DBS Bank.
"Meskipun mungkin ada reli singkat akibat hasil pemilu, kami memperkirakan aset Turki tetap berada di bawah tekanan, kecuali langkah-langkah kebijakan mengatasi inflasi tinggi dan ketergantungan eksternal negara diambil. Bank sentral belum menaikkan cukup suku bunga seperti beberapa negara lain mengingat fokus pemerintah adalah pada pertumbuhan ekonomi dan bukannya inflasi atau stabilitas mata uang," jelasnya.
Ashish Goyal, kepala pasar berkembang di NN Investment Partners, mengatakan Turki kemungkinan akan menghadapi banyak tantangan ke depan, karena menjalankan defisit fiskal yang besar tetapi "tidak memiliki tabungan untuk mendanainya".
Karine Hirn, mitra di East Capital, mengatakan dua area fokus langsung untuk pemerintah Turki adalah menyelesaikan tantangan makroekonomi Turki, serta tindakan bank sentral dan rumor bahwa lembaga itu tidak independen.
Erdogan telah memainkan peran yang luar biasa berat dalam memutuskan kebijakan moneter negaranya, dan banyak pengamat mengatakan dia mengekang bank sentral Turki. Presiden, yang menyebut dirinya 'musuh suku bunga' itu telah secara efektif mencegah upaya pengetatan moneter bank sentral baru-baru ini.
Hal ini juga tidak membantu karena bank sentral "telah berada di belakang kurva (behind the curve) selama bertahun-tahun," kata Hirn kepada CNBC hari Senin (25/6/2018).
"Salah satu alasan mengapa ekonomi dan pasar Turki tidak berjalan dengan baik sekarang, adalah fakta bahwa kami telah kehilangan kebijakan moneter dan fiskal selama dua tahun terakhir, yang sangat terkait dengan fakta bahwa Erdogan ingin memastikan penduduk akan lebih baik," katanya, mengacu pada berbagai bonus dan skema uang tunai.
"Ini sekarang, tentu saja, sudah berakhir, dia tidak perlu melakukan sebanyak itu. Jadi, semoga mereka sekarang akan mencoba menyeimbangkan kembali masalah ekonomi ini."
Tetapi Gopalakrishnan tidak menyatakan optimisme bahwa segala sesuatunya akan membaik setelah kemenangan Erdogan.
"Erdogan selalu berfokus pada pertumbuhan. Jadi, akan mengejutkan jika dia menyimpang secara signifikan. Jadi ya, itu akan menjadi tantangan untuk diselesaikan," kata Gopalakrishnan.
"Pandangan pribadi saya adalah bahwa diperlukan krisis ... untuk membawa perubahan kebijakan yang signifikan."
(prm) Next Article Erdogan Akui Partainya Kalah di Istanbul
Dilansir dari CNBC International, negara ini dihadapkan dengan banyak masalah, mulai dari anjloknya nilai lira Turki, tingkat inflasi 12% yang di atas target 5%-nya, dan persepsi bahwa Erdogan membatasi independensi bank sentral.
Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, Erdogan, yang telah berkuasa sejak 2003 dan sekarang lebih kuat setelah pemungutan suara hari Minggu, selalu ingin mengejar pertumbuhan dengan cara apapun, kata analis. Itu berarti dia telah mengesampingkan tingkat bunga, memilih kebijakan moneter yang memprioritaskan pertumbuhan dalam mengendalikan inflasi.
"Meskipun mungkin ada reli singkat akibat hasil pemilu, kami memperkirakan aset Turki tetap berada di bawah tekanan, kecuali langkah-langkah kebijakan mengatasi inflasi tinggi dan ketergantungan eksternal negara diambil. Bank sentral belum menaikkan cukup suku bunga seperti beberapa negara lain mengingat fokus pemerintah adalah pada pertumbuhan ekonomi dan bukannya inflasi atau stabilitas mata uang," jelasnya.
Ashish Goyal, kepala pasar berkembang di NN Investment Partners, mengatakan Turki kemungkinan akan menghadapi banyak tantangan ke depan, karena menjalankan defisit fiskal yang besar tetapi "tidak memiliki tabungan untuk mendanainya".
Karine Hirn, mitra di East Capital, mengatakan dua area fokus langsung untuk pemerintah Turki adalah menyelesaikan tantangan makroekonomi Turki, serta tindakan bank sentral dan rumor bahwa lembaga itu tidak independen.
Erdogan telah memainkan peran yang luar biasa berat dalam memutuskan kebijakan moneter negaranya, dan banyak pengamat mengatakan dia mengekang bank sentral Turki. Presiden, yang menyebut dirinya 'musuh suku bunga' itu telah secara efektif mencegah upaya pengetatan moneter bank sentral baru-baru ini.
Hal ini juga tidak membantu karena bank sentral "telah berada di belakang kurva (behind the curve) selama bertahun-tahun," kata Hirn kepada CNBC hari Senin (25/6/2018).
"Salah satu alasan mengapa ekonomi dan pasar Turki tidak berjalan dengan baik sekarang, adalah fakta bahwa kami telah kehilangan kebijakan moneter dan fiskal selama dua tahun terakhir, yang sangat terkait dengan fakta bahwa Erdogan ingin memastikan penduduk akan lebih baik," katanya, mengacu pada berbagai bonus dan skema uang tunai.
"Ini sekarang, tentu saja, sudah berakhir, dia tidak perlu melakukan sebanyak itu. Jadi, semoga mereka sekarang akan mencoba menyeimbangkan kembali masalah ekonomi ini."
Tetapi Gopalakrishnan tidak menyatakan optimisme bahwa segala sesuatunya akan membaik setelah kemenangan Erdogan.
"Erdogan selalu berfokus pada pertumbuhan. Jadi, akan mengejutkan jika dia menyimpang secara signifikan. Jadi ya, itu akan menjadi tantangan untuk diselesaikan," kata Gopalakrishnan.
"Pandangan pribadi saya adalah bahwa diperlukan krisis ... untuk membawa perubahan kebijakan yang signifikan."
(prm) Next Article Erdogan Akui Partainya Kalah di Istanbul
Most Popular