
Internasional
Kinerja Memburuk, Starbucks Akan Tutup 150 Gerai
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 June 2018 13:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Starbucks pada hari Selasa (19/6/2018) memperkirakan pertumbuhan penjualan perusahaan akan lebih lambat dari yang diperkirakan Wall Street untuk kuartal ini dan berencana untuk menutup sekitar 150 gerainya di Amerika Serikat (AS) pada tahun fiskal mendatang untuk meningkatkan kinerja. Hal itu membuat sahamnya anjlok 2%.
Rantai gerai kopi terbesar di dunia itu sedang menghadapi persaingan, baik dari sesama kedai kopi kelas atas maupun milik jaringan makanan cepat saji dengan harga lebih rendah, seperti McDonald's dan Dunkin' Donuts.
Penjualan perusahaan di toko yang sama di wilayah AS yang didominasi warga Amerika dalam lima dari enam kuartal terakhir, meleset dari perkiraan analis.
Perusahaan mengantisipasi pertumbuhan bisnis bersih toko baru yang lebih rendah di Amerika Serikat untuk tahun fiskal 2019 dan mengatakan akan mengatasi masalah preferensi konsumen yang berubah dengan cepat dengan memperkenalkan minuman dingin baru, seperti minuman buah naga mangga dan berfokus pada tren kesehatan dan kebugaran yang tengah meningkat.
Executive chairman dan salah satu pendiri Starbucks, Howard Schultz, pada awal bulan ini mengatakan akan mundur dari perusahaan pada tanggal 26 Juni. Pada bulan April, Schultz bekerja bersama Chief Executive Kevin Johnson untuk membantu menekan dampak rusaknya citra perusahaan setelah insiden rasial yang melibatkan penangkapan dua pria kulit hitam di sebuah gerai di Philadelphia.
"Tampaknya cukup jelas bahwa hasil mudah dari upaya menyebabkan semua orang kecanduan produk fantastis mereka (Starbucks) sudah tinggal kenangan," kata Tony Scherrer, direktur penelitian di Smead Capital Management, dilansir dari Reuters.
"Setidaknya di pasar Starbucks yang berat, orang-orang yang akan minum kopi sudah pernah meminumnya."
Starbucks mengatakan pihaknya memperkirakan penjualan di toko global akan naik 1% pada kuartal ketiga, lebih rendah daripada kenaikan 3% yang diperkirakan oleh para analis, menurut Thomson Reuters I/B/E/S.
"Sementara penurunan permintaan tertentu hanya bersifat sementara, dan beberapa peningkatan biaya kami adalah investasi yang sesuai untuk masa depan, kinerja kami baru-baru ini tidak mencerminkan potensi dari merek kami yang luar biasa dan [kinerja ini] tidak dapat diterima," kata Johnson dalam sebuah pernyataan.
Secara historis, perusahaan yang berbasis di Seattle itu telah menutup sekitar 50 toko dalam setahun.
Starbucks mengatakan akan membuka lebih banyak toko di pasar yang belum dimasukinya dan mengeksplorasi opsi strategis untuk melisensikan toko yang dioperasikan perusahaan. China adalah penggerak pertumbuhan terbesar perusahaan dengan penjualan toko yang sama naik 4% pada kuartal terakhir yang dilaporkan.
Perusahaan juga mengatakan akan berupaya untuk memotong biaya secara umum dan biaya administrasi dengan rencana untuk bermitra dengan konsultan eksternal untuk mempercepat prosesnya.
Pada awal Mei, Nestle yang berbasis di Swiss mengatakan akan membayar Starbucks US$7,15 miliar untuk mendapat hak eksklusif menjual kopi dan teh Starbucks. Aliansi itu membebaskan Starbucks untuk fokus pada peningkatan bisnis kafe andalan AS-nya, di mana pertumbuhan penjualannya terhenti.
(prm) Next Article Latte Campur Telur Gagal Dongkrak Starbucks Capai Target
Rantai gerai kopi terbesar di dunia itu sedang menghadapi persaingan, baik dari sesama kedai kopi kelas atas maupun milik jaringan makanan cepat saji dengan harga lebih rendah, seperti McDonald's dan Dunkin' Donuts.
Penjualan perusahaan di toko yang sama di wilayah AS yang didominasi warga Amerika dalam lima dari enam kuartal terakhir, meleset dari perkiraan analis.
Executive chairman dan salah satu pendiri Starbucks, Howard Schultz, pada awal bulan ini mengatakan akan mundur dari perusahaan pada tanggal 26 Juni. Pada bulan April, Schultz bekerja bersama Chief Executive Kevin Johnson untuk membantu menekan dampak rusaknya citra perusahaan setelah insiden rasial yang melibatkan penangkapan dua pria kulit hitam di sebuah gerai di Philadelphia.
"Tampaknya cukup jelas bahwa hasil mudah dari upaya menyebabkan semua orang kecanduan produk fantastis mereka (Starbucks) sudah tinggal kenangan," kata Tony Scherrer, direktur penelitian di Smead Capital Management, dilansir dari Reuters.
"Setidaknya di pasar Starbucks yang berat, orang-orang yang akan minum kopi sudah pernah meminumnya."
Starbucks mengatakan pihaknya memperkirakan penjualan di toko global akan naik 1% pada kuartal ketiga, lebih rendah daripada kenaikan 3% yang diperkirakan oleh para analis, menurut Thomson Reuters I/B/E/S.
"Sementara penurunan permintaan tertentu hanya bersifat sementara, dan beberapa peningkatan biaya kami adalah investasi yang sesuai untuk masa depan, kinerja kami baru-baru ini tidak mencerminkan potensi dari merek kami yang luar biasa dan [kinerja ini] tidak dapat diterima," kata Johnson dalam sebuah pernyataan.
Secara historis, perusahaan yang berbasis di Seattle itu telah menutup sekitar 50 toko dalam setahun.
Starbucks mengatakan akan membuka lebih banyak toko di pasar yang belum dimasukinya dan mengeksplorasi opsi strategis untuk melisensikan toko yang dioperasikan perusahaan. China adalah penggerak pertumbuhan terbesar perusahaan dengan penjualan toko yang sama naik 4% pada kuartal terakhir yang dilaporkan.
Perusahaan juga mengatakan akan berupaya untuk memotong biaya secara umum dan biaya administrasi dengan rencana untuk bermitra dengan konsultan eksternal untuk mempercepat prosesnya.
Pada awal Mei, Nestle yang berbasis di Swiss mengatakan akan membayar Starbucks US$7,15 miliar untuk mendapat hak eksklusif menjual kopi dan teh Starbucks. Aliansi itu membebaskan Starbucks untuk fokus pada peningkatan bisnis kafe andalan AS-nya, di mana pertumbuhan penjualannya terhenti.
(prm) Next Article Latte Campur Telur Gagal Dongkrak Starbucks Capai Target
Most Popular