
Internasional
iPhone Tunjukkan Trump Salah Pahami Data Perdagangan
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
20 June 2018 11:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menerapkan tarif terhadap produk impor dari China ke AS kemungkinan akan menimbulkan kerugian yang lebih banyak untuk konsumen Amerika ketimbang China.
Untuk melihat alasannya, Anda harus paham bagaimana kebijakan Trump nampaknya salah membaca penyebab awal AS mengalami defisit dagang, dilansir dari CNBC International.
"Tahun lalu, kami kehilangan US$500 miliar [Rp 7.060 triliun] dalam perdagangan dengan China," kata Trump yang keliru mengutip data dalam konferensi pers tanggal 23 Maret. "Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Pertama, jumlah yang disebut Trump itu meleset lebih dari $100 miliar.
Defisit dagang muncul ketika nilai impor lebih besar ketimbang nilai ekspor, baik dalam hal barang dan jasa.
Tahun lalu, AS mengimpor sekitar $505 miliar barang dari China dan mengirimkan barang senilai $130 miliar ke Negara Tirai Bambu. Selisihnya adalah sekitar $375 miliar.
Produk buatan China seperti Apple iPhone, misalnya, menggambarkan bagian besar dari defisit itu meskipun sebagian besar komponen berharganya muncul dari mitra dagang lain.
Sekitar $70 miliar defisit dagang AS dengan China berasal dari pengiriman ponsel. Namun, $70 miliar itu bukanlah ukuran akurat dari nilai yang ditambahkan China ke ponsel-ponsel yang dikirim ke AS.
Sebab, penghitungan yang digunakan di dalam statistik dagang "resmi" belum mengikuti pertumbuhan rantai pasokan global, yang mengambil komponen dan bahan mentah dari berbagai negara untuk menghasilkan satu produk.
"Sekitar dua pertiga perdagangan dunia sekarang terlibat dalam rantai pasokan yang melintas batas selama proses produksi," tulis David Dollar, Senior Fellow di John L. Thornton China Center, dalam sebuah postingan blog.
Setiap negara yang menambahan mata rantai ke dalam rangkaian juga menambahkan sedikit nilai ke produk akhir. Namun, kontribusi menengah itu tergulung ke nilai ekspor final yang dihitung ketika produk sampai di tujuan akhir.
Alhasil, defisit dagang ponsel AS-China senilai $70 miliar itu sebenarnya datang dari mitra dagang AS yang lain, seperti Korea Selatan (Korsel), Jepang, dan Singapura.
Untuk lebih memahami mengapa hal itu terjadi, yang harus dilakukan Trump adalah mengamati ponsel iPhone-nya terlebih dahulu sebelum berkicau di Twitter.
Dari harga ritel sebesar $1.000, sekitar $370 menggambarkan ongkos pembuatan tiap ponsel termasuk ongkos komponen dan perangkitan, menurut sebuah analisis dari IHS Markit. Layar yang menjadi komponen termahal berasal dari Samsung Electronics di Korsel dan menyumbang sekitar $110 dari harga akhir ponsel itu.
Chip memori senilai $44,45 berasal dari Toshiba Jepang dan SK Hynix Korsel. Pemasok lain dari Singapura sampai Swiss menyediakan bagian dan komponen yang dirakit oleh manufaktur kontrak di China.
Namun, nilai tenaga kerja China yang ditambahkan untuk merakit bagian-bagian itu hanya menyumbang antara 3% dan 6% dari harga ritel ponsel, menurut analisis IHS Markit.
Ketika ponsel yang sudah dirakit dikirim ke Apple dan distributornya di AS, seluruh ongkos pembuatan dan komponen senilai $370 dimasukkan ke dalam "nilai ekspor" dan menjadi bagian dari total defisit perdagangan China dengan AS. Padahal, sebenarnya nilai itu ditambahkan juga oleh para pemasok dari negara-negara lain.
Ini berarti segala tarif yang ditetapkan untuk pengiriman iPhone China ke AS juga akan merugikan negara-negara yang masuk ke dalam rantai pasokan. Ditambah lagi para konsumen AS harus membayar lebih mahal untuk ponsel itu.
Untuk melihat alasannya, Anda harus paham bagaimana kebijakan Trump nampaknya salah membaca penyebab awal AS mengalami defisit dagang, dilansir dari CNBC International.
"Tahun lalu, kami kehilangan US$500 miliar [Rp 7.060 triliun] dalam perdagangan dengan China," kata Trump yang keliru mengutip data dalam konferensi pers tanggal 23 Maret. "Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Defisit dagang muncul ketika nilai impor lebih besar ketimbang nilai ekspor, baik dalam hal barang dan jasa.
Tahun lalu, AS mengimpor sekitar $505 miliar barang dari China dan mengirimkan barang senilai $130 miliar ke Negara Tirai Bambu. Selisihnya adalah sekitar $375 miliar.
Produk buatan China seperti Apple iPhone, misalnya, menggambarkan bagian besar dari defisit itu meskipun sebagian besar komponen berharganya muncul dari mitra dagang lain.
Sekitar $70 miliar defisit dagang AS dengan China berasal dari pengiriman ponsel. Namun, $70 miliar itu bukanlah ukuran akurat dari nilai yang ditambahkan China ke ponsel-ponsel yang dikirim ke AS.
Sebab, penghitungan yang digunakan di dalam statistik dagang "resmi" belum mengikuti pertumbuhan rantai pasokan global, yang mengambil komponen dan bahan mentah dari berbagai negara untuk menghasilkan satu produk.
"Sekitar dua pertiga perdagangan dunia sekarang terlibat dalam rantai pasokan yang melintas batas selama proses produksi," tulis David Dollar, Senior Fellow di John L. Thornton China Center, dalam sebuah postingan blog.
Setiap negara yang menambahan mata rantai ke dalam rangkaian juga menambahkan sedikit nilai ke produk akhir. Namun, kontribusi menengah itu tergulung ke nilai ekspor final yang dihitung ketika produk sampai di tujuan akhir.
Alhasil, defisit dagang ponsel AS-China senilai $70 miliar itu sebenarnya datang dari mitra dagang AS yang lain, seperti Korea Selatan (Korsel), Jepang, dan Singapura.
Untuk lebih memahami mengapa hal itu terjadi, yang harus dilakukan Trump adalah mengamati ponsel iPhone-nya terlebih dahulu sebelum berkicau di Twitter.
Dari harga ritel sebesar $1.000, sekitar $370 menggambarkan ongkos pembuatan tiap ponsel termasuk ongkos komponen dan perangkitan, menurut sebuah analisis dari IHS Markit. Layar yang menjadi komponen termahal berasal dari Samsung Electronics di Korsel dan menyumbang sekitar $110 dari harga akhir ponsel itu.
Chip memori senilai $44,45 berasal dari Toshiba Jepang dan SK Hynix Korsel. Pemasok lain dari Singapura sampai Swiss menyediakan bagian dan komponen yang dirakit oleh manufaktur kontrak di China.
Namun, nilai tenaga kerja China yang ditambahkan untuk merakit bagian-bagian itu hanya menyumbang antara 3% dan 6% dari harga ritel ponsel, menurut analisis IHS Markit.
Ketika ponsel yang sudah dirakit dikirim ke Apple dan distributornya di AS, seluruh ongkos pembuatan dan komponen senilai $370 dimasukkan ke dalam "nilai ekspor" dan menjadi bagian dari total defisit perdagangan China dengan AS. Padahal, sebenarnya nilai itu ditambahkan juga oleh para pemasok dari negara-negara lain.
Ini berarti segala tarif yang ditetapkan untuk pengiriman iPhone China ke AS juga akan merugikan negara-negara yang masuk ke dalam rantai pasokan. Ditambah lagi para konsumen AS harus membayar lebih mahal untuk ponsel itu.
Next Page
Harga murah bisa hilang begitu saja
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular