Internasional

Trump-Kim Bertemu, China Usulkan Keringanan Sanksi Korut

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
12 June 2018 18:43
Korea Utara dan Amerika Serikat (AS) telah menandatangani perjanjian yang berisi, salah satunya, janji denuklirisasi Semenanjung Korea.
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst
Beijing, CNBC Indonesia - China pada hari Selasa (12/6/2018) mengusulkan keringanan sanksi untuk Korea Utara (Korut) jika negara itu mematuhi resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), menyusul perjanjian Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un untuk mengupayakan denuklirisasi.

China ikut memberlakukan sanksi PBB yang semakin keras ke tetangganya yang terisolasi itu menyusul tes senjata nuklir dan rudal yang berulangkali dilakukan Pyongyang. Namun, China juga selalu mengatakan sanksi harus dibarengi dengan diskusi resolusi politik.

China adalah penopang ekonomi dan diplomasi paling penting untuk Korut, meskipun negara itu geram dengan aksi militer Pyongyang.

Berbicara di Beijing setelah Trump dan Kim menandatangani pernyataan bersama di akhir pertemuan bersejarah mereka di Singapura, Juru Bicara Menteri Luar Negeri China Geng Shuang menekankan kembali bahwa China selalu mematuhi semua resolusi PBB terhadap Korut.

"Resolusi Dewan Keamanan PBB yang sudah disepakati mengatakan jika Korea Utara menghormati dan bertindak sesuai dengan resolusi, maka langkah sanksi bisa disesuaikan, termasuk menghentikan sementara atau menghapus sanksi yang relevan," kata Geng dalam paparan harian, dilansir dari Reuters.

"China secara konsisten menyatakan bahwa sanksi bukanlah tujuannya. Tindakan Dewan Keamanan harus mendukung dan sesuai dengan upaya diskusi diplomatik yang sedang terjadi untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea, serta mempromosikan solusi politik untuk semenanjung itu," tambahnya.


"Sebagai pihak penting yang terlibat dalam urusan Semenanjung Korea, dan sebagai isyarat gencatan senjata, China memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memainkan perannya dalam perkembangan perubahan menuju semenanjung non-nuklir."

Beijing memiliki kepentingan strategis terkait dengan Korut. Negara Tirai Bambu juga sudah lama mencemaskan keruntuhan negara tetangganya itu bisa menyebabkan gelombang pengungsi ke daerah timur laut China, atau perang nuklir di Semenanjung Korea bisa mencemari wilayah negaranya.

Korut juga bertindak sebagai negara penyangga yang penting antara pasukan China dan AS di Korea Selatan (Korsel).

Saat berbicara di Beijing, diplomat papan atas pemerintah China, Konselor Negara Wang Yi, mengatakan China berharap AS dan Korut bisa meraih kesepakatan perdamaian.

"Kami berharap kedua pemimpin negara itu bisa menghilangkan gangguan, membangun kepercayaan bersama, mengatasi kesulitan, dan meraih konsensus dasar dalam mempromosikan dan mewujudkan denuklirisasi di semenanjung, serta mempromosikan dan membangun mekanisme perdamaian untuk semenanjung," kata Wang kepada para awak media.

"Tentu saja, kami mau melihat semua pihak yang relevan melakukan upaya positif tentang ini. China akan terus memainkan peran membangun kami," tambahnya.

China memandang masalah nuklir Semenanjung Korea sebagai isu keamanan, dan yang terpenting bagi AS dan Korut adalah duduk bersama untuk mencari cara menyelesaikan masalah mereka, kata Wang.

"Di saat yang sama, perlu mekanisme perdamaian untuk semenanjung demi mengatasi kekhawatiran keamanan Korut," katanya. "Menurut saya tidak ada satupun yang bisa meragukan peran China yang unik dan penting, dan peran ini akan terus berlanjut."

Perang Korea di tahun 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata dan kondisi perang secara teknis masih berlaku di antara kedua negara Korea.

Perdamaian yang abadi tentu saja menguntungkan China, terutama dalam memperkuat pembangunan wilayah timur laut yang menurun dan terisolasi. Wilayah itu menjadi perbatasan dengan Korut dan akan menderita jika konflik terjadi.


(prm) Next Article Kim Jong Un Jadi Sekjen Partai Buruh, Apa Reaksi Xi Jinping?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular