Korea Utara, Si Anak Hilang Itu Siap Pulang

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 June 2018 07:36
Korea Utara, Si Anak Hilang Itu Siap Pulang
Foto: pool
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini akan menjadi momen bersejarah. Dua kekuatan yang lama saling tegang, Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut), akan menggelar pertemuan di Singapura.

Salah satu isu yang dibahas adalah denuklirisasi Semenanjung Korea.
 Nuklir memang menjadi biang keladi dari masalah yang dihadapi Korut. 

P
erserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menjatuhkan sanksi kepada Korut pada 2006 setelah negara tersebut melakukan uji coba nuklir. Saat itu, sanksi yang dikenakan berupa larangan ekspor peralatan militer dan beberapa barang mewah ke Korut bagi negara-negara anggota PBB. 

Sanksi kedua dijatuhkan pada 2009, saat Korut kembali melakukan uji coba nuklir. Kala itu sanksinya adalah memperkuat sanksi pertama dengan memeriksa seluruh kapal yang berasal dari Korut dan menghancurkan kargo yang ditengarai terkait dengan program nuklir. 

Sanksi ketiga kembali dijatuhkan pada 2013 setelah Korut lagi-lagi melakukan uji coba nuklir. Kali ini ada sanksi tambahan, yaitu larangan pengiriman dana ke Korut dengan maksud menutup akses negara itu ke sistem keuangan global. 

Pada 2016, Korut kembali mendapat sanksi. Negeri yang kini dipimpin Kim Jong Un tersebut harus menerima pembatasan ekspor batu bara serta dilarang mengekspor tembaga, nikel, zinc, dan perak. 

Setahun berikutnya, lagi-lagi Korut kena sanksi berupa larangan total ekspor batu bara, besi, sampai makanan laut. Resolusi PBB kali ini juga memperberat sanksi, yaitu pembatasan pembiayaan ekspor dan jumlah pekerja Korut yang bekerja di luar negeri. 

Itu terjadi pada Agustus 2017. Sebulan berikutnya Korut lagi-lagi kena sanksi berupa pembatasan impor minyak mentah dan turunannya, larangan membentuk usaha patungan (joint venture) dengan pihak luar negeri, larangan ekspor tekstil, larangan impor gas alam, dan larangan warga negara Korut untuk bekerja di luar negeri.



Tidak hanya PBB, beberapa negara secara individu juga memberikan sanksi kepada Korut. Salah satunya adalah AS.
 Pada 2016, presiden AS saat itu, Barack Obama, memberikan sanksi kepada Korut berupa:
  • Sanksi kepada pihak yang terbukti terafiliasi dengan Korut dalam pembuatan senjata pemusnah massal, perdagangan sejata, pelanggaran hak asasi manusia, dan aktivitas ilegal lainnya.
  • Sanksi kepada pihak yang terlibat dalam ekspor produk-produk mineral Korut.
  • Kementerian Keuangan AS harus menempatkan Korut dalam daftar utama potensi pencucian uang.
  • Sanksi kepada pihak yang terkait dengan pelanggaran keamanan siber Korut. 
Pada 2017, Presiden AS Donald Trump memperkuat sanksi ini dengan:
  • Membekukan dan/atau memotong akses keuangan setiap perusahaan atau pribadi yang terlibat perdagangan barang dan/atau jasa dengan Korut.
  • Setiap kapal atau pesawat yang pernah masuk ke wilayah Korut tidak boleh masuk  ke AS sebelum 180 hari.
  • Melarang masuknya warga negara Korut ke AS.  
Sederet sanksi tersebut sebagian besar karena satu hal: nuklir. Kini, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bersedia berunding dengan Trump untuk membahas denuklirisasi.  

Dengan begitu, ada harapan sanksi-sanksi ekonomi terhadap Korut bisa dicabut. Artinya, dunia siap menyambut lagi kedatangan si anak hilang ke percaturan ekonomi global. 

Bagaimana kekuatan ekonomi Korut? Apa saja potensi ekonomi mereka? 

Kinerja pertumbuhan ekonomi Korut sebenarnya tidak buruk-buruk amat. Bahkan pertumbuhan ekonomi Korut pada 2016 mencapai 3,9%. Setahun sebelumnya, ekonomi Korut mengalami kontraksi (minus) 1,1%. 

Mencapai pertumbuhan ekonomi di tengah himpitan sanksi global bukan perkara mudah. Namun Korut bisa saja melakukannya. 

Korea Utara, Si Anak Hilang Itu Siap PulangBank of Korea
Dalam hal komoditas, andalan Korut adalah pertambangan, utamanya zinc, magnesit, tungsten, dan besi. Bahkan cadangan magnesit Korut yang mencapai 6 miliar ton adalah yang terbesar di dunia.  

Mengutip kajian Nautilus Institute, berikut potensi pertambangan di Korut:
  • Zinc (21 juta ton).
  • Besi (5 juta ton).
  • Antrasit (5 juta ton).
  • Tembaga (3 juta ton).
  • Barit (2 juta ton).
  • Grafit (2 juta ton).
  • Emas (2 juta ton). 
Selain mineral-mineral tersebut, Korut juga kaya akan batu bara. Potensi batu bara di Korut ditaksir mencapai 100 miliar metrik ton. 

Tanah Korut juga menghasilkan beragam produk pertanian. Dua produk pertanian utama Korut adalah beras, kedelai, dan kentang.  

Data Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, produksi beras Korut pada 2015/2016 adalah 1,94 juta ton. Turun 26% dibandingkan tahun sebelumnya karena kekeringan. Saat itu, luas tanam padi adalah 543.498 hektar. Namun 34.339 hektar atau sekira 30% gagal panen.


Sementara pada 2016/2017, produksi meningkat pesat 30,4% menjadi 2,54 juta ton. Yield pertanian padi juga meningkat dari 4,2 ton/hektar menjadi 5,4 ton/hektar.  

Sementara produksi kentang Korut pada 2015/2016 adalah 168.300 ton. Pada 2016/2017, produksinya melonjak 62,6% menjadi 273.600 ton. 

Berikut gambaran produksi pangan Korut, mengutip data FAO:

Korea Utara, Si Anak Hilang Itu Siap PulangFAO
Itu adalah sebagian gambaran potensi ekonomi Korut. Kini, Korut siap membagikan kemampuannya kepada dunia seiring kemungkinan dicabutnya berbagai sanksi ekonomi.

Si anak hilang akan datang, dan dia siap bersaing di percaturan internasional.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular