
Utang BUMN Terus Bertambah, Menteri Rini: Diawasi Terus
Gita Rossiana, CNBC Indonesia
08 June 2018 20:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta masyarakat tidak terlalu khawatir dengan utang yang dimiliki perusahaan BUMN. Pasalnya, utang tersebut berada di bawah pengawasan Kementerian BUMN.
Rini menjelaskan, utang BUMN tersebut merupakan salah satu bagian dari neraca keuangan BUMN. Selain utang, terdapat komponen neraca keuangan lain yang lebih besar, yakni aset dan nilai kapitalisasi perusahaan BUMN.
"Balance sheet (neraca saldo) BUMN harus dilihat secara total, jangan dilihat utang saja, aset kami Rp 7.200 triliun, itu pun hanya dilihat di dasar buku, nilai pasar berapa," kata dia saat ditemui di Jakarta Convention Center, Jumat (8/6/2018).
Lagipula, utang tersebut digunakan untuk membangun dan aset produktif. Ditujukan untuk kegiatan produktif, penerimaan dari aset tersebut bisa digunakan untuk memgembalikan utang."Yang masalah adalah kalau tidak untuk aset produktif," ucap dia.
Dari sisi Kementerian BUMN juga terus melakukan pengawasan terhadap utang tersebut. Dia menyebutkan, hampir semua perusahaan BUMN sudah mendapatkan rating. "Pengelolaan juga dilakukan transparan, GCG juga dijaga terus," terang dia.
Secara akumulatif, pada 2017, total utang BUMN mencapai Rp 4.825 triliun. Utang ini sudah termasuk dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang sebenarnya tidak diperhitungkan sebagai utang perusahaan karena DPK konsepnya masyarakat menitipkan dana di bank bukan mengutangi perbankan.
Khusus perusahaan konstuksi dan tol pelat merah memiliki utang sebesar Rp 156,99 triliun. Deputi Usaha Konstruksi, Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Ahmad Bambang menjelaskan, angka utang itu melesat dari posisi 2016 sebesar Rp 96,23 triliun.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
(roy) Next Article Karyawan Pertamina: Menteri Rini Jangan Kau Jual Aset Negara!
Rini menjelaskan, utang BUMN tersebut merupakan salah satu bagian dari neraca keuangan BUMN. Selain utang, terdapat komponen neraca keuangan lain yang lebih besar, yakni aset dan nilai kapitalisasi perusahaan BUMN.
Dari sisi Kementerian BUMN juga terus melakukan pengawasan terhadap utang tersebut. Dia menyebutkan, hampir semua perusahaan BUMN sudah mendapatkan rating. "Pengelolaan juga dilakukan transparan, GCG juga dijaga terus," terang dia.
Secara akumulatif, pada 2017, total utang BUMN mencapai Rp 4.825 triliun. Utang ini sudah termasuk dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang sebenarnya tidak diperhitungkan sebagai utang perusahaan karena DPK konsepnya masyarakat menitipkan dana di bank bukan mengutangi perbankan.
Khusus perusahaan konstuksi dan tol pelat merah memiliki utang sebesar Rp 156,99 triliun. Deputi Usaha Konstruksi, Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Ahmad Bambang menjelaskan, angka utang itu melesat dari posisi 2016 sebesar Rp 96,23 triliun.
Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
(roy) Next Article Karyawan Pertamina: Menteri Rini Jangan Kau Jual Aset Negara!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular