Pasca BI Naikkan Bunga Acuan Kedua Kalinya, Bank Dilematis

Gita Rossiana, CNBC Indonesia
01 June 2018 07:35
BI kembali menaikkan suku bunga acuan 25 bps ke 4,75%, bank menghadapi posisi sulit antara menaikkan atau mempertahankan suku bunganya.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan 25 bps ke 4,75%, bank menghadapi posisi sulit antara menaikkan atau mempertahankan suku bunganya. Pasalnya, apabila bank menaikkan suku bunga deposito, bank harus bisa menyalurkan likuiditas yang diperolehnya ke kredit.

Chief Economist PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual menjelaskan setelah menaikkan suku bunga acuan, bank masih wait and see untuk menaikkan atau mempertahankan suku bunganya.

"Dalam dua tahun terakhir, bank terus menurunkan suku bunga kredit, namun permintaan kredit tetap lemah, lalu bagaimana kalau bank menaikkan suku bunga kreditnya," ujar dia kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Jumat (1/6/2018).

Kendati sebenarnya, bank tidak bisa menahan diri begitu lama untuk mempertahankan suku bunganya, terutama deposito. Pasalnya, ada beberapa bank karena permasalahan likuiditasnya akhirnya menaikkan suku bunganya.

Peningkatan likuiditas ini terjadi karena rupiah yang terdepresiasi. Menurut David, banyak investor yang melakukan aksi beli valas yang akhirnya menyebabkan pengetatan likuiditas, yang dimulai dari valas dan berembet ke rupiah.

Oleh karena itu, menurut David, masalah ini sangat ditentukan oleh strategi masing-masing bank. Bank harus memperhitungkan antara margin bunga bersih yang ditargetkannya dengan menaikkan atau mempertahankan suku bunga.

Direktur Jaringan dan Layanan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Osbal Saragih mengungkapkan, bank memang harus hati-hati sebelum menaikkan suku bunga. Kendati memang, pasca bunga acuan naik, biaya dana perbankan juga meningkat.

"Harus ada kajian, tidak bisa langsung naik," ujar dia.

Pihaknya juga harus bersikap kreatif apabila terjadi penurunan laba akibat biaya dana yang naik. "Peningkatan laba bisa dengan meningkatkan fee based income, sehingga walaupun BRI tidak naikkan lending rate, laba tidak menurun," kata dia.

Lebih lanjut, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan, apabila bank buru-buru menaikkan suku bunga kredit, maka penawaran kredit menjadi tidak kompetitif dibandingkan bank yang menahan suku bunganya.

Kemudian, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, kenaikan bunga acuan BI memang bertujuan untuk membuat deposito menjadi lebih menarik karena mereka tidak memindahkan dananya ke instrumen valas.

Kemudian, apabila suku bunga deposito ini meningkat, bank membutuhkan waktu 1-2 bulan untuk mentransmisikannya kepada suku bunga kredit.

"So far belum ada direct komunikasi untuk tidak naikkan (suku bunga deposito), karena tidak cocok policy dengan kenyataan kalau tidak naik," terang dia.

Sementara itu, berdasarkan data uang beredar yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), pada April 2018, rata-rata tertimbang suku bunga kredit perbankan tercatat 11,1% atau menurun 8 basis poin dari bulan sebelumnya.

Sementara itu, suku bunga simpanan berjangka dengan tenor 1, 3, 6, dan 12 bulan pada April 2018 masing-masing tercatat 5,64%, 5,83%, 6,16%, dan 6,37%, menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 5,65%, 5,88%, 6,29%, dan 6,46%.
(dru) Next Article Suku Bunga Acuan BI Tetap di 5,25%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular