Internasional

Trump tentang KTT Korut: Kita Lihat Saja Nanti

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
17 May 2018 12:25
Trump tentang KTT Korut: Kita Lihat Saja Nanti
Foto: REUTERS/KCNA handout via Reuters/File Photo & REUTERS/Lucas Jackson/File Photo
Washington, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Rabu (16/5/2018) mengakui memang masih belum jelas apakah konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Korea Utara (Korut) akan terus berlangsung setelah Pyongyang mengancam menarik diri dari pertemuan yang belum pernah terjadi itu. Tindakan itu bisa membuatnya gagal memperoleh potensi pencapaian kebijakan luar negeri yang besar.

Di hari Rabu, Korut meragukan KTT antara pemimpinnya Kim Jong Un dan Trump yang rencananya akan diadakan tanggal 12 Juni, melansir dari Reuters. Mereka berkata pihaknya kemungkinan tidak akan hadir jika Washington terus menuntut Korut secara sepihak untuk meninggalkan persenjataan nuklirnya. Korut juga membatalkan diskusi dengan Korea Selatan (Korsel) di hari Rabu dengan menyalahkan latihan militer AS-Korsel.

"Kita lihat saja nanti," kata Trump kepada para reporter di Gedung Oval ketika ditanya apakah KTT masih akan berlangsung. Meskipun begitu, dia ngotot tidak akan mundur dari tuntutan denuklirisasi Korut.

"Tidak ada keputusan, kami masih belum diberi kabar sama sekali [...] Kami belum melihat dan mendengar apa-apa," katanya.

Tanggapan Trump yang bungkam itu sangat berbeda dengan beberapa hari lalu ketika dia bergembira karena Korut melepaskan tiga warga negara AS. Dia menyambut kepulangan mereka bertiga dengan pujian kepada Kim dan ungkapan harapan tinggi bahwa KTT bisa menghasilkan "sesuatu yang sangat berarti".

Para ajudan Trump yang, menurut seorang pejabat AS, mewaspadai peringatan Korut pada hari Rabu berusaha menentukan apakah itu adalah cara negosiasi Pyongyang atau  upaya untuk membatalkan KTT.

Pembatalan KTT yang pertama kali terjadi antara pemimpin AS dan Korut akan memberi hantaman kuat terhadap pencapaian diplomasi terbesar di masa kepresidenan Trump. Pasalnya, hal itu terjadi ketika keputusannya untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran menuai kritik internasional dan pemindahan kedutaan besar AS untuk Israel ke Yerusalem menyebabkan kekerasan yang mematikan di perbatasan Israel-Gaza.

Trump telah meningkatkan ekspektasinya terhadap KTT itu, meskipun banyak analis yang skeptis tentang peluang menjembatani kesenjangan karena mempertanyakan kemauan Korut untuk meninggalkan persenjataan nuklir yang diklaim bisa menyerang AS.

Gedung Putih berkata pihaknya masih berharap KTT akan terselenggara, tetapi Trump mempersiapkan negosiasi yang tegas.

"Presiden siap jika pertemuan terselenggara," kata Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, kepada Fox News. "Jika [pertemuan] itu tidak [terselenggara], kami akan meneruskan kampanye penekanan maksimal yang sedang berlangsung."

Sanders berkata komentar Korut "bukanlah sesuatu yang luar biasa dalam operasi semacam ini". Pyongyang memiliki sejarah panjang dalam meninggalkan suatu negosiasi jika tidak berjalan sesuai keinginannya.

Kim Kye Gwan, Wakil Menteri Luar Negeri Korut yang pertama meragukan KTT yang rencananya diselenggarakan di Singapura itu akan terlaksana.

Secara spesifik dia mengkritisi Penasehat Keamanan Nasional AS John Bolton yang menghimbau Korut untuk segera meninggalkan persenjataan nuklirnya dalam sebuah kesepakatan yang akan mencerminkan pengabaian Libya terhadap program senjata kerusakan masal itu.

"Jika AS mencoba memojokkan kami untuk memaksakan pengabaian nuklir secara sepihak, kami tidak akan tertarik dengan dialog semacam itu dan tidak bisa mempertimbangkan ulang kelanjutan [...] KTT," katanya.

Korut sendiri bersitegang dengan Bolton ketika dia masih bekerja di era pemerintahan Bush.

"Kami sudah tau kualitas Bolton di masa lalu, dan kami tidak menyembunyikan rasa kebencian terhadapnya," kata Kim selaku Wakil Menteri.

Dalam sebuah wawancara dengan Fox News Radio, Bolton menepis semua perkataan tentangnya dan berkata masih ada peluang untuk menyelenggarakan KTT.

"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk pertemuan yang sukses. Namun, kami tidak akan menyerah dari obyektif pertemuan itu, yaitu denuklirisasi Korut yang sepenuhnya, bisa dibuktikan dan tidak dapat diubah," katanya.

Sanders sendiri nampak enggan mendukung model Libya yang disebut-sebut oleh Bolton dalam berbagai acara berita di televisi AS hari Minggu (13/5/2018). 

Dia mengatakan model yang akan diikuti adalah "model Presiden Trump".

"Dia akan melakukan ini dengan cara yang menurutnya cocok. Kami percaya diri 100 persen [...] dia adalah negosiator terbaik."



Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular