
Kontraktor Migas Vs Wamen ESDM, Habis Konvensi Terbit Teguran
Gustidha Budiartie & Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
09 May 2018 17:08

Jakarta, CNBC Indonesia- Pameran dan konvensi minyak dan gas nasional yang digelar pada 2-4 Mei 2018 lalu ternyata menyisakan konflik antara para kontraktor dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Seteru antara kementerian dengan kontraktor terendus ketika surat yang dilayangkan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) kepada penyelenggara konvensi bocor di kalangan pewarta.
Surat dengan tembusan kepada Menteri dan Wakil Menteri ESDM ini ditujukan oleh SKK Migas kepada IPA (Indonesian Petrolium Association), kumpulan para investor migas di Indonesia.
Isi surat pada intinya menekankan dua hal yang menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah atas pameran yang berlangsung selama 3 hari tersebut, yakni;
1. Dilibatkannya Frasser Institute pada diskusi panel sesi 1 dengan topik "Mapping global oil and gas investment competitiveness." SKK Migas dan kementerian tampak kecewa dengan dihadirkannya institusi ini tanpa terlebih dulu mendapatkan clearance dari Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
2. Tercantumnya nama Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar secara insidentil dalam hasil poling dan survey di sesi panel ketiga acara, yang berlangsung Kamis 3 Mei 2018.
Untuk insiden kedua, ini dinilai SKK bersifat menyerang Wakil Menteri ESDM secara personal. Sebabnya, jajak pendapat saat itu meminta para peserta diskusi/investor yang hadir adalah untuk menuliskan satu kata peraturan atau kebijakan yang paling mendesak untuk diperbaiki di bidang hulu migas.
Meski yang diminta penyelenggara menuliskan satu kata aturan saja, tanpa diduga di layar terpampang kata "Vice Minister" dan "Archandra". Meskipun hasil tertinggi polling untuk kebijakan yang dinilai perlu diperbaiki sebenarnya masih dipegang oleh Gross Split dan UU Migas, tetap saja munculnya tulisan "vice minister" yang ukurannya lebih kecil tetap jadi polemik.
Seorang pejabat SKK Migas membenarkan adanya surat teguran tersebut, namun keberatan namanya dicantumkan untuk menghindari konflik berkepanjangan. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi ketika diminta konfirmasi oleh CNBC Indonesia juga tidak menjawab.
Memang bukan rahasia lagi soal adanya hubungan dingin antara, khususnya, Wakil Menteri ESDM dengan Fraser Institute. Panas dingin hubungan kementerian dan institusi riset ini dimulai ketika Frasser mempublikasi survei tahunannya tentang iklim investasi di berbagai negara tahun lalu.
Dalam survei tersebut, Indonesia mendapat peringkat ke-92 dari 97 negara yang masuk daftar. Hasil survei itu menunjukkan posisi yang menurun, sebab pada tahun sebelumnya Indonesia berada di posisi ke-79. Tak tinggal diam, Arcandra menilai survei itu tidak valid dan harus dikoreksi. Sebab, dalam survei itu masih dimasukkan adanya pungutan pajak selama masa eksplorasi migas padahal itu tidak berlaku lagi.
Jadi, akan sepanjang apa drama seteru Wakil Menteri ESDM dengan para kontraktor kali ini? Semoga cepat selesai, karena negara ini lebih butuh investasi ketimbang kontroversi berkepanjangan.
(gus/gus) Next Article Investasi Rp 30 T Bebas Pajak, Kabar Baik Buat Industri Migas
Seteru antara kementerian dengan kontraktor terendus ketika surat yang dilayangkan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) kepada penyelenggara konvensi bocor di kalangan pewarta.
Isi surat pada intinya menekankan dua hal yang menjadi catatan tersendiri bagi pemerintah atas pameran yang berlangsung selama 3 hari tersebut, yakni;
1. Dilibatkannya Frasser Institute pada diskusi panel sesi 1 dengan topik "Mapping global oil and gas investment competitiveness." SKK Migas dan kementerian tampak kecewa dengan dihadirkannya institusi ini tanpa terlebih dulu mendapatkan clearance dari Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
2. Tercantumnya nama Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar secara insidentil dalam hasil poling dan survey di sesi panel ketiga acara, yang berlangsung Kamis 3 Mei 2018.
Untuk insiden kedua, ini dinilai SKK bersifat menyerang Wakil Menteri ESDM secara personal. Sebabnya, jajak pendapat saat itu meminta para peserta diskusi/investor yang hadir adalah untuk menuliskan satu kata peraturan atau kebijakan yang paling mendesak untuk diperbaiki di bidang hulu migas.
Meski yang diminta penyelenggara menuliskan satu kata aturan saja, tanpa diduga di layar terpampang kata "Vice Minister" dan "Archandra". Meskipun hasil tertinggi polling untuk kebijakan yang dinilai perlu diperbaiki sebenarnya masih dipegang oleh Gross Split dan UU Migas, tetap saja munculnya tulisan "vice minister" yang ukurannya lebih kecil tetap jadi polemik.
Seorang pejabat SKK Migas membenarkan adanya surat teguran tersebut, namun keberatan namanya dicantumkan untuk menghindari konflik berkepanjangan. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi ketika diminta konfirmasi oleh CNBC Indonesia juga tidak menjawab.
Memang bukan rahasia lagi soal adanya hubungan dingin antara, khususnya, Wakil Menteri ESDM dengan Fraser Institute. Panas dingin hubungan kementerian dan institusi riset ini dimulai ketika Frasser mempublikasi survei tahunannya tentang iklim investasi di berbagai negara tahun lalu.
Dalam survei tersebut, Indonesia mendapat peringkat ke-92 dari 97 negara yang masuk daftar. Hasil survei itu menunjukkan posisi yang menurun, sebab pada tahun sebelumnya Indonesia berada di posisi ke-79. Tak tinggal diam, Arcandra menilai survei itu tidak valid dan harus dikoreksi. Sebab, dalam survei itu masih dimasukkan adanya pungutan pajak selama masa eksplorasi migas padahal itu tidak berlaku lagi.
Jadi, akan sepanjang apa drama seteru Wakil Menteri ESDM dengan para kontraktor kali ini? Semoga cepat selesai, karena negara ini lebih butuh investasi ketimbang kontroversi berkepanjangan.
(gus/gus) Next Article Investasi Rp 30 T Bebas Pajak, Kabar Baik Buat Industri Migas
Most Popular