
Industri Minta Bea Masuk Anti-Dumping Tinplate Tak Berlanjut
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
04 May 2018 12:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha industri kemasan kaleng meminta agar pemerintah tidak memperpanjang pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk baja lapis timah atau tinplate.
BMAD itu ditetapkan oleh pemerintah sejak 15 Januari 2014 dan akan berakhir 15 Januari 2019, sebesar 4,4% - 7,9% untuk produk tinplate asal Taiwan, China dan Korea Selatan.
Saat ini Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) tengah melakukan sunset review untuk menentukan apakah pengenaan bea tersebut akan diperpanjang.
Ketua Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) Halim Parta Wijaya mengatakan pemerintah tidak perlu memperpanjang pengenaan BMAD terhadap tinplate.
"Industri domestik sebenarnya sudah cukup diproteksi melalui pengenaan bea masuk impor tinplate sejak tahun yang sama [dengan berlakunya BMAD]," ujar Halim.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.011/2014 pemerintah mengenakan bea masuk impor tinplate sebesar 12,5% di samping mengenakan BMAD.
Dengan demikian, besaran tarif impor tinplate bila dijumlahkan dapat mencapai 20,4%. Adapun di negara-negara ASEAN lainnya, bea masuk impor tinplate hanya berkisar antara 0% - 5%.
"Saat ini, industri dalam negeri tinplate hanya ada satu perusahaan dengan kapasitas produksi 160.000 metric ton per tahun, sementara konsumsi tinplate nasional 250.000 metric ton per tahun. Pengenaan BMAD ini pada akhirnya mendorong konsumen produk kami untuk mengimpor kaleng jadi dan produk kalengan jadi dari luar negeri," jelas Halim.
APKKI berharap pemerintah dapat menghentikan pengenaan BMAD terhadap tinplate impor dan menurunkan bea masuk dari 12,5% menjadi 0% atau setidaknya setara dengan negara-negara ASEAN lainnya.
(ray/ray) Next Article Indonesia Mau Perketat Impor, di Negara Lain Bagaimana?
BMAD itu ditetapkan oleh pemerintah sejak 15 Januari 2014 dan akan berakhir 15 Januari 2019, sebesar 4,4% - 7,9% untuk produk tinplate asal Taiwan, China dan Korea Selatan.
Saat ini Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) tengah melakukan sunset review untuk menentukan apakah pengenaan bea tersebut akan diperpanjang.
"Industri domestik sebenarnya sudah cukup diproteksi melalui pengenaan bea masuk impor tinplate sejak tahun yang sama [dengan berlakunya BMAD]," ujar Halim.
Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.011/2014 pemerintah mengenakan bea masuk impor tinplate sebesar 12,5% di samping mengenakan BMAD.
Dengan demikian, besaran tarif impor tinplate bila dijumlahkan dapat mencapai 20,4%. Adapun di negara-negara ASEAN lainnya, bea masuk impor tinplate hanya berkisar antara 0% - 5%.
"Saat ini, industri dalam negeri tinplate hanya ada satu perusahaan dengan kapasitas produksi 160.000 metric ton per tahun, sementara konsumsi tinplate nasional 250.000 metric ton per tahun. Pengenaan BMAD ini pada akhirnya mendorong konsumen produk kami untuk mengimpor kaleng jadi dan produk kalengan jadi dari luar negeri," jelas Halim.
APKKI berharap pemerintah dapat menghentikan pengenaan BMAD terhadap tinplate impor dan menurunkan bea masuk dari 12,5% menjadi 0% atau setidaknya setara dengan negara-negara ASEAN lainnya.
(ray/ray) Next Article Indonesia Mau Perketat Impor, di Negara Lain Bagaimana?
Most Popular