Tambahan Libur Lebaran Bisa Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 May 2018 11:55
Libur akan menggerakkan kekuatan utama ekonomi Indonesia yang beberapa waktu terakhir seakan terpendam, yaitu konsumsi.
Foto: ist/detik.com
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah masih belum memutuskan mengenai libur Idul Fitri tahun ini. Namun berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, akan ada tambahan libur sebanyak tiga hari pada hari raya tersebut. 

Namun, rencana tambahan hari libur lebaran ternyata memunculkan polemik. Kalangan pasar modal dan dunia usaha kurang setuju karena tambahan libur akan menurunkan produktivitas. 


Jika menilik ekonomi secara umum, sebetulnya tambahan libur lebaran bisa berdampak positif. Libur akan menggerakkan kekuatan utama ekonomi Indonesia yang beberapa waktu terakhir seakan terpendam, yaitu konsumsi. 

Sejak 2016, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak sekencang sebelumnya. Untuk tumbuh 5% saja sudah Senin-Kamis, sulit sekali. Sejak akhir 2016, pertumbuhan konsumsi rumah tangga bahkan tidak sampai 5%. 

Tambahan Libur Lebaran Bisa Dorong Pertumbuhan EkonomiBPS
 
Padahal, konsumsi rumah tangga adalah kunci dari perekonomian Indonesia. Konsumsi menyumbang 56,13% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2017.

Oleh karena itu, perlambatan konsumsi akan menyeret pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menjadi lebih lambat. Sehingga kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik adalah merangsang konsumsi rumah tangga. Ketika porsi pembentuk PDB terbesar ini bergerak, maka pertumbuhan ekonomi pun bisa lebih kencang. 

Menilik komponen dalam konsumsi rumah tangga, akan menarik untuk melihat mana yang pertumbuhannya paling menjanjikan. Dua komponen dengan pertumbuhan tinggi pada 2017 adalah restoran dan hotel (5,53%) serta transportasi dan komunikasi (5,3%). Keduanya tumbuh lebih tinggi dibandingkan konsumsi rumah tangga, dan bahkan mengungguli pertumbuhan ekonomi secara umum yang sebesar 5,07%. 

Sementara konsumsi dasar seperti pakaian, alas kaki, dan perawatannya justru mencatat pertumbuhan kurang mengesankan yaitu hanya 3,1% pada 2017. Jauh di bawah pertumbuhan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi umum. Bahkan pertumbuhan untuk pengluaran makanan dan minuman pun tidak sebesar dua kelompok itu, yaitu hanya 5,24%. 

Ini mungkin yang menjadi penyebab kinerja penjualan fast-moving consumer goods (FMCG) kurang ciamik. Dampaknya adalah kinerja emiten sektor barang konsumsi seperti UNVR atau INDF melambat dan kurang diapresiasi pelaku pasar.

 
Hal ini selaras dengan pernyataan Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu ada pergeseran pola konsumsi masyarakat yang kini lebih memperhatikan pengeluaran di bidang kesenangan alias leisure. Dua komponen konsumsi yang tumbuh tinggi di atas termasuk kelompok leisure.  

Oleh karena itu, menjadi penting untuk menggeber konsumsi leisure ini untuk mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ujungnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Caranya tidak lain dan tidak bukan adalah... menambah hari libur! 

Pengeluaran leisure akan optimal bila masyarakat sedang libur. Tentunya jumlah orang menginap di hotel, makan di restoran, atau menaiki transportasi jarak jauh akan lebih banyak pada masa liburan ketimbang hari kerja. 

Kini semua menjadi jelas mengapa pemerintah ingin menambah libur lebaran. Seharusnya pengusaha dan pelaku pasar modal pun tidak perlu cemas, karena saat hari libur bertambah maka roda perekonomian akan bergerak semakin kencang, penjualan barang dan jasa pun meningkat. Sepertinya semua akan senang...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Ini Fakta Terbaru Lesunya Konsumsi & Daya Beli Masyarakat RI

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular