JK Buka-Bukaan Soal Proyek Kalla Grup di Rekaman Rini-Sofyan
Gustidha Budiartie & Arys Aditya, CNBC Indonesia
30 April 2018 18:16

Jakarta, CNBC Indonesia- Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak membantah soal proyek gas yang melibatkan usaha keluarganya yang disebut-sebut dalam bocoran percakapan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir.
"Proyek dimulai tahun 2013 sebelum jadi Wakil Presiden. Jadi itu proyek murni swasta," kata dia, Senin (30/4/2018).
Proyek yang ia maksud adalah proyek terminal LNG (liquified natural gas) yang berada di Bojonegara, Serang, Banten.
Soal nama Arie Soemarno yang ikut disebut dalam rekaman, menurut JK keterlibatan kakak kandung Menteri Rini Soemarno itu adalah sebagai tim ahli yang diminta pertimbangannya untuk mengembangkan proyek. "Tidak ada hubungan dan waktu itu Rini belum jadi menteri."
Ia menceritakan awal mula proyek digagas adalah pada 2013, saat itu terdapat kajian yang menyatakan bahwa Jawa Barat akan mengalami krisis gas pada 2020/2021. Untuk itu, diperlukan infrastruktur yang bisa menjamin pasokan ke wilayah padat industri tersebut.
"Maka gas harus didatangkan dari daerah lain tapi perlu fasilitas, regasifikasi namanya. Kalau tidak ada itu nanti ada masalah," katanya.
Di Jawa Barat sebenarnya sudah ada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) milik PT Nusantara Regas yang sudah beroperasi sejak 2012 dan memasok sekitar 500 juta kaki kubik gas (MMSCFD) untuk tiga pembangkit PLN.
Tetapi, menurut JK, ongkos di penampungan gas terapung itu masih mahal. "Ongkosnya US$ 3 dolar, ini bisa setengahnya dan lebih terjamin," sebut JK.
Terkait persentase yang dibahas di rekaman, JK menegaskan itu bukan bagi-bagi fee. Tetapi, lanjutnya, lebih menekankan soal bagaimana pengelolaan proyek yang melibatkan swasta dan badan publik ini bisa berjalan. "Hanya mengatur saham, tidak ada soal fee. Saya tahu betul itu," tegasnya.
Proyek yang disebut dalam bocoran rekaman Menteri Rini dan Dirut PLN Sofyan Basir memang berada di bawah Kalla Grup, yakni PT Bumi Sarana Migas yang dipimpin oleh Solihin Kalla.
Dua BUMN setidaknya ditawarkan untuk bekerjasama menjadi supplier dan juga offtaker gas dari terminal LNG ini, yakni Pertamina dan PLN. Supplier artinya pemasok, offtaker adalah yang membeli gas.
Terminal ini rencananya memiliki kapasitas 500 mmscfd, namun dengan telah hadirnya FSRU Jawa Barat diperkirakan pasar yang bisa menyerap gas dari terminal LNG ini diperkirakan maksimal hanya 300 mmscfd.
Inilah, yang kemudian membuat Pertamina dan PLN memilih untuk tidak melanjutkan proyek karena pasar yang belum ada. Terkait ongkos apakah lebih murah separuh harga ketimbang FSRU, pernah diungkap oleh salah seorang pejabat yang terlibat dalam proyek ini bahwa harga murahnya hanya untuk proses regasifikasi yakni US$ 1,5 per juta british thermal unit (mmbtu).
Sementara, untuk proses keseluruhan mulai dari harga gas di hulu, pengangkutan, pipa, regasifikasi kemungkinan harga gas yang akan dibeli oleh BUMN adalah US$ 11,5 per mmbtu.
(gus/gus) Next Article Di Balik Drama Rekaman Bocor Menteri Rini dan Bos PLN
"Proyek dimulai tahun 2013 sebelum jadi Wakil Presiden. Jadi itu proyek murni swasta," kata dia, Senin (30/4/2018).
Soal nama Arie Soemarno yang ikut disebut dalam rekaman, menurut JK keterlibatan kakak kandung Menteri Rini Soemarno itu adalah sebagai tim ahli yang diminta pertimbangannya untuk mengembangkan proyek. "Tidak ada hubungan dan waktu itu Rini belum jadi menteri."
Ia menceritakan awal mula proyek digagas adalah pada 2013, saat itu terdapat kajian yang menyatakan bahwa Jawa Barat akan mengalami krisis gas pada 2020/2021. Untuk itu, diperlukan infrastruktur yang bisa menjamin pasokan ke wilayah padat industri tersebut.
"Maka gas harus didatangkan dari daerah lain tapi perlu fasilitas, regasifikasi namanya. Kalau tidak ada itu nanti ada masalah," katanya.
Di Jawa Barat sebenarnya sudah ada Floating Storage Regasification Unit (FSRU) milik PT Nusantara Regas yang sudah beroperasi sejak 2012 dan memasok sekitar 500 juta kaki kubik gas (MMSCFD) untuk tiga pembangkit PLN.
Tetapi, menurut JK, ongkos di penampungan gas terapung itu masih mahal. "Ongkosnya US$ 3 dolar, ini bisa setengahnya dan lebih terjamin," sebut JK.
Terkait persentase yang dibahas di rekaman, JK menegaskan itu bukan bagi-bagi fee. Tetapi, lanjutnya, lebih menekankan soal bagaimana pengelolaan proyek yang melibatkan swasta dan badan publik ini bisa berjalan. "Hanya mengatur saham, tidak ada soal fee. Saya tahu betul itu," tegasnya.
Proyek yang disebut dalam bocoran rekaman Menteri Rini dan Dirut PLN Sofyan Basir memang berada di bawah Kalla Grup, yakni PT Bumi Sarana Migas yang dipimpin oleh Solihin Kalla.
Dua BUMN setidaknya ditawarkan untuk bekerjasama menjadi supplier dan juga offtaker gas dari terminal LNG ini, yakni Pertamina dan PLN. Supplier artinya pemasok, offtaker adalah yang membeli gas.
Terminal ini rencananya memiliki kapasitas 500 mmscfd, namun dengan telah hadirnya FSRU Jawa Barat diperkirakan pasar yang bisa menyerap gas dari terminal LNG ini diperkirakan maksimal hanya 300 mmscfd.
Inilah, yang kemudian membuat Pertamina dan PLN memilih untuk tidak melanjutkan proyek karena pasar yang belum ada. Terkait ongkos apakah lebih murah separuh harga ketimbang FSRU, pernah diungkap oleh salah seorang pejabat yang terlibat dalam proyek ini bahwa harga murahnya hanya untuk proses regasifikasi yakni US$ 1,5 per juta british thermal unit (mmbtu).
Sementara, untuk proses keseluruhan mulai dari harga gas di hulu, pengangkutan, pipa, regasifikasi kemungkinan harga gas yang akan dibeli oleh BUMN adalah US$ 11,5 per mmbtu.
(gus/gus) Next Article Di Balik Drama Rekaman Bocor Menteri Rini dan Bos PLN
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular