Di Balik Drama Rekaman Bocor Menteri Rini dan Bos PLN
Gustidha Budiartie & Rivi Satrianegara & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
30 April 2018 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia- Bocornya rekaman percakapan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir masih jadi perbincangan hangat hingga saat ini. CNBC Indonesia mencoba merangkumnya sejak awal drama terjadi hingga kabar terbaru hari ini.
Rekaman yang Bocor
Jumat malam, 27 April 2018, saat kebanyakan orang bersiap untuk beristirahat dan menyambut akhir pekan, kehebohan justru terjadi di dunia migas dan energi.
Bermula dari sebuah postingan di akun instagram, akun ini memposting gambar yang di dalamnya terselip audio percakapan antara diduga Menteri Rini dan Sofyan Basir. Postingan terbagi dalam 3 part, masing-masing berisi suara yang membahas intens tentang suatu proyek yang melibatkan PLN, Kementerian BUMN, Pertamina, Tokyo Gas.
Lalu disebut juga beberapa nama seperti Pak Ari, Pak JK, kedua nama ini kemudian diduga adalah Ari Soemarno dan Jusuf Kalla.
Postingan ini sebenarnya sudah jadi perbincangan panas di para pemangku kepentingan energi, namun menjadi semakin viral begitu rekaman tersebut masuk ke twitter dan diposting oleh sebuah akun. Dari sinilah kehebohan terjadi.
Rekaman yang diposting di twitter sama dengan yang diposting di instagram, baik dari sisi nama-nama yang disebut hingga durasi potongan percakapannya.
Permasalahannya adalah, yang disebut dalam percakapan yang diduga suara Menteri Rini dan Sofyan Basir sangatlah teknis. Memang kedua belah pihak menyebut soal besaran persentase, yang kemudian membuat banyak orang berpikir bahwa persentase yang disinggung terkait dengan "bagi-bagi fee". Padahal, bukan itu yang dimaksud.

Proyek Terminal LNG Bojonegoro Dalam Rekaman Bocor
CNBC Indonesia mencoba menelusuri proyek yang dimaksud dalam rekaman bocor tersebut. Berdasar penelusuran proyek tersebut adalah terminal penampungan LNG (Liquified Natural Gas)/ LNG receiving terminal yang berada di Bojonegara, Serang, Banten.
Terminal gas alam cair ini digagas oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM), yang berada di bawah naungan Kalla Grup. Proyek yang dimulai sejak 2014 ini diperkirakan membutuhkan investasi senilai US$ 600 juta hingga US$ 700 juta. Biaya ini dibutuhkan untuk membangun terminal yang bisa menampung hingga 500 juta kaki kubik (MMSCFD) atau setara dengan 4 juta ton.
Biaya investasi yang besar membuat BSM jungkir balik mencari mitra untuk menyokong pendanaan. Dari data terakhir, mitra yang diajak bekerjasama oleh BSM adalah investor asal Jepang yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
Kabar kelanjutan soal proyek ini memang simpang siur. Pada 13 April 2015 sempat ada penandatanganan Head of Agreement (HoA) utilisasi terminal yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dengan BSM untuk bekerjasama dalam pembangunan terminal.
Penandatangan saat itu dilakukan oleh Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani dan Solihin Kalla selaku Direksi BSM, dan disaksikan oleh direktur utama Pertamina yang menjabat saat itu Dwi Soetjipto.
Menurut Dwi, pembangunan infrastruktur menjadi syarat utama dalam rangka memanfaatkan bahan bakar gas. "Karena jika infrastruktur sudah terpasang maka akan tercipta permintaan," kata Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulis yang pernah dirilis perusahaan.
Sesuai dengan kesepakatan bersama, proyek ini ditargetkan selesai pada 2019. Selanjutnya, Pertamina akan menggunakan seluruh fasilitas tersebut selama 20 tahun.
Adapun rincian HoA kerjasama saat itu adalah sebagai berikut:
1. Pertamina wajib menjadi pengguna jasa regasifikasi sebesar 100% kapasitas terminal gas yg akan dibangun yaitu 500 MMSCFD selama 20 tahun;
2. Pertamina akan menjadi pemegang saham 15% dari Joint Venture yang akan mengelola terminal gas tersebut. BSM rencananya akan menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 50% dan sisanya 35% akan diambil oleh Mitsui dan Tokyo Gas.
Tetapi, setelah itu tak ada kabar lagi mengenai proyek ini. CNBC Indonesia berjumpa salah seorang pejabat BUMN yang sempat terlibat dalam perundingan proyek ini, Jumat malam lalu.
Si pejabat menjelaskan bahwa terakhir kali proyek di lahan seluas 70 hektar ini memang ditawarkan juga ke PLN, ini dikarenakan dengan kapasitas penampungan LNG yang besar diperlukan kepastian pasar yang bisa menyerap gas cair tersebut.
PLN dikabarkan bersedia bekerja sama dan menjadi offtaker alias pemborong gas dari terminal. Untuk menjamin kepastian bisnis ke depan dan melindungi PLN, perseroan ini pun mengajukan syarat penukaran berupa kepemilikan saham di terminal LNG.
Sayangnya, saham yang ditawarkan oleh BSM kepada dua perusahaan pelat merah milik negara ini terbilang cukup kecil yakni 15% untuk Pertamina dan PLN.
Inilah yang kemudian oleh Sofyan Basir disebut-sebut dalam rekaman bahwa porsi 7,5% masing-masing sangat kecil untuk BUMN. "Malu dong saya sebagai Dirut PLN," ujarnya di rekaman yang bocor.
Lalu, dalam rekaman bagian 3, terdengar ucapan Sofyan yang meminta agar porsi PLN di proyek menjadi lebih besar, minimal setara dengan Tokyo Gas dan Mitsui yang mencapai 35%.
Sofyan, sebagaimana terdengar di rekaman, mengatakan kepada Menteri Rini bahwa lebih baik dia yang mencari pinjaman sebesar US$ 600 juta agar bisa mendapat porsi saham 35%. "Bener, bener, saya saja yang cari uang. Klo dia 35% saya cm 7,5%, enggaklah, saya cari uang sendiri saya bilang. Dan yang kedua saya mau open book saya bilang," ujar Sofyan di rekaman.
Open book di sini artinya buka-bukaan seluruh biaya investasi dan biaya lainnya untuk dihitung PLN, sehingga biaya regasifikasinya ditetapkan berdasarkan perhitungan yg disetujui oleh PLN.
Rekaman yang Bocor
Bermula dari sebuah postingan di akun instagram, akun ini memposting gambar yang di dalamnya terselip audio percakapan antara diduga Menteri Rini dan Sofyan Basir. Postingan terbagi dalam 3 part, masing-masing berisi suara yang membahas intens tentang suatu proyek yang melibatkan PLN, Kementerian BUMN, Pertamina, Tokyo Gas.
Lalu disebut juga beberapa nama seperti Pak Ari, Pak JK, kedua nama ini kemudian diduga adalah Ari Soemarno dan Jusuf Kalla.
Postingan ini sebenarnya sudah jadi perbincangan panas di para pemangku kepentingan energi, namun menjadi semakin viral begitu rekaman tersebut masuk ke twitter dan diposting oleh sebuah akun. Dari sinilah kehebohan terjadi.
Rekaman yang diposting di twitter sama dengan yang diposting di instagram, baik dari sisi nama-nama yang disebut hingga durasi potongan percakapannya.
Permasalahannya adalah, yang disebut dalam percakapan yang diduga suara Menteri Rini dan Sofyan Basir sangatlah teknis. Memang kedua belah pihak menyebut soal besaran persentase, yang kemudian membuat banyak orang berpikir bahwa persentase yang disinggung terkait dengan "bagi-bagi fee". Padahal, bukan itu yang dimaksud.

Proyek Terminal LNG Bojonegoro Dalam Rekaman Bocor
CNBC Indonesia mencoba menelusuri proyek yang dimaksud dalam rekaman bocor tersebut. Berdasar penelusuran proyek tersebut adalah terminal penampungan LNG (Liquified Natural Gas)/ LNG receiving terminal yang berada di Bojonegara, Serang, Banten.
Terminal gas alam cair ini digagas oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM), yang berada di bawah naungan Kalla Grup. Proyek yang dimulai sejak 2014 ini diperkirakan membutuhkan investasi senilai US$ 600 juta hingga US$ 700 juta. Biaya ini dibutuhkan untuk membangun terminal yang bisa menampung hingga 500 juta kaki kubik (MMSCFD) atau setara dengan 4 juta ton.
Biaya investasi yang besar membuat BSM jungkir balik mencari mitra untuk menyokong pendanaan. Dari data terakhir, mitra yang diajak bekerjasama oleh BSM adalah investor asal Jepang yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
Kabar kelanjutan soal proyek ini memang simpang siur. Pada 13 April 2015 sempat ada penandatanganan Head of Agreement (HoA) utilisasi terminal yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dengan BSM untuk bekerjasama dalam pembangunan terminal.
Penandatangan saat itu dilakukan oleh Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani dan Solihin Kalla selaku Direksi BSM, dan disaksikan oleh direktur utama Pertamina yang menjabat saat itu Dwi Soetjipto.
Menurut Dwi, pembangunan infrastruktur menjadi syarat utama dalam rangka memanfaatkan bahan bakar gas. "Karena jika infrastruktur sudah terpasang maka akan tercipta permintaan," kata Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulis yang pernah dirilis perusahaan.
Sesuai dengan kesepakatan bersama, proyek ini ditargetkan selesai pada 2019. Selanjutnya, Pertamina akan menggunakan seluruh fasilitas tersebut selama 20 tahun.
Adapun rincian HoA kerjasama saat itu adalah sebagai berikut:
1. Pertamina wajib menjadi pengguna jasa regasifikasi sebesar 100% kapasitas terminal gas yg akan dibangun yaitu 500 MMSCFD selama 20 tahun;
2. Pertamina akan menjadi pemegang saham 15% dari Joint Venture yang akan mengelola terminal gas tersebut. BSM rencananya akan menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 50% dan sisanya 35% akan diambil oleh Mitsui dan Tokyo Gas.
Tetapi, setelah itu tak ada kabar lagi mengenai proyek ini. CNBC Indonesia berjumpa salah seorang pejabat BUMN yang sempat terlibat dalam perundingan proyek ini, Jumat malam lalu.
Si pejabat menjelaskan bahwa terakhir kali proyek di lahan seluas 70 hektar ini memang ditawarkan juga ke PLN, ini dikarenakan dengan kapasitas penampungan LNG yang besar diperlukan kepastian pasar yang bisa menyerap gas cair tersebut.
PLN dikabarkan bersedia bekerja sama dan menjadi offtaker alias pemborong gas dari terminal. Untuk menjamin kepastian bisnis ke depan dan melindungi PLN, perseroan ini pun mengajukan syarat penukaran berupa kepemilikan saham di terminal LNG.
Sayangnya, saham yang ditawarkan oleh BSM kepada dua perusahaan pelat merah milik negara ini terbilang cukup kecil yakni 15% untuk Pertamina dan PLN.
Inilah yang kemudian oleh Sofyan Basir disebut-sebut dalam rekaman bahwa porsi 7,5% masing-masing sangat kecil untuk BUMN. "Malu dong saya sebagai Dirut PLN," ujarnya di rekaman yang bocor.
Lalu, dalam rekaman bagian 3, terdengar ucapan Sofyan yang meminta agar porsi PLN di proyek menjadi lebih besar, minimal setara dengan Tokyo Gas dan Mitsui yang mencapai 35%.
Sofyan, sebagaimana terdengar di rekaman, mengatakan kepada Menteri Rini bahwa lebih baik dia yang mencari pinjaman sebesar US$ 600 juta agar bisa mendapat porsi saham 35%. "Bener, bener, saya saja yang cari uang. Klo dia 35% saya cm 7,5%, enggaklah, saya cari uang sendiri saya bilang. Dan yang kedua saya mau open book saya bilang," ujar Sofyan di rekaman.
Open book di sini artinya buka-bukaan seluruh biaya investasi dan biaya lainnya untuk dihitung PLN, sehingga biaya regasifikasinya ditetapkan berdasarkan perhitungan yg disetujui oleh PLN.
Next Page
Serangan Balik Menteri Rini dan Bos PLN
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular