Ini Proyek Migas yang Disebut "Rini-Sofyan" di Rekaman Bocor

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
28 April 2018 10:32
Apa sebenarnya proyek yang dibicarakan?
Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNBC Indonesia - Heboh soal pembicaraan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir di media sosial sejak kemarin. Apa sebenarnya proyek yang dibicarakan?

Dari rekaman "bocor" yang terdiri dari 3 bagian, terdengar sekilas Menteri Rini dan Sofyan Basir menyebut-nyebut persentase yang akan didapatkan dalam proyek tersebut. Tanpa tahu konteksnya, persentase tersebut bisa keliru dipahami merujuk kepada "jatah" personal, padahal yang dimaksud adalah porsi kepemilikan saham PLN dalam proyek yang dibicarakan.

Apa saja proyek tersebut?
Berdasar penelusuran CNBC Indonesia, proyek yang dimaksud adalah proyek terminal penampungan LNG (Liquified Natural Gas)/ LNG receiving terminal yang berada di Bojonegara, Serang, Banten. Terminal gas alam cair ini digagas oleh PT Bumi Sarana Migas (BSM), yang berada di bawah naungan Kalla Grup.

Proyek yang dimulai sejak 2014 ini diperkirakan membutuhkan investasi senilai US$ 600 juta hingga US$ 700 juta. Biaya ini dibutuhkan untuk membangun terminal yang bisa menampung hingga 500 juta kaki kubik (MMSCFD) atau setara dengan 4 juta ton.

Biaya investasi yang besar membuat BSM jungkir balik mencari mitra untuk menyokong pendanaan. Dari data terakhir, mitra yang diajak bekerjasama oleh BSM adalah investor asal Jepang yakni Tokyo Gas dan Mitsui.

Kabar kelanjutan soal proyek ini memang simpang siur. Pada 13 April 2015 sempat ada penandatanganan Head of Agreement (HoA) utilisasi terminal yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) dengan BSM untuk bekerjasama dalam pembangunan terminal.

Penandatangan saat itu dilakukan oleh Direktur Energi Baru dan Terbarukan Pertamina Yenni Andayani dan Solihin Kalla selaku Direksi BSM, dan disaksikan oleh direktur utama Pertamina yang menjabat saat itu Dwi Soetjipto.

Menurut Dwi, pembangunan infrastruktur menjadi syarat utama dalam rangka memanfaatkan bahan bakar gas. "Karena jika infrastruktur sudah terpasang maka akan tercipta permintaan," kata Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulis yang pernah dirilis perusahaan.

Sesuai dengan kesepakatan bersama, proyek ini ditargetkan selesai pada 2019. Selanjutnya, Pertamina akan menggunakan seluruh fasilitas tersebut selama 20 tahun.

Adapun rincian HoA kerjasama saat itu adalah sebagai berikut:
  1. Pertamina wajib menjadi pengguna jasa regasifikasi sebesar 100% kapasitas terminal gas yg akan dibangun yaitu 500 MMSCFD selama 20 tahun;
  2. Pertamina akan menjadi pemegang saham 15% dari Joint Venture yang akan mengelola terminal gas tersebut. BSM rencananya akan menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 50% dan sisanya 35% akan diambil oleh Mitsui dan Tokyo Gas.
Tetapi, setelah itu tak ada kabar lagi mengenai proyek ini. CNBC Indonesia berjumpa salah seorang pejabat BUMN yang sempat terlibat dalam perundingan proyek ini, semalam.

Si pejabat menjelaskan bahwa terakhir kali proyek di lahan seluas 70 hektar ini memang ditawarkan juga ke PLN, ini dikarenakan dengan kapasitas penampungan LNG yang besar diperlukan kepastian pasar yang bisa menyerap gas cair tersebut.

PLN dikabarkan bersedia bekerja sama dan menjadi offtaker alias pemborong gas dari terminal. Untuk menjamin kepastian bisnis ke depan dan melindungi PLN, perseroan ini pun mengajukan syarat penukaran berupa kepemilikan saham di terminal LNG.

Sayangnya, saham yang ditawarkan oleh BSM kepada dua perusahaan pelat merah milik negara ini terbilang cukup kecil yakni 15% untuk Pertamina dan PLN.

Inilah yang kemudian oleh Sofyan Basir disebut-sebut dalam rekaman bahwa porsi 7,5% masing-masing sangat kecil untuk BUMN. "Malu dong saya sebagai Dirut PLN," ujarnya di rekaman yang bocor.

Lalu, dalam rekaman bagian 3, terdengar ucapan Sofyan yang meminta agar porsi PLN di proyek menjadi lebih besar, minimal setara dengan Tokyo Gas dan Mitsui yang mencapai 35%.

Sofyan, sebagaimana terdengar di rekaman, mengatakan kepada Menteri Rini bahwa lebih baik dia yang mencari pinjaman sebesar US$ 600 juta agar bisa mendapat porsi saham 35%. "Bener, bener, saya saja yang cari uang. Klo dia 35% saya cm 7,5%, enggaklah, saya cari uang sendiri saya bilang. Dan yang kedua saya mau open book saya bilang," ujar Sofyan di rekaman.

Open book di sini artinya buka-bukaan seluruh biaya investasi dan biaya lainnya untuk dihitung PLN, sehingga biaya regasifikasinya ditetapkan berdasarkan perhitungan yg disetujui oleh PLN.

Lantas, benarkah ini proyek terminal LNG yang dimaksud dalam percakapan?
Kementerian Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai rekaman perkacapan antara Menteri Rini Soemarno dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sengaja diedit dengan tujuan memberikan informasi yang salah dan menyesatkan.

Kementerian BUMN menegaskan bahwa percakapan tersebut bukan membahas tentang 'bagi-bagi fee' sebagaimana yang dicoba digambarkan dalam penggalan rekaman suara tersebut.

Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro membenarkan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basir berdiskusi terkait rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.

"Dalam diskusi tersebut Bu Menteri (Rini Soemarno) dan Pak Sofyan Basir memiliki tujuan yang sama yaitu memastikan bahwa investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN," kata Imam.

Konfirmasi bahwa proyek ini benar yang dimaksud dalam percakapan tersebut juga datang dari anggota Komisi VI DPR RI yang mengawasi Kementerian BUMN Inas Nasrullah Zubir. "Iya, siang nanti saya akan menulis rilisnya," kata Inas.

Lalu, bagaimana dengan Pertamina sebagai pihak yang menandatangani HoA awal dengan BSM?
Nama Yenny Andayani yang menandatangani HoA saat itu sendiri kini sudah tak ada di Pertamina. Terakhir Yenny menjabat sebagai Direktur Gas Pertamina, hingga akhirnya ia dicopot dan dibubarkan direktoratnya Februari lalu oleh Kementerian BUMN karena akan dibentuknya Holding Migas BUMN.

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman juga tidak mengetahui pasti perkembangan kerjasama Pertamina dengan BSM ini. "Mungkin bisa dikonfirmasi ke ex Direktorat Gas atau Pak Gigih (direktur perencanaan investasi). Sejauh pengetahuan saya tim masih mengkaji ulang potensi pasarnya," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Potensi pasar yang dimaksud ini, berdasar data kajian terakhir, memang cukup kecil dibanding kapasitas terminal gas tersebut. Jika gas bisa menampung hingga 500 MMSCFD, pasar yang bisa menyerap diperkirakan hanya sebanyak 300 MMSCFD. Jadi masih ada sisa gas yang belum bisa dijual atau diserap.

Sementara, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Gigih Prakoso mengatakan proyek ini sudah tidak dilanjutkan lagi oleh Pertamina. "Setahu saya proyek ini sudah dihentikan karena konsumsi gas tidak tumbuh."
(hps) Next Article Drama Rekaman Bocor Menteri Rini - Dirut PLN Berlanjut

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular