Kelangkaan Premium yang Berujung Pencopotan Dirut Pertamina

Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
21 April 2018 11:10
Kelangkaan Premium yang Berujung Pencopotan Dirut Pertamina
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyampaikan kekecewaannya pada PT Pertamina (Persero). Ia menegur Pertamina karena terjadi kelangkaan pasokan premium di masyarakat.

Cara yang dipilih Pertamina dengan mengosongkan pasokan premium kurang kreatif dan masyarakat berpindah ke BBM jenis pertalite atau pertamax tidak secara sukarela.

Jonan mengatakan Pemerintah juga telah melancarkan teguran secara resmi kepada Pertamina terkait penyaluran premium. Pasalnya, premium merupakan BBM penugasan yang sudah diatur dalam Perpres No. 191/2014.

"Pertamina mendapat penugasan menyalurkan 7,5 juta kiloliter setahun. Terutama yang di luar Jamali (Jawa, Madura, Bali)," paparnya. 

"Dan kalau yang di Jawa itu sudah ditambah margin Rp 100 per liter untuk penyaluran premium oleh Pertamina. Jadi ini harus dilakukan kita sudah negur Pertamina kok." 

Realisasi penyaluran premium selama Januari-Maret 2018 turun hingga 50% dibanding periode serupa tahun lalu. Menurut data BPH Migas konsumsi premium untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) hanya sebanyak 774 ribu KL, jauh dibanding Januari-Maret 2017 yang menyentuh 1,54 juta KL.

Kelangkaan premium di masyarakat ini membuat harga premium naik padahal harganya telah di patok pemerintah. Akhirnya pemerintah merevisi aturan yang ada.

Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Fanshurullah Asa menyebut akan diwajibkannya kembali penyaluran premium di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali), akan ada penambahan kuota BBM jenis khusus penugasan atau premium.

Pria yang akan disapa Ifan itu menyebut penambahan kuota premium adalah minimal 5,1 juta kiloliter (KL) untuk wilayah Jamali. Jumlah tersebut diambil dari realisasi penyaluran premium di Jamali pada tahun 2017. Dengan tambahan untuk Jamali ini, berarti kuota bensin premium menjadi minimal 12,6 juta KL, ini dihasilkan dengan menambah angka alokasi BBM khusus penugasan (premium)  untuk wilayah luar Jamali sebesar 7,5 juta KL. 

"Artinya minimal segitu. Kalau ditambah dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya, nanti kami lihat lagi," kata Ifan di Kantor Kementerian ESDM, Senin (9/4/2018).

Jumlah tambahan tersebut, dia jelaskan, akan berbeda dengan kuota yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 7,5 juta KL. Namun jumlah itu memang hanya untuk penugasan non Jamali.
Pertamina punya jawaban sendiri atas kelangkaan premium di masyarakat. Pertamina menyebut tren penggunaan premium terus menurun sejak tahun 2015. Penurunan itu diiringi dengan peningkatan penggunaan pertalite sebagai BBM dengan harga paling mendekati premium.

Corporate Secretary Pertamina Syahrial Mukhtar memaparkan ketika terjadi penurunan atas premium, Pertamina pun harus mengganti kembali infrastruktur di SPBU agar kompatibel dengan jenis pertalite. "Oleh sebab itu, ketika ada peralihan pengguna pertalite ke premium karena gap harga yang melebar, SPBU tidak langsung siap," kata Syahrial, di gedung DPR, Selasa (10/4/2018). 

Melihat kuota atas premium yang ditetapkan Pemerintah dibanding tahun lalu, Syahrial menyebut ada penurunan dari 12,5 juta KL menjadi 7,5 juta KL. "Ini menunjukan konsumsi [premium] turun. Konsumsi turun itu sifatnya alamiah karena masyarakat memilih pertalite atau pertamax, produk-produk yang dari sisi kinerja atau performa lebih ramah lingkungan," jelasnya.

Direktur Pemasaran Ritel dan Korporat Pertamina M. Iskandar menyebut pada kuartal pertama, konsumsi premium masih lebih rendah dibanding jenis BBM lain.

"Porsi Premium itu tinggal 27% di seluruh Indonesia pada kuartal pertama, pertalite sekitar 50% sekian. Sisanya pertamax dan pertamax turbo," terang Iskandar.

Pertamina pun mengaku rugi hingga Rp 5,5 triliun pada Januari-Februari lalu. Jumlah itu merupakan total kerugian karena distribusi premium dan solar bersubsidi.

"Kerugian karena distribusi premium dan solar subsidi sudah mencapai Rp 5,5 triliun, angka Rp 3,9 triliun (yang pernah disampaikan Pertamina sebelumnya) adalah nilai rugi bersih," kata M. Iskandar.

Iskandar merinci, angka Rp 3,9 triliun yang pernah disebut sebelumnya merupakan penghitungan yang telah ditutupi dengan keuntungan penjualan seperti BBM non subsidi, serta keuntungan dari lini bisnis lain perusahaan.

Bila dibandingkan dengan kondisi keuangan tahun lalu pada periode yang sama, Iskandar menyebut perbedaannya jauh lebih besar tahun ini. "Kerugiannya lebih besar hampir dua kali lipat di awal tahun ini," kata dia.

Direktur Pertamina Elia Massa Manik menambahkan Pertamina mengaku serba salah dalam urusan memproduksi bahan bakar minyak (BBM). Di satu sisi pemerintah meminta BUMN ini mulai produksi bensin berstandar Euro IV, tapi di sisi lain juga diminta mencukupi kebutuhan bensin RON 88 alias premium.

"Ini membingungkan karena dari Kementerian Lingkungan Hidup sudah minta Euro IV, tapi bensin premium masih RON 88," ujar Direktur Pertamina Elia Massa Manik dalam paparannya di Komisi VII DPR RI, Senin (19/3/2018).
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular