Efek Perang Dagang AS-China ke Indonesia Minim: UOB

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
20 April 2018 16:53
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dinilai tidak banyak memengaruhi nilai perdagangan Indonesia.
Foto: Infografis, Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China dinilai tidak banyak memengaruhi nilai perdagangan indonesia, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tetap terjaga.

Dalam laporan risetnya, ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja menilai meski pengenaan tarif aluminium sebesar 10% dan baja (25%) telah membuat pasar ramai, dampaknya terhadap ekspor produk di Indonesia cenderung minimum.

"Kami memperkirakan proporsi produk ekspor yang terganggu perang tarif perdagangan masih relatif kecil hanya 2,6% dari total ekspor Indonesia yang mencapai US$190 miliar pada 2017," tuturnya.

AS merupakan pasar terbesar kesembilan bagi produk besi dan baja Indonesia, dengan porsi hanya 4,7%. Kondisi serupa terjadi pada produk aluminium, di mana ekspor Indonesia kurang dari US$0,4 miliar pada 2016 karena kebijakan larangan ekspor mineral mentah.

"Dengan porsi kecil, kebijakan tarif Trump di produk logam tersebut sepertinya tak berdampak signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan, terutama karena ia hanya menyumbang 1% dari total ekspor Indonesia," ujar Enrico.

Sebelumnya, China menyatakan akan membalas kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dengan mengenakan tarif setara dengan US$30 miliar pada produk daging babi beku, minuman anggur, kacang-kacangan, dan buah asal AS.

Mendengar itu, AS bereaksi dengan menyiapkan pengenaan tarif pada sekitar 1.300 produk medis, transportasi, dan teknologi industri asal China yang dianggap melanggar hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Total, nilainya diprediksi mencapai US$50 miliar.

Lalu, giliran China yang mengenakan tarif tambahan sebesar 25% pada produk otomotif, kimia, kedelai, dan pesawat terbang senilai US$50 miliar. China telah membawa sengketa tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Bagi Indonesia, China adalah pasar terbesar untuk produk logam dan baja dengan porsi 47% sedangkan Indonesia menyerap 26% baja Negeri Tirai Bambu.

Sayangnya, kebanyakan logam yang diekspor Indonesia masih mentah dan setengah jadi, sedangkan China memasok logam dan baja yang telah jadi.

"Hanya saja, implikasi ke aset investasi di Indonesia baru akan terlihat jika China membalas AS lewat jalur pasar mata uang yang juga akan berdampak pada rupiah," jelas Enrico, sembari menegaskan bahwa UOB tidak merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tahun ini dipatok pada 5,3%.
(ags/ags) Next Article AS-China Berperang Dagang, Ada Peluang Apa buat RI?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular