
Bappenas Fasilitasi Pinjaman Rp 8 T untuk Pembangkit Swasta
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
17 April 2018 14:56

Jakarta, CNBC Indonesia- Kementerian PPN/Bappenas melalui Tim Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) memfasilitasi penerbitan Surat Berharga Perpetual (SBP) atas pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Uap (PLTU) Meulaboh.
Hal itu merupakan salah satu bentuk pembiayaan alternatif yang memanfaatkan dana jangka panjang dari publik dalam pemenuhan pembiayaaan pembangunan infrastruktur.
Pembangkit berkapasitas 2x200 megawatt (MW) itu merupakan pembangkit listrik yang dibangun dengan skema Independent Power Producer (IPP), tepatnya oleh PT PP Energi, China Datang Overseas Investment Co. (CDTO), dan PT Sumberdaya Sewatama. Penerbitan ini merupakan penerbitan SBP perdana oleh Tim PINA.
Skema SBP yang diterbitkan oleh PT PP (Persero) Tbk ini tidak memiliki tanggal jatuh tempo, tanpa jaminan, dan memiliki fleksibilitas untuk melaksanakan opsi beli. Selain itu, skema ini tidak mengakibatkan dilusi saham dan dinilai dapat memperbaiki struktur modal pada perusahaan.
"Pendanaan berupa SPB berpeluang untuk menciptakan ruang yang lebih besar lagi untuk pendanaan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia," kata Direktur Utama PT PP Tumiyana, Selasa (17/4/2018).
Dalam proyek tersebut, SBP yang diterbitkan diharap mencapai Rp 8 triliun di mana secara bertahap akan dipenuhi dalam periode empat tahun. Alokasi dana sendiri tidak terbatas hanya pada pembangunan PLTU Meulaboh, namun dapat dimanfaatkan untuk pengembangan beberapa unit bisnis lain di dalam PT PP.
Kementerian BUMN pun telah memberi dukungan kepada PT PP dengan dikeluarkannya surat persetujuan pemenuhan investasi sebesar Rp 1 triliun pada tahap awal penerbitan instrumen ini.
Pembelian SBP rencananya dilakukan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) sebesar Rp 250 miliar yang dikelola PT Ciptadana Asset Management dengan potensi penambahan sebesar Rp 1,3 triliun.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai skema SBP menjawab tantangan Pemerintah atas pembangunan infrastruktur secara masif di Indonesia, yang tak seluruhnya dapat dibiayai oleh APBN.
"Hal ini tidak akan tercapai tanpa adanya kemauan dari berbagai kementerian dan lembaga untuk melakukan kolaborasi yang inklusif dengan mengedepankan kepentingan rakyat, terutama dari pihak OHK selaku regulator dari pasar keuangan," ujar Bambang.
(gus/gus) Next Article Pembangkit Listrik Jawa I Mulai Konstruksi, Terbesar di ASEAN
Hal itu merupakan salah satu bentuk pembiayaan alternatif yang memanfaatkan dana jangka panjang dari publik dalam pemenuhan pembiayaaan pembangunan infrastruktur.
Skema SBP yang diterbitkan oleh PT PP (Persero) Tbk ini tidak memiliki tanggal jatuh tempo, tanpa jaminan, dan memiliki fleksibilitas untuk melaksanakan opsi beli. Selain itu, skema ini tidak mengakibatkan dilusi saham dan dinilai dapat memperbaiki struktur modal pada perusahaan.
"Pendanaan berupa SPB berpeluang untuk menciptakan ruang yang lebih besar lagi untuk pendanaan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia," kata Direktur Utama PT PP Tumiyana, Selasa (17/4/2018).
Dalam proyek tersebut, SBP yang diterbitkan diharap mencapai Rp 8 triliun di mana secara bertahap akan dipenuhi dalam periode empat tahun. Alokasi dana sendiri tidak terbatas hanya pada pembangunan PLTU Meulaboh, namun dapat dimanfaatkan untuk pengembangan beberapa unit bisnis lain di dalam PT PP.
Kementerian BUMN pun telah memberi dukungan kepada PT PP dengan dikeluarkannya surat persetujuan pemenuhan investasi sebesar Rp 1 triliun pada tahap awal penerbitan instrumen ini.
Pembelian SBP rencananya dilakukan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) sebesar Rp 250 miliar yang dikelola PT Ciptadana Asset Management dengan potensi penambahan sebesar Rp 1,3 triliun.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menilai skema SBP menjawab tantangan Pemerintah atas pembangunan infrastruktur secara masif di Indonesia, yang tak seluruhnya dapat dibiayai oleh APBN.
"Hal ini tidak akan tercapai tanpa adanya kemauan dari berbagai kementerian dan lembaga untuk melakukan kolaborasi yang inklusif dengan mengedepankan kepentingan rakyat, terutama dari pihak OHK selaku regulator dari pasar keuangan," ujar Bambang.
(gus/gus) Next Article Pembangkit Listrik Jawa I Mulai Konstruksi, Terbesar di ASEAN
Most Popular