
Garam Minim, Industri Makanan dan Infus Hentikan Produksi
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
19 March 2018 14:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurangnya suplai garam di pasar telah memberi dampak yang cukup signifikan bagi industri. Bahkan beberapa industri memilih mengurangi kapasitas bahkan menghentikan produksi.
"Sudah banyak [industri yang produksinya berhenti karena kekurangan garam]. Sudah lebih dari 21 industri yang ke tempat kita [Kementerian Perindustrian/Kemenperin]," kata Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka di Kemenperin saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental Jakarta, Senin (19/3/2018).
"Mereka datang untuk meminta support [dukungan] untuk dapat impor garam sebagai bahan baku industri. Ada sebagian yang menghentikan produksinya, ada yang mengurangi kapasitasnya," tambah Achmad saat dihubungi CNBC Indonesia.
Achmad mengatakan perpindahan wewenang ini berdampak baik bagi industri.
"Sektor industri lebih tenang karena dia bisa merencanakan program dia setahun ini apa saja. Karena kontrak-kontrak di sektor industri ini kan jangka satu tahun, jadi kalau mereka nggak dapat bahan baku untuk tiga bulan ke depan, mereka sudah worry [cemas]," katanya.
Achmad mengatakan sampai saat ini pihaknya sudah merekomendasikan impor garam industri sebanyak 670.000 ton untuk industri makanan, kertas dan farmasi. Hal itu didorong oleh peningkatan peningkatan kapasitas industri chlor alkali plant (CAP) yang naik mendekati dua kali lipat.
"Industri CAP kita naik hampir dua kali lipat, sehingga kebutuhan yang semula 1 juta [ton] meningkat jadi 1,3 juta ton. Kita punya industri kertas baru yaitu PT OKI [OKI Pulp and Paper Mills] yang butuh CAP, CAP-nya butuh garam sekitar 120 ribu ton," ungkapnya.
Selain itu, ia mengungkapkan, industri makanan dan minuman juga mengalami pertumbuhan 8% sehingga membutuhkan suplai garam yang lebih lagi.
Peningkatan pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut membuatnya berharap konsumsi garam di tahun 2018 bisa meningkat.
(roy/roy) Next Article Tak Becus Tekan Impor Garam, RI Jangan Harap Jadi Negara Maju
"Sudah banyak [industri yang produksinya berhenti karena kekurangan garam]. Sudah lebih dari 21 industri yang ke tempat kita [Kementerian Perindustrian/Kemenperin]," kata Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka di Kemenperin saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental Jakarta, Senin (19/3/2018).
"Mereka datang untuk meminta support [dukungan] untuk dapat impor garam sebagai bahan baku industri. Ada sebagian yang menghentikan produksinya, ada yang mengurangi kapasitasnya," tambah Achmad saat dihubungi CNBC Indonesia.
Achmad juga menyebutkan beberapa industri yang telah menghentikan produksinya bulan ini meliputi industri cairan infus dan makanan.
Jumlah stok bahan baku yang tersisa untuk produksi sekitar satu sampai dua minggu menyebabkan perusahaan memutuskan menghentikan kegiatan usaha dan memberhentikan karyawan sementara.
"Stok mereka rata-rata tinggal satu [atau] dua minggu. Sehingga kalau tidak dicarikan jalan keluar ya banyak penutupan industri, banyak tenaga kerja yang di-lay off [diberhentikan]," kata Achmad.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada hari Jumat (16/3/2018) memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) terkait impor garam. PP tersebut memindahkan kewenangan rekomendasi volume impor garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Kemenperin.
Alhasil, impor garam tahun ini disepakati sesuai dengan usulan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yaitu 3,7 juta ton. Sebelumnya, Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengusulkan impor garam industri tahun sejumlah 2,2 juta ton."Stok mereka rata-rata tinggal satu [atau] dua minggu. Sehingga kalau tidak dicarikan jalan keluar ya banyak penutupan industri, banyak tenaga kerja yang di-lay off [diberhentikan]," kata Achmad.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada hari Jumat (16/3/2018) memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) terkait impor garam. PP tersebut memindahkan kewenangan rekomendasi volume impor garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Kemenperin.
Achmad mengatakan perpindahan wewenang ini berdampak baik bagi industri.
"Sektor industri lebih tenang karena dia bisa merencanakan program dia setahun ini apa saja. Karena kontrak-kontrak di sektor industri ini kan jangka satu tahun, jadi kalau mereka nggak dapat bahan baku untuk tiga bulan ke depan, mereka sudah worry [cemas]," katanya.
Achmad mengatakan sampai saat ini pihaknya sudah merekomendasikan impor garam industri sebanyak 670.000 ton untuk industri makanan, kertas dan farmasi. Hal itu didorong oleh peningkatan peningkatan kapasitas industri chlor alkali plant (CAP) yang naik mendekati dua kali lipat.
"Industri CAP kita naik hampir dua kali lipat, sehingga kebutuhan yang semula 1 juta [ton] meningkat jadi 1,3 juta ton. Kita punya industri kertas baru yaitu PT OKI [OKI Pulp and Paper Mills] yang butuh CAP, CAP-nya butuh garam sekitar 120 ribu ton," ungkapnya.
Selain itu, ia mengungkapkan, industri makanan dan minuman juga mengalami pertumbuhan 8% sehingga membutuhkan suplai garam yang lebih lagi.
Peningkatan pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut membuatnya berharap konsumsi garam di tahun 2018 bisa meningkat.
(roy/roy) Next Article Tak Becus Tekan Impor Garam, RI Jangan Harap Jadi Negara Maju
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular