Peringatan Keras Defisit Perdagangan dan Rapuhnya Ekonomi RI

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2018 16:21
PR Industrialisasi yang Belum Selesai
Foto: Reuters
Lalu apa pelajaran yang bisa dipetik dari defisit neraca perdagangan ini? Ada berbagai solusi, tetapi ada satu yang sangat penting yaitu membangun industri dalam negeri.

Ini seakan terlupakan di tengah hiruk-pikuk ekonomi digital. Industrialisasi seakan menjadi barang kuno, artefak dari masa lalu yang sekedar jadi pajangan. 

Namun industrialisasi adalah kunci untuk membangun fondasi ekonomi yang kokoh. Industrialisasi, terutama untuk yang berorientasi ekspor dan substitusi impor, bisa menjamin arus devisa bisa datang dan bertahan lama. Kita tidak perlu lagi bergantung kepada arus modal asing di sektor keuangan untuk memperoleh devisa. 

Ketika kita terlalu mengandalkan transaksi finansial sebagai penopang neraca pembayaran, maka fundamental ekonomi menjadi rapuh. Tiang yang menjadi penyangga mudah bergoyang ke sana-ke mari, bahkan kadang pergi meninggalkan bangunan ekonomi. 

Pada 2017, Indonesia mencatat surplus neraca pembayaran sebesar US$ 11,58 miliar. Namun, itu didukung oleh transaksi finansial yang di mana investasi portofolio menyumbang US$ 20,66 miliar yang bisa langsung menutup defisit transaksi berjalan yang sebesar US$ 17,29 miliar. 

Defisit Perdagangan dan PR Industrialisasi yang Belum TuntasBI
Namun jalan menuju industrialisasi tidak mudah. Industri dalam negeri sudah terlanjur lama tidak mendapat perhatian. Pertumbuhannya semakin melambat, dan kontribusinya terhadap PDB terus mengecil. 

Defisit Perdagangan dan PR Industrialisasi yang Belum TuntasBPS
Defisit Perdagangan dan PR Industrialisasi yang Belum TuntasBPS
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupaya untuk membangkitkan kembali industri nasional dengan meluncurkan berbagai paket kebijakan yang bertujuan untuk mendorong investasi. Namun sejak paket pertama diluncurkan pada September 2015, belum terlihat dampaknya terhadap sektor industri. Pertumbuhannya masih melambat. 

Sepertinya butuh upaya lebih dari sekedar paket kebijakan. Perlu dorongan dari berbagai sisi untuk merangsang pertumbuhan industri.  

Dari sisi fiskal, insentif yang diberikan perlu lebih disosialisasikan dan diperluas agar peminatnya bertambah. Insentif yang ada saat ini perlu dievaluasi agar tidak seakan menggarami laut. 


Kemudian sektor keuangan juga harus berjalan seiring dengan sektor riil. Di sini, suku bunga kredit bisa (dan harus) turun lagi. BI sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin sejak Agustus 2016, tetapi penurunan suku bunga kredit masih belum menyamai itu.  

Artinya, masih ada ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga tanpa perlu menurunkan suku bunga acuan. Caranya adalah memperbaiki efisiensi perbankan. Rasio biaya operasional dibandingkan pendapatan operasional (BOPO) perbankan masih tinggi perlu diturunkan. 

Defisit Perdagangan dan PR Industrialisasi yang Belum TuntasOJK
Tahapan pembangunan Indonesia sepertinya memang belum tuntas. Indonesia belum selesai dengan industrialisasi, dan itu sepertinya perlu menjadi prioritas. Namun di tengah gelombang ekonomi digital, kebutuhan itu menjadi semakin terabaikan. (aji/wed)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular