
Untungkah Indonesia dalam Perang Dagang dengan AS?
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
08 March 2018 14:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah RI mulai merespons kebijakan Trump mengenai pengenaan bea masuk 25% untuk impor baja dan 10% aluminium. Adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menyatakan perang dagang yang dipicu kebijakan protektif Amerika Serikat (AS) tidak akan membuat negara-negara pertanian, termasuk Indonesia, tinggal diam.
"Apabila perang dagang yang dibuat [Presiden AS Donald] Trump makin menjadi, maka ini bisa membuat negara lain di bidang pertanian bergerak," kata JK saat menghadiri Food Security Summit 2018, di Jakarta, Kamis (8/3/2018).
"Kalau mereka melarang sawit kita masuk ke sana, kita juga akan larang kedelai mereka masuk ke sini," tambahnya.
Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negeri Paman Sam tercatat senilai US$938,75 juta (Rp 12,9 triliun) sepanjang tahun 2017. Meskipun jumlah itu hanya sekitar 4%-5% dari total nilai ekspor minyak kelapa sawit Indonesia, namun tetap saja itu jumlah yang cukup besar.
Kemudian, berdasarkan data UN Comtrade Database, pada tahun 2016, komoditas dari AS yang paling banyak diimpor oleh Indonesia memang Minyak Kedelai (kode SITC 2222), dengan nilai impor mencapai US$947,23 juta.
Lantas, selain kedelai, "senjata" apa lagi yang bisa dipakai Indonesia untuk membalas AS? Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
Komoditas lainnya yang paling banyak diimpor Indonesia dari negeri adidaya adalah kapas, turbin uap, gandum, pakan ternak, suku cadang kendaraan, dan bubur kayu, meskipun secara nilai masih jauh di bawah impor kedelai.
Komoditas kapas yang berada di posisi kedua saja, hanya senilai US$307,19 juta di sepanjang tahun 2016, hanya sepertiga dari nilai impor minyak kedelai di periode yang sama.
Bila Indonesia kemudian memutuskan tidak lagi mengimpor kedelai dari AS, beberapa negara lain, seperti Kanada, China, Malaysia, Argentina, dan Uruguay, dapat menjadi negara asal impor komoditas itu.
Pada tahun 2016, Indonesia mengimpor kedelai dari Kanada senilai US$3,7 juta, US$3,04 juta dari Malaysia, US$2,2 juta dari China, dan masing-masing US$1,61 juta dan US$1,13 juta dari Argentina dan Uruguay.
Sebagai catatan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2017, komoditas butana dan propana cair (kode SITC 342) masuk ke lima besar komoditas AS yang paling banyak diimpor Indonesia dengan mencatatkan nilai impor sebesar US$367,6 juta.
Lalu, bagaimana dengan komoditas yang diekspor Indonesia ke AS? Sudah bijakkah Indonesia melancarkan serangan ke AS?
Indonesia perlu berhati-hati jika kemudian AS akan merespons balik ancaman JK, pasalnya Indonesia mengekspor komoditas lebih banyak ke AS, daripada mengimpornya.
Menurut UN Comtrade Database, pada 2016 total ekspor Indonesia ke AS tercatat sebesar US$16,17 miliar, sementara total impor Indonesia dari AS sebesar hanya sebesar US$7,32 miliar.
Komoditas yang paling banyak berkontribusi bagi ekspor Indonesia ke AS tahun 2016 adalah komoditas udang-udangan beku dengan nilai ekspor mencapai US$891,96 juta. Pencapaian tersebut disusul oleh komoditas karet, sepatu dan pakaian, ban kendaraan, minyak mentah, dan furnitur dari kayu.
Jika nantinya perang dagang Indonesia dan AS benar-benar terjadi, nampaknya pelaku industri di atas perlu menyiapkan strategi supaya tidak tergerus oleh derasnya tensi dagang.
(prm) Next Article Tutup Diri Lantas Industri Baja Domestik AS Jadi Bergairah?
"Apabila perang dagang yang dibuat [Presiden AS Donald] Trump makin menjadi, maka ini bisa membuat negara lain di bidang pertanian bergerak," kata JK saat menghadiri Food Security Summit 2018, di Jakarta, Kamis (8/3/2018).
"Kalau mereka melarang sawit kita masuk ke sana, kita juga akan larang kedelai mereka masuk ke sini," tambahnya.
Kemudian, berdasarkan data UN Comtrade Database, pada tahun 2016, komoditas dari AS yang paling banyak diimpor oleh Indonesia memang Minyak Kedelai (kode SITC 2222), dengan nilai impor mencapai US$947,23 juta.
Lantas, selain kedelai, "senjata" apa lagi yang bisa dipakai Indonesia untuk membalas AS? Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
![]() |
Komoditas kapas yang berada di posisi kedua saja, hanya senilai US$307,19 juta di sepanjang tahun 2016, hanya sepertiga dari nilai impor minyak kedelai di periode yang sama.
Bila Indonesia kemudian memutuskan tidak lagi mengimpor kedelai dari AS, beberapa negara lain, seperti Kanada, China, Malaysia, Argentina, dan Uruguay, dapat menjadi negara asal impor komoditas itu.
Pada tahun 2016, Indonesia mengimpor kedelai dari Kanada senilai US$3,7 juta, US$3,04 juta dari Malaysia, US$2,2 juta dari China, dan masing-masing US$1,61 juta dan US$1,13 juta dari Argentina dan Uruguay.
Sebagai catatan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2017, komoditas butana dan propana cair (kode SITC 342) masuk ke lima besar komoditas AS yang paling banyak diimpor Indonesia dengan mencatatkan nilai impor sebesar US$367,6 juta.
Lalu, bagaimana dengan komoditas yang diekspor Indonesia ke AS? Sudah bijakkah Indonesia melancarkan serangan ke AS?
Indonesia perlu berhati-hati jika kemudian AS akan merespons balik ancaman JK, pasalnya Indonesia mengekspor komoditas lebih banyak ke AS, daripada mengimpornya.
Menurut UN Comtrade Database, pada 2016 total ekspor Indonesia ke AS tercatat sebesar US$16,17 miliar, sementara total impor Indonesia dari AS sebesar hanya sebesar US$7,32 miliar.
![]() |
Jika nantinya perang dagang Indonesia dan AS benar-benar terjadi, nampaknya pelaku industri di atas perlu menyiapkan strategi supaya tidak tergerus oleh derasnya tensi dagang.
(prm) Next Article Tutup Diri Lantas Industri Baja Domestik AS Jadi Bergairah?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular