
Internasional
AS Akan Terima Kembali Pengungsi dari 11 Negara Risiko Tinggi
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
30 January 2018 12:21

Washington, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) akan kembali membuka penerimaan pengungsi dari 11 negara yang disebut berisiko tinggi terhadap keamanan nasional. Namun, pemeriksaan ekstra akan diterapkan dalam proses penerimaan pengungsi, yang kebanyakan berasal dari Timur Tengah dan negara-negara Afrika, kata seorang pejabat senior AS yang dikutip oleh Reuters hari Senin (29/1/2018).
Perubahan ini diumumkan setelah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan agensi-agensi intelijen mengulas penerimaan pengungsi dari Mesir, Iran, Irak, Libya, Mali, Korea Utara, Somalisa, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, dan Yaman selama 90 hari.
Peraturan ini adalah perubahan terbaru program pengungsi AS yang dibuat oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk menyelesaikan isu-isu keamanan nasional.
Beberapa langkah yang diambil pemerintah, termasuk perintah eksekutif untuk sementara melarang semua pengungsi, telah memicu perdebatan panjang di ranah hukum. Pengacara para pengungsi telah berpendapat langkah yang diambil pemerintah bertujuan untuk mengurangi jumlah pengungsi, khususnya yang berasal dari negara Muslim.
Selama periode pengulasan, yang berlangsung sejak akhir Oktober tahun lalu sampai minggu lalu, penerimaan pengungsi dari negara-negara terkait menurun drastis, menurut data dari Kementerian Luar Negeri AS yang diteliti oleh Reuters.
Perubahan yang diumumkan pada hari Senin ini termasuk proses seleksi tambahan untuk orang-orang tertentu yang berasal dari 11 negara tersebut, serta ulasan berkala terhadap daftar negara-negara yang disebut berisiko tinggi untuk keamanan.
Pedoman baru ini diumumkan pada sebuah konferensi pers oleh pejabat-pejabat pemerintahan senior yang meminta untuk disebutkan sebagai anonim. Mereka tidak memberikan keterangan detail tentang siapa saja dari 11 negara tersebut yang akan mengikuti penyaringan ekstra atas alasan keamanan.
Daftar negara “berisiko tinggi” terakhir kali diperbarui oleh pemerintahan Obama pada tahun 2015, kata seorang pejabat senior.
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kirstjen Nielsen ingin para pejabat mempertimbangkan risiko-risiko selain terorisme, seperti kejahatan transnasional berencana, kata seorang pejabat senior.
Dalam konferensi pers, pejabat terkait mengatakan bahwa pengungsi tidak akan dilarang masuk ke AS hanya karena kewarganegaraannya.
“Gambaran besarnya adalah tidak ada lagi penundaan penerimaan pengungsi dari berbagai negara, termasuk 11 negara berisiko tinggi tersebut, ketika langkah-langkah ini mulai berlaku,” kata seorang pejabat senior kepada para jurnalis.
Pada pidato di Wilson Center Senin pagi, Nielsen membahas tentang langkah-langkah keamanan yang baru, dan mengatakan bahwa mereka “berusaha mencegah program tersebut dieksploitasi oleh teroris, kriminal, dan penipu.”
“Perubahan ini tidak hanya akan memperbaiki keamanan, tapi yang lebih penting, akan membantu kami menilai pengungsi sah yang melarikan diri dari persekusi,” katanya.
Pengacara para pengungsi mengatakan mereka khawatir langkah keamanan terbaru ini akan menghalangi pengungsi dari 11 negara masuk ke AS.
“Menambah rintangan pada proses birokrasi yang sudah berlebihan akan membebani mereka yang mencari keamanan untuk diri mereka sendiri dan keluarganya,” kata Amnesty Internasional AS lewat sebuah pernyataan resmi.
Sejak menjadi Presiden AS, Trump membebankan banyak sekali batasan ke dalam program pengungsi, termasuk membatasi jumlah imigran yang diperbolehkan masuk ke negaranya selama tahun fiskal 2018 hingga kurang dari setengah jumlah yang ditetapkan oleh Presiden Barack Obama di tahun 2017.
Ia juga mengeluarkan perintah untuk menghentikan sementara program pengungsi agar diulas lebih lanjut, membentuk persyaratan pemeriksaan yang lebih ketat, dan keluar dari pembicaraan mengenai perjanjian sukarela untuk mengatasi migrasi global.
Selama tiga tahun terakhir, porsi pengungsi dari 11 negara mencapai lebih dari 40% dari keseluruhan pengungsi yang diterima AS. Namun, sejak 25 Oktober, ketika masa ulasan selama 90 hari mulai berlaku, hanya 46 imigran dari 11 negara tersebut yang diperbolehkan masuk ke AS, menurut data dari Kementerian Luar Negeri.
(prm) Next Article Beri Sanksi, AS Tutup Ekspor Minyak Iran di Pasar Global
Perubahan ini diumumkan setelah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keamanan Dalam Negeri dan agensi-agensi intelijen mengulas penerimaan pengungsi dari Mesir, Iran, Irak, Libya, Mali, Korea Utara, Somalisa, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, dan Yaman selama 90 hari.
Peraturan ini adalah perubahan terbaru program pengungsi AS yang dibuat oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk menyelesaikan isu-isu keamanan nasional.
Selama periode pengulasan, yang berlangsung sejak akhir Oktober tahun lalu sampai minggu lalu, penerimaan pengungsi dari negara-negara terkait menurun drastis, menurut data dari Kementerian Luar Negeri AS yang diteliti oleh Reuters.
Perubahan yang diumumkan pada hari Senin ini termasuk proses seleksi tambahan untuk orang-orang tertentu yang berasal dari 11 negara tersebut, serta ulasan berkala terhadap daftar negara-negara yang disebut berisiko tinggi untuk keamanan.
Pedoman baru ini diumumkan pada sebuah konferensi pers oleh pejabat-pejabat pemerintahan senior yang meminta untuk disebutkan sebagai anonim. Mereka tidak memberikan keterangan detail tentang siapa saja dari 11 negara tersebut yang akan mengikuti penyaringan ekstra atas alasan keamanan.
Daftar negara “berisiko tinggi” terakhir kali diperbarui oleh pemerintahan Obama pada tahun 2015, kata seorang pejabat senior.
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kirstjen Nielsen ingin para pejabat mempertimbangkan risiko-risiko selain terorisme, seperti kejahatan transnasional berencana, kata seorang pejabat senior.
Dalam konferensi pers, pejabat terkait mengatakan bahwa pengungsi tidak akan dilarang masuk ke AS hanya karena kewarganegaraannya.
“Gambaran besarnya adalah tidak ada lagi penundaan penerimaan pengungsi dari berbagai negara, termasuk 11 negara berisiko tinggi tersebut, ketika langkah-langkah ini mulai berlaku,” kata seorang pejabat senior kepada para jurnalis.
Pada pidato di Wilson Center Senin pagi, Nielsen membahas tentang langkah-langkah keamanan yang baru, dan mengatakan bahwa mereka “berusaha mencegah program tersebut dieksploitasi oleh teroris, kriminal, dan penipu.”
“Perubahan ini tidak hanya akan memperbaiki keamanan, tapi yang lebih penting, akan membantu kami menilai pengungsi sah yang melarikan diri dari persekusi,” katanya.
Pengacara para pengungsi mengatakan mereka khawatir langkah keamanan terbaru ini akan menghalangi pengungsi dari 11 negara masuk ke AS.
“Menambah rintangan pada proses birokrasi yang sudah berlebihan akan membebani mereka yang mencari keamanan untuk diri mereka sendiri dan keluarganya,” kata Amnesty Internasional AS lewat sebuah pernyataan resmi.
Sejak menjadi Presiden AS, Trump membebankan banyak sekali batasan ke dalam program pengungsi, termasuk membatasi jumlah imigran yang diperbolehkan masuk ke negaranya selama tahun fiskal 2018 hingga kurang dari setengah jumlah yang ditetapkan oleh Presiden Barack Obama di tahun 2017.
Ia juga mengeluarkan perintah untuk menghentikan sementara program pengungsi agar diulas lebih lanjut, membentuk persyaratan pemeriksaan yang lebih ketat, dan keluar dari pembicaraan mengenai perjanjian sukarela untuk mengatasi migrasi global.
Selama tiga tahun terakhir, porsi pengungsi dari 11 negara mencapai lebih dari 40% dari keseluruhan pengungsi yang diterima AS. Namun, sejak 25 Oktober, ketika masa ulasan selama 90 hari mulai berlaku, hanya 46 imigran dari 11 negara tersebut yang diperbolehkan masuk ke AS, menurut data dari Kementerian Luar Negeri.
(prm) Next Article Beri Sanksi, AS Tutup Ekspor Minyak Iran di Pasar Global
Most Popular