Ditjen: Cukai 57% untuk Vape Tak Kurangi Keuntungan Penjual
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
09 January 2018 13:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjamin pengenaan cukai likuid essence sebesar 57% tidak akan menghambat tumbuh kembang industri Vape. Meskipun akan berdampak, namun diperkirakan efeknya tidak sebesar yang diperkirakan.
Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai DJBC Sunaryo membantah tarif yang dikenakan otoritas bea dan cukai untuk tiap likuid berbahan baku hasil produk tembakau lainnya (HPTL) terlalu tinggi. Menurutnya, tarif ini masih mampu mengkompensasi keuntungan yang diterima penjual.
"Sekarang kalau dihitung, harga likuid itu Rp 100.000. Kena cukai 57%, hanya naik Rp 57.000. Itu sama sekali tidak mengurangi keuntungan yang diambil penjual. Mereka jual Rp 100.000 itu sudah untung," kata Sunaryo saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (9/1/2018).
Bahkan, penjual diberi keleluasaan dalam menetapkan tarif likuid yang mengandung HPTL, selama cukai yang disetor sesuai peraturan yang berlaku. Sebab, pemerintah tidak mengatur batas atas batas bawah harga jual eceran likuid, lantaran itu bukan menjadi kewenangan DJBC.
Pemerintah memahami, industri Vape yang telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir memiliki andil dalam struktur ekonomi nasional terutama dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan. Namun, pengendalian memang harus dilakukan sesuai mandat dalam Undang-Undang (UU).
"Kami hanya menjalankan mandat yang tertuang dalam UU. Kami paham yang dialami industri. Memang akan berdampak, tapi tidak akan besar sekali," jelasnya.
Sebagai informasi, kalangan pengusaha dan pengguna Vape yang tergabung dalam Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyebut, tingginya pengenaan cukai likuid essense HPTL bisa mengancam keberlangsuhan usaha ribuan toko Vape di Indonesia.
Selain berpotensi mematikan industri Vape secara tidak langsung, kebijakan tersebut dikhawatirkan memicu peredaran likuid ilegal. Hal ini tentu bisa menambah pekerjaan otoritas bea cukai dalam melaksanakan fungsi pengawasan.
(dru) Next Article DPR Dukung Barang Kena Cukai Baru Seperti Plastik dan Vape
Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai DJBC Sunaryo membantah tarif yang dikenakan otoritas bea dan cukai untuk tiap likuid berbahan baku hasil produk tembakau lainnya (HPTL) terlalu tinggi. Menurutnya, tarif ini masih mampu mengkompensasi keuntungan yang diterima penjual.
"Sekarang kalau dihitung, harga likuid itu Rp 100.000. Kena cukai 57%, hanya naik Rp 57.000. Itu sama sekali tidak mengurangi keuntungan yang diambil penjual. Mereka jual Rp 100.000 itu sudah untung," kata Sunaryo saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (9/1/2018).
Pemerintah memahami, industri Vape yang telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir memiliki andil dalam struktur ekonomi nasional terutama dari sisi penciptaan lapangan pekerjaan. Namun, pengendalian memang harus dilakukan sesuai mandat dalam Undang-Undang (UU).
"Kami hanya menjalankan mandat yang tertuang dalam UU. Kami paham yang dialami industri. Memang akan berdampak, tapi tidak akan besar sekali," jelasnya.
Sebagai informasi, kalangan pengusaha dan pengguna Vape yang tergabung dalam Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyebut, tingginya pengenaan cukai likuid essense HPTL bisa mengancam keberlangsuhan usaha ribuan toko Vape di Indonesia.
Selain berpotensi mematikan industri Vape secara tidak langsung, kebijakan tersebut dikhawatirkan memicu peredaran likuid ilegal. Hal ini tentu bisa menambah pekerjaan otoritas bea cukai dalam melaksanakan fungsi pengawasan.
(dru) Next Article DPR Dukung Barang Kena Cukai Baru Seperti Plastik dan Vape
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular