Data Unit Link OJK Dibantah AAJI, Pengamat: Ini Sinyal Buruk!

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
29 September 2021 18:04
Sejumlah nasabah dan agen PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berdialog mengenai penolakan terhadap Badan Perwakilan Anggota Nomor : 26/BPA-RUA/XII/2020 di Kantor Wisma Bumiputera, (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi nasabah asuransi (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produk unit link, asuransi proteksi berbalut investasi, yang dijual perusahaan asuransi jiwa tengah menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal ini terjadi lantaran banyak penarikan atau penutupan polis yang dilakukan oleh masyarakat di sepanjang tahun lalu bersamaan dengan pandemi Covid-19, ditambah dengan ramainya aduan atas produk ini.

Data OJK mencatat jumlah nasabah unit link terjun bebas dari sebanyak 7 juta menjadi hanya 4,2 juta pemegang polis pada akhir tahun lalu. Berarti hampir 3 juta nasabah menutup polis di tengah pandemi.

Masih mengacu data OJK, sepanjang 2020, sebanyak 593 aduan disampaikan. Angka ini juga lebih tinggi dibanding dengan aduan di 2019 yang sebanyak 230 aduan. Pada kuartal I tahun 2021 sudah mencapai 273 aduan.

Hanya saja data OJK ini dibantah oleh manajemen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo, melihat otoritas pengawas dalam hal ini OJK, dan AAJI yang mewakili pelaku pasar tidak memiliki data yang sinkron soal unit link.

Menurut dia ini adalah sinyal yang buruk ketika data dari OJK dibantah oleh AAJI.

"Itu sinyal buruk ketika asosiasi membantah data itu. Itu memprihatinkan karena terlihat tidak sinkron antara OJK dan Asuransi Jiwa. Itu sungguh tidak memberikan sinyal yang tidak baik kepada nasabah," kata Irvan dalam program Investime, CNBC Indonesia, Rabu (29/9/2021).

Menurutnya data dari OJK harus diteliti lagi apakah benar 3 juta orang menarik polis asuransi unit link-nya karena tidak sesuai atau para nasabah itu butuh dana cadangan karena kehilangan pekerjaan imbas dari pandemi.

"Harus diteliti mana yang memang jera karena hasil investasinya turun terus atau imbas pandemi," katanya.

Irvan melihat persoalan dalam asuransi unit link adalah kurangnya literasi bagi pemegang polis terhadap risiko investasi. Selain itu banyak nasabah yang menyerahkan semuanya kepada agen investasi tanpa memantau pergerakan investasinya.

Persoalan perdebatan data ini bermula dari, banyak orang yang komplain terhadap asuransi unit link.

OJK merilis data sepanjang 2020, sebanyak 593 aduan disampaikan. Angka ini juga lebih tinggi dibanding dengan aduan di 2019 yang sebanyak 230 aduan. Pada kuartal I tahun 2021 sudah mencapai 273 aduan.

Di tengah banyaknya aduan itu, OJK juga berencana merilis aturan rinci dalam Surat Edaran (SE) berkaitan dengan produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi alias PAYDI, termasuk unit link.

"Kita mau aturan ini dapat menjadi salah satu jawaban dari permasalahan yang muncul, antara lain perlindungan konsumen, proses penjualan, pemahaman konsumen mengingat produk ini adalah tetap produk asuransi tetapi ada unsur investasi," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 1A OJK Dewi Astuti kepada CNBC Indonesia, Senin lalu (20/9/2021).

Namun perdebatan terjadi, data dari OJK dibantah oleh AAJI.Pengusaha asuransi menyatakan penutupan polis produk unit link di tahun lalu terjadi karena penurunan penjualan imbas dari pandemi Covid - 19.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan pandemi Covid-19 memang memberikan dampak negatif terhadap penjualan asuransi.

"Itu bukan tutup polis, tapi penjualan yang menurun. Ya pasti menurunlah penjualan karena situasi Covid," kata Togar kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/9/2021).

Togar menjelaskan, saat ini jumlah polis individu menurut data AAJI mencapai lebih dari 18 juta polis. Jika digabung dengan polis grup maka jumlahnya mencapai lebih dari 60 juta.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Apa Benar 3 Juta Polis Unit Link Tutup? Ini Buka-bukaan AAJI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular