Suku Bunga Dipangkas, Yield SUN 10 Tahun Bisa ke 6,75%

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
19 July 2019 15:34
Setelah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, Kamis kemarin (18/7/2019), pasar obligasi diprediksi berada dalam tren penguatan.
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, Kamis kemarin (18/7/2019), pasar obligasi diprediksi berada dalam tren penguatan yang kian kencang (bulllish) di tengah sentimen positif pasar keuangan domestik. 

Usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% dari sebelumnya 6%.

Aksi pemangkasan suku bunga itu mendorong prediksi adanya perburuan surat berharga negara (SBN) di pasar. Perburuan tersebut otomatis menaikkan harga pasar dari instrumen utang pemerintah itu serta menekan tingkat imbal hasil (yield) seri utama. 

Tb. Farash A. Farich, Head of Investment PT Avrist Asset Management, memprediksi yield seri utama tenor 10 tahun atau FR0078 dapat turun hingga 6,75%, dari posisi Jumat pagi ini sebesar 7,12%. 

"Skenario saat ini yield seri 10 tahun bisa turun ke 6,75%, sudah memfaktorkan banyak hal seperti penurunan suku bunga kemarin, potensi penurunan suku bunga AS, dan nilai tukar dolar AS-rupiah," ujar Farash kepada CNBC Indonesia, Jumat ini (19/7/19).

Suku Bunga Dipangkas, Yield SUN 10 Tahun Bisa ke 6,75%Foto: BI Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Lidya Kembaren)

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
 

Diburunya instrumen SBN yang sudah beredar di pasaran disebabkan oleh tingginya kupon yang mereka miliki yang dibarengi dengan potensi penurunan kupon bagi SBN yang akan terbit nanti setelah suku bunga diturunkan. 

Sebelum turun kemarin, suku bunga acuan BI masih berada di rezim bunga tinggi dengan posisi tertinggi pada 6% sejak 15 November 2018, sedangkan pemangkasan suku bunga kemarin juga menjadi penurunan suku bunga pertama sejak puasa turun bunga sejak 22 September 2017. 

Bahkan, lanjut Farash, skenario tersebut bisa lebih rendah lagi yaitu dengan penurunan yield hingga 6,5%, tetapi dengan syarat khusus yaitu yield obligasi AS atau US Treasury harus turun lagi dan bertahan di bawah 2%. Pada perdagangan Jumat siang ini, yield US Treasury 10 tahun berada pada 2%, turun dari posisi kemarin 2,02%.

Posisi tertinggi yield US Treasury seri tersebut pada tahun ini adalah 2,78% pada 18 Januari.
 Pergerakan yield US Treasury sangat dipengaruhi oleh suku bunga acuan The Fed, atau biasa disebut Fed Funds Rate (FFR) yang diprediksi pelaku pasar global dapat turun sebesar 75 bps hingga akhir tahun ini. 

Survei pelaku pasar yang dilakukan CME Fedwatch menunjukkan probabilitas penurunan suku bunga acuan bank sentral AS hingga akhir tahun sebesar 75 bps mencapai 38,4%, terbesar di antara potensi penurunan dengan besaran lain. Saat ini, suku bunga FFR berada pada rentang 2,25%-2,5%.
 

Kemungkinan penurunan suku bunga semakin melebar karena terjadi inversi antara yield US Treasury seri 3 bulan-10 tahun yang sudah bertahan berturut-turut selama 40 hari.  





Inversi berkelanjutan itu dapat memaksa The Fed menurunkan suku bunga pada akhir Juli karena inversi yield obligasi pemerintah AS itu mengindikasikan resesi AS semakin dekat.

Resesi itu dapat terealisasi jika tidak ditangkal dengan penurunan suku bunga dalam FOMC (Federal Open Market Committee) akhir bulan ini.
 Kondisi itu seakan menyandera bank sentral AS untuk segera menurunkan suku bunga.  

Seri utama US Treasury yang inversi yield-nya paling dicermati pelaku pasar adalah tenor 3 bulan dan tenor 10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.  

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis. 

Pada seri 3 bulan-10 tahun, inversi terjadi karena harga tenor 10 tahun naik drastis seiring dengan perburuan pelaku pasar pada tenor tersebut karena berekspektasi bahwa dalam jangka pendek ekonomi AS akan memasuki resesi.  

Di saat bersamaan, aksi beli tersebut menurunkan yield tenor panjang tersebut hingga di bawah yield tenor 3 bulan, yang menunjukkan pelaku pasar sedang menilai resesi AS tidak lama lagi dan arah kebijakan the Fed sedang tidak tepat di tengah kondisi sekarang. 

Tidak hanya itu, inversi yang jarang dibahas tetapi juga menjadi acuan pelaku pasar adalah inversi seri 10 tahun dengan suku bunga acuan The Fed yaitu FFR, yang saat ini berada di kisaran 2,25%-2,5% dengan suku bunga efektif 2,38% dan berganti setiap beberapa hari.  

Kebetulan sekali, inversi US Treasury 10 tahun dengan suku bunga efektif FFR sama panjangnya dengan inversi 3 bulan-10 tahun yaitu 40 hari, sehingga semakin banyaklah alasan bagi pelaku pasar untuk menekan The Fed menurunkan suku bunga. 

Sebelum terjadi beruntun dan dalam waktu lama ini, inversi tenor 3 bulan-10 tahun tersebut pernah terjadi pada 22 Maret-28 Maret dan pada 13 Mei dan 15 Mei.  

Di sisi lain, sebelum inversi panjang seperti sekarang, inversi seri 10 tahun dengan suku bunga efektif FFR pernah terjadi pada 27 Maret dan 15 Mei. 

Sebelumnya, inversi US Treasury tenor 10 tahun dengan FFR efektif pernah terjadi pada Juni 2000 ketika suku bunga AS sedang berada di level tinggi yaitu 6,5%. Inversi panjang yang terjadi hingga April 2001 itu akhirnya disusul penurunan suku bunga FFR pada awal Januari 2001. 

Inversi serupa kembali terjadi pada Maret 2006 ketika FFR berada pada 5,25%, dan disusul pemangkasan FFR pada September 2007, sampai akhirnya inversi kembali terjadi pada 15 Mei tahun ini, tetapi hanya bertahan sehari.  Inversi kedua instrumen kemudian terjadi lagi pada 23 Mei dan berlanjut hingga hari ini.         



TIM RISET CNBC INDONESIA



(irv/tas) Next Article Kena Jokowi Effect Lagi, Pasar Obligasi RI Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular