Belajar dari Denmark, Inilah Cara Agar Pensiun Bahagia

Arif Gunawan & Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
04 December 2018 16:36
Bagaimana Indonesia?
Foto: Ilustrasi (Designed by Freepik)
Tentu mengejar sistem pensiun seperti Denmark masih menjadi pekerjaan jangka panjang bagi Indonesia. Persoalannya bukan hanya sistem pensiunan yang ada tetapi juga kesadaran dari masyarakat.

Rendahnya kesadaran untuk berinvestasi untuk pensiun tercermin dari peserta dapen yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada 2017, peserta dapen hanya 4,45 juta orang, yang terdiri atas 3,05 juta peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan 1,4 juta peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja. 

Bila dibandingkan dengan pekerja sektor formal yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 sebanyak 73,98 juta orang, maka peserta dana pensiun baru mencapai 6%.

Kondisi lebih baik terlihat pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang mencatat total peserta 44,98 juta orang pada akhir 2017. Meski demikian jumlah tersebut baru mencapai sekitar 60,8% dari pekerja sektor formal. 

Sisanya masih belum dilindungi atas risiko hari tua lewat program Jaminan Hari Tua (JHT) maupun Jaminan Pensiun (JP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Peserta201720162015
BPJS Ketenagakerjaan44,98 juta41,74 juta43,38 juta
DPLK3,05 juta2,96 juta2,75 juta
DPPK1,4 juta1,43 juta1,44 juta
Sumber: OJK dan BPJS Ketenagakerjaan

Padahal biaya yang dikeluarkan untuk menikmati masa tua yang bahagia, cukup terjangkau. Misal untuk JHT dari BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan program wajib bagi seluruh pekerja di Indonesia. 

Iuran JHT hanya 5,7% dari gaji yang terdiri atas 2% dibayarkan karyawan dan 3,7% dibayarkan oleh perusahaan. Apalagi iuran BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan otomatis oleh perusahaan sehingga karyawan tidak perlu repot menyetor ke kantor cabang.

Hasil pengembangan JHT pun tergolong optimal, yakni mencapai 7,83% pada akhir 2017 lalu. Hasil pengembangan tersebut lebih tinggi lebih dari 2% dibandingkan dengan bunga deposito bank pemerintah.

Begitu pula dengan JP, iurannya hanya 3% dari upah pekerja, yang terdiri atas 2% dari pemberi kerja dan 1% dari pekerja. Baik JHT dan JP merupakan program minimum yang sebaiknya diikuti oleh seluruh pekerja agar memiliki modal yang cukup dalam menyongsong pensiun.

JHT dan JP memiliki perbedaan dalam manfaat yang diterima kala pensiun. Hasil dari JHT bisa diterima oleh para peserta BPJS Ketenagakerjaan secara utuh atau lumpsum ketika masuk usia pensiun. Sementara JP memberikan manfaat Pensiun Hari Tua dapat berupa lumpsum ataupun uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta sesuai ketentuan saat ia memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia.

JP memiliki sejumlah manfaat lain, misalnya Manfaat Pensiun Cacat, Manfaat Pensiun Janda/Duda, Manfaat Pensiun Anak, Manfaat Pensiun Orang Tua.
Tentu masyarakat tidak bisa menunggu sistem berubah untuk merasakan pensiunan a la Denmark.

Namun dengan kesadaran masing-masing untuk berinvestasi menghadapi pensiun, tentu Anda akan lebih merasakan manfaatnya dibandingkan orang lain yang masih tidak peduli.


Salah satu yang perlu diingat dalam berinvestasi untuk hari tua adalah jangan pernah mencairkan JHT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebelum pada waktunya. Apalagi tujuan dari pencairan adalah untuk konsumtif.

Berikutnya adalah Anda juga dapat menambah fasilitas dana pensiun sendiri yaitu yang melalui DPLK di perusahaan asuransi dan bank, atau dalam bentuk DPPK dari kantor tempat Anda bekerja.

Bila hal-hal ini anda lakukan, maka retirement traveling atau wisata kala pensiun bukan hal yang langka. Hasil dari JHT dan JP serta dapen pun anda bisa manfaatkan untuk memulai usaha pasca pensiun ataupun melakukan hobi yang belum terwujud kala bekerja.

Selamat berinvestasi!  

Tim Riset CNBC Indonesia

(ags/dob)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular