Belajar dari Denmark, Inilah Cara Agar Pensiun Bahagia

Arif Gunawan & Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
04 December 2018 16:36
Belajar dari Denmark, Inilah Cara Agar Pensiun Bahagia
Foto: Ilustrasi Pensiunan (Ist/Freepik.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pernahkah anda mendengar istilah retirement tourism atau wisata pensiunan? Perjalanan wisata ini mungkin adalah liburan paling panjang yang pernah anda bayangkan.

Di liburan ini, wisatawan tidak perlu mengejar pesawat pertama di awal hari kerja, karena tidak lagi masuk kantor. Mereka bisa menikmati banyak negara dalam suatu perjalanan, tanpa terbatas waktu.

Bahkan mereka bisa melakukan perjalanan darat dengan kendaraan pribadi, menikmati waktu berminggu-minggu, di jalan dan melewati berbagai kota-kota yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Berbeda dengan para pekerja yang merasakan waktu adalah sesuatu yang paling mahal, bagi para pensiunan ini adalah suatu fasilitas yang paling murah. Namun, para pensiunan akan merasakan uang adalah suatu hal yang berharga, ketika para pekerja muda sering menyia-nyiakannya untuk tujuan konsumtif belaka.

Uang menjadi sangat berharga ketika pensiun karena sudah tidak lagi menerima gaji rutin. Sementara uang akan gampang untuk dibelanjakan ketika masih bekerja dan menerima gaji tiap bulan.

Nah, retirement tourism ini kerap dilakukan terutama bagi warga negara yang memiliki sistem pensiun yang baik. Akan tetapi bagi negara yang tingkat kesadaran investasi akan pensiunnya masih rendah, tentu ini menjadi hal yang langka.

Salah satu negara yang memiliki sistem pensiun terbaik di dunia adalah Denmark dan Belanda, yang bercokol di kolom rangking A+ dalam Melbourne Mercer Global Pension Index 2018. Apa rahasianya?

Dalam laporan Melbourne Mercer Global Pension Index 2018, yang disusun oleh Australian Centre for Financial Studies (ACFS), Denmark mencetak poin 80,2, sedikit di bawah Belanda yang meraih skor 80,3. Sebelumnya, Denmark selama 6 tahun terakhir selalu menduduki peringkat pertama.

"Studi ini mengonfirmasi bahwa Belanda dan Denmark memiliki sistem terbaik, keduanya meraih rating A pada tahun 2018. Menarik juga untuk dicatat bahwa di saat yang sama tak ada yang mendapat rating B+, mengindikasikan gap yang cukup panjang antara keduanya dengan negara lain," tulis ACFS dalam laporan tersebut.

Namun, Denmark unggul dari rasio aset dana pensiun (dapen) terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 175%, yakni US$ 568,58 miliar (2017), atau 5 kali lipat dari aset dapen Indonesia yang hanya US$19 miliar.

Padahal, PDB Indonesia yang mencapai US$ 1.016 triliun tercatat 3 kali lebih besar dari PDB Denmark yang hanya US$ 324,9 miliar pada periode yang sama.

Jika mengacu pada data Organisasi untuk Kerja-Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD)-yang juga memasukkan aset pengelola investasi dapen, rasio aset dapen di negeri Skandinavia itu mencapai 208,4% atau tertinggi di dunia. Belanda di urutan kedua dengan rasio 184,2%.

Bagi Indonesia, laporan ACFS memberikan kabar positif karena skor indeks pensiun Indonesia naik menjadi 53,1 dari 49,9 pada 2017. Indonesia berada di urutan 26 dari 34 negara dan di nilai C berbarengan dengan Amerika Serikat (AS), Hongkong, Brazil, Italia, Arab Saudi, dan Malaysia.

Kenaikan itu terkait dengan peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang mulai menyasar program jaminan pensiun kepada pekerja formal dan informal sejak 2015. Sebelumnya, program pensiun hanya bisa dinikmati oleh pegawai negeri sipil (PNS).

"Program pensiun nasional yang baru, diluncurkan pada Juli 2015, akan menyediakan manfaat pasti yang iurannya dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja berupa sekian persen dari potongan yang bersifat tetap dari gaji bulanan," tulis ACFS.

Hanya saja, lanjut AFCS, masih ada risiko di industri dapen Nusantara dan beberapa kekurangan yang harus diatasi agar sistem dapen Indonesia berjalan berkelanjutan dalam jangka panjang, misalnya memperluas cakupan manfaat pensiun dan penaikan masa pensiun. 

PR PROGRAM PENSIUN DI INDONESIA
Mengenalkan tingkat dukungan minimal bagi kaum tua yang paling miskin
Menaikkan tingkat penyediaan pensiun di kalangan angkatan kerja
Memperbaiki kebutuhan regulasi untuk menopang sistem dana pensiun swasta
Memperbaiki level kebutuhan komunikasi minimal dengan anggotanya
Menaikkan usia pensiun mengingat usia harapan hidup masyarakat terus meningkat 
Sumber: ACFS 2018


AFCS menilai Indonesia memiliki sistem pensiun memadai menyusul reformasi sistem pensiun yang dijalankan. "Hanya Indonesia yang menerapkan reformasi besar-besaran dalam dua tahun terakhir dengan memperkenalkan skema pensun manfaat pasti yang bersifat wajib," tulis ACFS.

Lalu mengapa Indonesia belum bisa seperti Denmark? Ada beberapa alasan dan kondisi yang menjelaskannya.


(Berlanjut ke halaman 2)



Kekuatan industri dapen Denmark berakar dari komitmen negara tersebut untuk menjalankan konsep welfare state (Negara Kesejahteraan). Ciri khas negara ini adalah menerapkan pajak penghasilan (Pph) tinggi bagi warganya, sebagai bagian dari upaya untuk mendistribusikan aset.

Denmark saat ini merupakan negara dengan tarif Pph tertinggi di antara negara maju anggota OECD. Besaran tarif tertinggi mencapai 60,2% untuk mereka yang berpendapatan US$ 55.000 (Rp 800 juta) per tahun.

Artinya, lebih dari separuh pendapatan warganya terkena pajak.
Namun, justru dari sistem perpajakan demikian lah Denmark berhasil menjadi negara dengan berpenduduk paling bahagia di dunia versi World Happiness Report 2017.

Dari situlah dia menciptakan sistem pendidikan gratis serta sistem pensiunan universal bagi seluruh warga negaranya tanpa harus membayar iuran.
Sebagaimana diketahui, Denmark memiliki tiga pilar industri dapen.

Pilar pertama adalah program pensiun pemerintah (folkepension), yang diatur dengan hukum dan menjadi bagian dari sistem jaminan sosial di Denmark.
Semua warga negara berhak atas pensiun ini tanpa mengiur karena dibayarkan dengan penerimaan pajak negara.

Terakhir pada 2017, besarnya iuran mencapai 8% dari PDB. Seandainya Indonesia melakukan hal yang sama, maka porsi alokasi iuran tersebut dari APBN 2018 setara dengan: Rp 1.160 triliun!


Tiga Pilar Sistem Pensiun Denmark
PilarProgramSumber Iuran
1Pensiun PublikPenerimaan Pajak
2Pensiun WajibGaji Pemberi Kerja
3Pensiun SukarelaPerorangan
Sumber: Statistics Denmark & Danish FSA  


Semua pekerja Denmark mendapatkan manfaat pensiun universal ini jika memenuhi syarat berikut: warga negara Denmark, berdomisili di Denmark, atau telah tinggal di Denmark setidaknya selama 3 tahun selama periode usia 15 tahun hingga masa pensiun.

Mengutip laporan OECD, nilai maksimum manfaatnya adalah US$ 10.081 (Rp 145 juta) per orang.  Untuk mendapatkan pembayaran penuh manfaat pensiun dari pemerintah, peserta harus tinggal di Denmark setidaknya selama 40 tahun sejak mencapai usia 15 hingga memasuki masa pensiun.

Jika tidak, maka porsi manfaat yang didapatkan pun mengecil. Jika warga negara Denmark masih ingin bekerja meski sudah memasuki masa pensiun, maka pembayaran pensiunan bisa ditunda.

Dengan memilih demikian, dia akan mendapatkan manfaat pensiun lebih besar nantinya jika memilih pensiun menikmati hari tua. Sebagai catatan, Denmark memberlakukan masa pensiun lebih dari 68 tahun atau lebih tinggi dari rata-rata dunia pada 65 tahun.

Pilar kedua adalah skema ATP Livslang Pension (program pensiun ATP) yang merupakan pensiun tambahan, tapi bersifat wajib. ATP menjamin bahwa semua pekerja mendapatkan manfaat pensiun ekstra di luar sistem pensiun wajib dari negara.

Skema pensiun ini bersifat kolektif dan disetujui gabungan pekerja dan pengusaha. Besar iurannya ditentukan 284 krone atau Rp 600.000 per bulan untuk karyawan penuh (per 2018). Peserta membayar sepertiganya, alias Rp 200.000, dengan sistem potong gaji, dan sisanya dibayar oleh perusahaan.

Di Indonesia, sebagai perbandingan, karyawan bergaji Rp 8 juta juga dipotong iuran pensiun sebesar Rp 240.000 per bulan. Namun, mengapa industri dapen kita tak bisa sebesar di Denmark, jawabannya terletak pada keunggulan Denmark selanjutnya, yakni fleksibilitas alokasi investasi dari sisi persentase dan wilayah.

Belajar dari Denmark, Inilah Cara Agar Pensiun Bahagia

Di negeri Skandinavia itu, dapen diizinkan untuk berinvestasi di aset dengan imbal hasil (dan risiko) tinggi yakni di bursa saham, dan lintas negara. Nordea Life and Pension, misalnya, yang mengelola aset senilai US$ 25 miliar mengalokasikan separuh dananya ke bursa saham.

Secara industri, 60% aset dapen Denmark ditanamkan di obligasi, 20% di saham, dan sisanya di properti dan aset lainnya. Rata-rata imbal hasil investasinya mencapai 3% per tahun, atau teramat lumayan di tengah suku bunga acuan negeri itu yang minus, yakni sebesar -0,65%.

Sebagaimana negara maju lainnya, Denmark juga tidak membatasi investasi dapen hanya di dalam negeri. Pada tahun 2015, Pensionsforsikringsanstalten (PFA), yang merupakan dapen terbesar kedua di Denmark, mengalokasikan 81% dari investasinya ke luar negeri.

Pilar terakhir, adalah pensiunan personal, di mana pekerja menjalin kesepakatan sendiri dengan bank atau dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).

Dalam beberapa kasus, perusahaan ikut membayarkan iuran pensiunan karyawan, tetapi tidak menjadi kewajiban melainkan bergantung pada kontrak kerja.


Skema pensiun di sana memberikan tidak hanya manfaat pensiun di masa pensiun, melainkan juga asuransi jiwa dan santunan untuk keluarga jika pesertanya meninggal atau mengalami kecelakaan yang berujung pada cacat hingga tidak bisa lagi bekerja.

Sistem pensiun di Denmark juga sangat fleksibel. Jika pesertanya beremigrasi, ada pilihan untuk melanjutkan pembayaran iuran pensiun, atau berhenti dan menikmati manfaat pensiunnya secara lebih dini dan bahkan dikirim ke luar negeri tempat domisili peserta tersebut.

Dengan segala kelebihan itulah Denmark unggul dalam program pensiun dan menjadi negara dengan berpenduduk paling bahagia di dunia.


(Berlanjut ke halaman 3)



Tentu mengejar sistem pensiun seperti Denmark masih menjadi pekerjaan jangka panjang bagi Indonesia. Persoalannya bukan hanya sistem pensiunan yang ada tetapi juga kesadaran dari masyarakat.

Rendahnya kesadaran untuk berinvestasi untuk pensiun tercermin dari peserta dapen yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada 2017, peserta dapen hanya 4,45 juta orang, yang terdiri atas 3,05 juta peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan 1,4 juta peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja. 

Bila dibandingkan dengan pekerja sektor formal yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 sebanyak 73,98 juta orang, maka peserta dana pensiun baru mencapai 6%.

Kondisi lebih baik terlihat pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang mencatat total peserta 44,98 juta orang pada akhir 2017. Meski demikian jumlah tersebut baru mencapai sekitar 60,8% dari pekerja sektor formal. 

Sisanya masih belum dilindungi atas risiko hari tua lewat program Jaminan Hari Tua (JHT) maupun Jaminan Pensiun (JP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.


Peserta201720162015
BPJS Ketenagakerjaan44,98 juta41,74 juta43,38 juta
DPLK3,05 juta2,96 juta2,75 juta
DPPK1,4 juta1,43 juta1,44 juta
Sumber: OJK dan BPJS Ketenagakerjaan


Padahal biaya yang dikeluarkan untuk menikmati masa tua yang bahagia, cukup terjangkau. Misal untuk JHT dari BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan program wajib bagi seluruh pekerja di Indonesia. 

Iuran JHT hanya 5,7% dari gaji yang terdiri atas 2% dibayarkan karyawan dan 3,7% dibayarkan oleh perusahaan. Apalagi iuran BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan otomatis oleh perusahaan sehingga karyawan tidak perlu repot menyetor ke kantor cabang.

Hasil pengembangan JHT pun tergolong optimal, yakni mencapai 7,83% pada akhir 2017 lalu. Hasil pengembangan tersebut lebih tinggi lebih dari 2% dibandingkan dengan bunga deposito bank pemerintah.

Begitu pula dengan JP, iurannya hanya 3% dari upah pekerja, yang terdiri atas 2% dari pemberi kerja dan 1% dari pekerja. Baik JHT dan JP merupakan program minimum yang sebaiknya diikuti oleh seluruh pekerja agar memiliki modal yang cukup dalam menyongsong pensiun.

JHT dan JP memiliki perbedaan dalam manfaat yang diterima kala pensiun. Hasil dari JHT bisa diterima oleh para peserta BPJS Ketenagakerjaan secara utuh atau lumpsum ketika masuk usia pensiun. Sementara JP memberikan manfaat Pensiun Hari Tua dapat berupa lumpsum ataupun uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta sesuai ketentuan saat ia memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia.

JP memiliki sejumlah manfaat lain, misalnya Manfaat Pensiun Cacat, Manfaat Pensiun Janda/Duda, Manfaat Pensiun Anak, Manfaat Pensiun Orang Tua.
Tentu masyarakat tidak bisa menunggu sistem berubah untuk merasakan pensiunan a la Denmark.

Namun dengan kesadaran masing-masing untuk berinvestasi menghadapi pensiun, tentu Anda akan lebih merasakan manfaatnya dibandingkan orang lain yang masih tidak peduli.


Salah satu yang perlu diingat dalam berinvestasi untuk hari tua adalah jangan pernah mencairkan JHT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sebelum pada waktunya. Apalagi tujuan dari pencairan adalah untuk konsumtif.

Berikutnya adalah Anda juga dapat menambah fasilitas dana pensiun sendiri yaitu yang melalui DPLK di perusahaan asuransi dan bank, atau dalam bentuk DPPK dari kantor tempat Anda bekerja.

Bila hal-hal ini anda lakukan, maka retirement traveling atau wisata kala pensiun bukan hal yang langka. Hasil dari JHT dan JP serta dapen pun anda bisa manfaatkan untuk memulai usaha pasca pensiun ataupun melakukan hobi yang belum terwujud kala bekerja.

Selamat berinvestasi!  


Tim Riset CNBC Indonesia



(ags/dob) Next Article BPJS-TK Raup Rp 15,10 T di Semester I-2018, Naik 17,8%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular