Rumor Prabowo Bakal Ugal-Ugalan Kelola Utang RI Bikin Geger Investor

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
19 June 2024 10:35
Prabowo-Gibran saat tiba di KPU RI. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)
Foto: Prabowo-Gibran saat tiba di KPU RI. (CNBC Indonesia/Emir Yanwardhana)

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu akan melonjaknya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2025, atau saat menjabatnya presiden terpilih Prabowo Subianto, sempat memengaruhi sentimen pelaku pasar keuangan di dalam negeri.

Isu ini menurut beberapa ekonom turut menjadi salah satu faktor penekan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beberapa hari terakhir, hingga akhirnya tembus ke level Rp 16.400/US$ pada Jumat siang. Sebab, sentimen pelaku pasar keuangan menjadi negatif hingga menyebabkan aliran modal asing keluar dari dalam negeri.

Meski begitu, Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono telah menegaskan bahwa Prabowo sebagai Presiden terpilih RI 2024-2029 tidak akan menambah utang negara hingga 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Thomas menilai hal itu hanya rumor saja. Prabowo hingga saat ini pun belum menetapkan target khusus untuk tingkat utang dan akan mematuhi batasan hukum terkait ukuran-ukuran fiskal, termasuk soal defisit. Pernyataan Thomas ini sekaligus membantah laporan Bloomberg yang menyatakan rumor terkait rasio utang membengkak itu.

"Defisit tahun 2025 akan tetap berada di bawah 3% dari PDB dan akan mematuhi batas defisit anggaran. Prabowo dan timnya menekankan pentingnya kehati-hatian fiskal karena sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut," kata Thomas dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (19/6/2024).

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) mencatat, berdasarkan transaksi sepanjang tahun ini hingga 13 Juni 2024, aliran modal asing secara neto telah keluar Rp35,09 triliun di pasar SBN, demikian juga keluar secara neto di pasar saham sebesar Rp10,40 triliun, dan masuknya aliran modal senilai Rp108,90 triliun hanya ke SRBI.

Walaupun hingga akhirnya pada Jumat siang (14/6/2024) sempat menyentuh level Rp 16.400, kurs rupiah saat itu ditutup di level Rp 16.395/US$. Menurut Refinitiv pada rabu (19/6/2024) rupiah pun sudah dibuka menguat tipis di level Rp16.390 per dolar AS. Kurs rupiah menguat 0,03% dibandingkan penutupan akhir pekan lalu. Bahkan pada pukul 09.05 WIB dolar tercatat Rp16.370, naik 0,15%.

Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengatakan, sentimen terhadap pembengkakan defisit itu sebelumnya memang diperburuk dengan munculnya keputusan Morgan Stanley yang menurunkan peringkat investasi di pasar modal Indonesia menjadi underweight karena salah satu pertimbangannya soal defisit APBN 2025 yang membengkak.

Menurut Morgan Stanley janji kampanye Prabowo Subianto, seperti program makan siang dan susu gratis untuk pelajar, dapat menimbulkan "beban fiskal yang besar." Hal tersebut semakin diperparah oleh prospek pendapatan Indonesia yang juga akan memburuk. Selain itu, mereka juga menyoroti permasalahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah.

"Kalau dibilang itu menjadi salah satu faktor yang membuat rupiah kita melemah beberapa hari terakhir itu iya, bisa diterima, karena riset Morgan Stanley menyatakan mendiskon semua stok harga saham di pasar modal, kan gitu," ungkap Ryan.

"Kalau kita bicara pasar modal kaitannya bicara pasar uang, otomatis apa yang diekspos Morgan Stanley memberi sentimen negatif ke pasar uang kita, di mana lalu sebagian pelaku pasar uang kita mendiskon mata uang rupiah kita karena terbawa sentimen negatif yang dibawa Morgan Stanley," tegasnya.

Namun, Ryan mengingatkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin mendalam saat ini tentu tidak hanya dipicu oleh sentimen negatif terhadap defisit itu, sebagaimana laporan Morgan Stanley. Sebab, juga dipengaruhi faktor eksternal, seperti Bank Sentral AS The Fed yang kembali mempertahankan suku bunga acuannya tetap tinggi di level 5,25%-5,50%, sehingga indeks dolar ikut menguat.

"Tapi pada saat yang sama sebulan terakhir saya cermati berbagai pemberitaan domestik nyaris enggak ada berita positif, terutama terkait masalah ekonomi. Yang ada justru cerita-cerita termasuk negative news seperti mengenai ribut-ribut Tapera, kemudian ribut-ribut mengenai defisit APBN kita tahun depan yang jadi polemik itu," kata Ryan.

Menurut Ryan sentimen negatif soal pembengkakan defisit itu tidak bisa dikesampingkan pemerintah, termasuk sentimen negatif yang muncul akibat keputusan Morgan Stanley. Sebab, ia mengingatkan, bentuk langkah apapun yang dilakukan lembaga asing itu memiliki pengaruh besar terhadap sentimen investor di tingkat global.

"Pengalamannya sudah bertahun-tahun sampai Morgan Stanley punya indeks MSI yang jadi acuan pelaku pasar modal di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Jadi kalau Morgan Stanley merilis keputusan menurunkan bobot pasar modal di Indonesia itu dirujuk seluruh investor dunia," ucap Ryan

Oleh sebab itu, ia mengingatkan kepada pemerintah pentingnya merespons langkah Morgan Stanley dengan membuat pernyataan khusus yang jelas sinyalnya kepada para investor, bahwa apa yang mereka takutkan itu tidak terjadi, bukan malah menganggap remeh laporan itu dan mengesampingkannya.

"Sebaiknya pemerintahan sekarang dan yang mendatang menyiapkan berbagai perangkat kebijakan termasuk counter argument terhadap publikasi Morgan Stanley. Tujuannya untuk mengembalikan kepercayaan karena ini urusannya kepercayaan pasar yang ketika tereduksi keluar dia," tutur Ryan.

Hal senada disampaikan Ekonom dari Universitas Diponegoro (Undip) Wahyu Widodo. Ia menyebutkan persoalan defisit anggaran lebih berpengaruh kepada faktor psikologis dan kepercayaan pasar. Maka ketika spekulasi liar muncul otomatis akan membuat mereka bergerak keluar, seperti halnya di pasar keuangan, termasuk pasar modal.

"Secara teoritis, defisit APBN masih aman karena masih di bawah 3%, tetapi jika dilihat dari defisit tahun sebelumnya yang sudah rendah, kenaikan target defisit 2025 menimbulkan banyak spekulasi pasar terutama terkait dengan APBN transisi yang untuk pemerintah baru. Terlebih kemudian direspon oleh Morgan Stanley dengan penurunan peringkat saham RI, tentu ini menjadi sentimen negatif terhadap perekonomian domestik termasuk nilai tukar," ujar Wahyu.

Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, sejak pekan lalu memang ada tekanan di pasar modal Indonesia yang menyebabkan dolar banyak keluar dari dalam negeri. "Kita lihat memang sejauh ini year to date dari awal tahun itu asing kecenderungan jual di pasar obligasi, tapi beberapa minggu terakhir ini ada tekanan juga di pasar saham," tuturnya.

Salah satu pemicunya memang disebabkan keputusan mereka untuk mengurangi porsi kepemilikan saham di Indonesia dengan memindahkan porsi sahamnya itu ke negara lain. Ini yang sebetulnya juga dilakukan oleh Morgan Stanley dengan menurunkan peringkat pasar saham RI menjadi "underweight." Penurunan itu memiliki arti alokasi perusahaan Indonesia dalam portofolio pasar Asia dan negara berkembang milik mereka akan dikurangi.

"Banyak fund manager yang melakukan repositioning, jadi ini sebenarnya sifatnya teknikal dan biasanya itu temporer. Biasanya mereka melakukan relokasi antar negara, bisa intra region atau dengan region lain," tutur David.

"Jadi kami melihatnya lebih dari sisi faktor sentimen dan reposisi dari alokasi likuiditas dari fund-fund manager regional," ujarnya


(arm/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menteri Ini Tiba-tiba Minta Sri Mulyani Pangkas Target Utang Prabowo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular