Analisa-Penyebab Rupiah Anjlok Rp 16.400/US$: Efek Was-Was APBN Jebol

mae, CNBC Indonesia
14 June 2024 16:47
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ambruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (14/6/2024). Pelemahan rupiah disebabkan faktor eksternal dan internal, termasuk kebijakan ekspansif belanja pemerintahan presiden baru.

Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 16.395 per US$1 atau melemah 0,79%. Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan pada Kamis sebelumnya. Bahkan rupiah sempat menembus angka Rp 16.400/US$.

Dalam sepekan, nilai tukar rupiah anjok 1,25% pekan ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penguatan 0,34%.

Posisi penutupan rupiah saat ini adalah yang terendah sejak 3 April 2020 atau awal pandemi Covid-19 di mana mata uang Garuda ditutup di posisi Rp 16.400.

Kepala ekonom BCA, David Sumual, menjelaskan pelemahan rupiah utamanya dipicu oleh faktor eksternal. Di antaranya adalah kencangnya indeks dolar.

Namun, faktor dalam negeri juga tidakalah banyak mulai dari outflow di pasar saham, pembayaran dividen, kenaikan impor, serta repositioning fund manager ke kawasan lain.

"Memang terlihat mulai ada tekanan sejak MInggu lalu saat data non-farm payrolls keluar. Ternyata (data) lebih tinggi sehingga ada kenaikan indeks dolar," tutur David, dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Jumat (14/6/2024).

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan non-farmpayrolls(NFP) yang diumumkan pada 7 Juni 2024 meningkat hingga 272.000 pada Mei 2024 angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 185.000.

Indeks dolar (DXY) meningkat dari level 104 pada awal Juni ke level 105 dalam dua hari terakhir. Kenaikan indeks menunjukkan gencarnya investor membeli dolar AS.

David menambahkan, tekanan rupiah juga datang dari pasar saham Indonesia yang terus mencatat net sell. Asing keluar dari pasar saham Indonesia karena aksi profit taking serta kebijakan fund manager untuk melakukan repositioning portofolio ke kawasan lain yang lebih menarik seperti China dan India. Rupiah juga melemah karena ada pembayaran dividen serta impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Fund manager banyak repositioning tapi ini teknikal dan temporer. Mereka ke kawasan yang menarik seperti China dan India. Impor BBM juga sebenarnya berkurang tetapi di Juli mungkin ada kenaikan," imbuh David.



Data Bank Indonesia berdasarkan data settlement dari awal tahun sampai dengan 6 Juni 2024 tercatat beli neto sebesar 52,94 triliun. Investor asing tercatat jual neto Rp36,02 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp8,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp101,34 triliun di Sekuritas Rupiah BI (SRBI).

Data BI menunjukkan di pasar saham sudah terjadi net sell selama sembilan pekan beruntun hingga pekan lalu dengan nilai Rp 26,35 triliun.

Kebijakan Prabowo Ikut Bebani Rupiah

Fithra Faisal Hastiadi, Economic Adviser PT Samuel Sekuritas Indonesia, menjelaskan rupiah sebenarnya mendapat sokongan positif dari data inflasi AS dan keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

"Inflasi AS masih stubborn tap sudah di bawah konsensus. Sentimen positifnya lebih karena hasil FOMC ada cut rate," tutur Fithra, kepada CNBC Indonesia.

Dari sisi eksternal, faktor terkuat adalah perkembangan ekonomi AS. Sementara itu, faktor dalam negeri adalah derasnya outflow di pasar saham, rencana kebijakan excessive atau agresif pemerintahan baru, hingga pemangkasan rating dari lembaga keuangan AS Morgan Stanley.

The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia (13/6/2024) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% ketujuh kalinya secara beruntun. Suku bunga di level 5,25-5,50% sudah bertahan dalam setahun terakhir.

The Fed juga mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga sekali pada tahun ini dengan besaran 25 bps.

Pada Rabu malam (12/6/2024), AS mengumumkan inflasi melandai ke 3,3% (year on year/yoy) pada Mei 2024, dari 3,4% (yoy) pada April. Inflasi melaju ke level terendah tiga bulan dan di bawah proyeksi pasar sebesar 3,4% (yoy).

Fithra menjelaskan rencana kebijakan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang sangat ekspansif dan kebijakan fiskalnya yang berlebihan atau excessive ikut melemahkan rupiah.

"Fiskal kita cenderung excessive. Rencana fiskal Pak Prabowo sangat ekspansif," ujarnya.

Dia menambahkan rencana kebijakan fiskal yang ekspansif tercermin dari rancangan melebarnya defisit anggaran serta rasio utang ke depan.

Sebagai catatan, dalam rancangan awal APBN 2025, atau APBN saat mulai beroperasinya pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, defisit dipatok antara 2,45-2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang atau debt to GDP ratio dirancang pada kisaran 37,98% hingga 38,71%.

"Nanti lima tahun ke depan akan melebar debt to GDP ratio. Artinya dalam lima tahun ke depan bakal bisa menjadi 47% mendekati 50%," imbuhnya.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003Tentang Keuangan Negaramenyebutkan rasio utang terhadap PDB dipatok maksimal 60% dan defisit APBN dibatasi 3% dari PDB.

Senada, ekonom dari Universitas Diponegoro (Undip) Wahyu Widodo. "Untuk defisit anggaran lebih pada faktor psikologis dan kepercayaan pasar menurut saya," ungkapnya kepada CNBC Indonesia.

Program Presiden Terpilih Prabowo Subianto dianggap ekspansif dan mampu untuk menekan APBN. Sementara program untuk peningkatan penerimaan negara belum terlihat jelas.

"Secara teoritis, defisit APBN masih aman karenamasih di bawah 3%, tetapi jika dilihat dari defisit tahun sebelumnya yang sudah rendah, kenaikan target defisit 2025 menimbulkan banyak spekulasi pasar terutama terkait dengan APBN transisi yang untuk pemerintah baru," paparnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation