
Adu Kuat BI vs The Fed, Nasib Rupiah dan IHSG Dipertaruhkan

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen baik yang datang dari dalam negeri atau luar negeri.
Banyaknya sentimen positif pada hari ini diharapkan mampu membantu rally IHSG serta mengembalikan rupiah dan SBN ke jalur hijau.
Sentimen dalam negeri akan datang dari pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang solid, serta laporan kinerja emiten perbankan.
Dari luar negeri, sentimen datang dari ekspektasi kebijakan The Fed serta stimulus ekonomi China.
BI hari ini akan mengumumkan kebijakan suku bunga untuk Juli. Kubu MH Thamrin diproyeksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%. Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari 2023. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Suku bunga kemudian dipertahankan pada level tersebut dalam lima pertemuan terakhir. BI diproyeksi menahan suku bunga di level 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Nilai tukar kini menjadi fokus BI saat ini setelah inflasi tidak lagi menjadi kekhawatiran terbesar karena melandai jauh lebih cepat dibandingkan ekspektasi.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022 menjadi 3,52% (yoy) pada Juni 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,58% (yoy) pada Juni 2023.
Kendati inflasi melandai, BI diproyeksi belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Pasalnya, masih ada kekhawatiran pasar mengenai kebijakan suku bunga The Fed. Selama The Fed belum memastikan akan melonggarkan kebijakan moneternya, BI diproyeksi sulit memangkas suku bunga.
Kebijakan The Fed akan mempengaruhi pergerakan dolar AS dan sentimen apsar global yang berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Mata uang Garuda melemah 0,2% sepanjang bulan ini dan bergerak sangat volatile sepekan terakhir. Nilai tukar rupiah juga masih sangat fluktuatif dengan bergerak di atas atau di bawah level psikologis Rp 15.000/US$1.
Analis memperkirakan BI paling cepat memangkas suku bunga pada akhir tahun ini.
"BI Rate akan tetap meskipun inflasi terus menurun. Kalau BI menurunkan bunga sekarang berpeluang membuat volatilitas rupiah akan semakin meningkat, terutama karena the Fed msh akan menaikkan bunga acuannya," tutur ekonom BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, kepada CNBC Indonesia.
Jika BI akhirnya memutuskan menahan suku bunga maka hal itu diharapkan bisa menopang pertumbuhan ekonomi.
Dengan tidak ada kenaikan maka bunga pinjaman diharapkan tidak ikut naik sehingga permintaan kredit akan meningkat pula. Kondisi itu bisa mendukung permintaan sekaligus investasi dalam negeri sehingga ekonomi akan semakin tumbuh cepat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia masih akan memiliki prospek cerah pada kuartal II-2023 dengan tumbuh di atas 5% (yoy). Artinya, ekonomi domestik akan tumbuh di kisaran 5% selama tujuh kuartal beruntun.
"Jadi kalau tujuh kuartal itu bisa di atas 5%, itu kita melakukan sesuatu dengan benar," kata Sri Mulyani dalam Dinner & Sharing with Sri Mulyani, Jumat (21/7/2023).
Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Agustus mendatang.
Sentimen positif dari dalam negeri juga akan datang dari paparan kinerja emiten. PT Bank Negara Indonesia (BBNI) akan mengumumkan kinerja keuangan kuartal II-2023 dan semester I-2023.
Kinerja keuangan BBNI diperkirakan akan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional.
PT Bank Central Asia (BBCA), kemarin, mengumumkan laba mereka melonjak 34% (yoy) menjadi Rp 24,2 triliun pada semester I-2023.
