
Demi Jaga Rupiah, Suku Bunga BI Tidak Akan Kemana-Mana

- BI diperkirakan akan menahan suku bunga acuan pada bulan ini
- Inflasi yang melandai memberi ruang BI untuk menahan suku bunga bulan ini
- BI diproyeksi masih akan berfokus pada menjaga stabilitas nilai tukar
Jakarta, CNBC Indonesia -Bank Indonesia (BI) diproyeksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Senin dan Selasa pekan ini (24-25 Juli 2023).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Suku bunga kemudian dipertahankan pada level tersebut dalam lima pertemuan terakhir.
BI diproyeksi akan mempertahankan suku bunga di level 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Nilai tukar kini menjadi fokus BI saat ini setelah inflasi tidak lagi menjadi kekhawatiran besar karena melandai jauh lebih cepat dibandingkan ekspektasi.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022 menjadi 3,52% (yoy) pada Juni 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,58% (yoy) pada Juni 2023.
Padahal, BI sebelumnya memproyeksi inflasi baru akan bergerak di angka 3% pada September 2023.
Kendati inflasi melandai, BI dproyeksi belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Pasalnya, nilai tukar masih rawan tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS).
Pergerakan rupiah sepanjang bulan ini masih sangat fluktuatif karena ekspektasi pelaku pasar mengenai kebijakan di AS serta perkembangan ekonomi di China yang melambat.
Rupiah mampu terbang 1,16% pada dua pekan lalu tetapi kemudian jeblok 0,43% pada pekan lalu. Nilai tukar rupiah juga masih sangat fluktuatif dengan bergerak di atas atau di bawah level psikologis Rp 15.000/US$1.
Pergerakan rupiah yang sangat labil terutama disebabkan ekspektasi kebijakan suku bunga di AS.
Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mengumumkan kebijakan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Artinya, BI mesti berhitung dengan cermat dan tidak boleh salah langkah karena keputusan BI diambil hanya sehari sebelum rapat The Fed.
"BI Rate akan tetap meskipun inflasi terus menurun. Kalau BI menurunkan bunga sekarang berpeluang membuat volatilitas rupiah akan semakin meningkat, terutama karena the Fed msh akan menaikkan bunga acuannya," tutur ekonomi BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, kepada CNBC Indonesia.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan BI baru akan memangkas suku bunga paling cepat menjelang akhir tahun.
Namun, pelonggaran suku bunga BI juga masih akan tergantung pada dua hal yakni saat inflasi mendekat 3% dan The Fed tidak akan lagi mengerek suku bunga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)