- IHSG ditutup menguat sementara rupiah bergerak stagnan dan pasar SBN masih lesu
- Wall Street kembali berpesat pora dan Indeks Dow Jones mencetak sejarah
- Sentimen perdagangan hari ini akan datang dari keputusan RDG BI serta rapat The Fed
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja beragam pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berlari kencang, tetapi rupiah stagnan dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) bergerak di zona merah.
Pasar keuangan diharapkan kembali menghijau di tengah banyaknya sentimen positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan pekan ini dan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
IHSG ditutup di posisi 6.899,40 pada perdagangan kemarin, Senin (24/7/2023) atau menguat 0,27%. Penguatan ini memperpanjang tren positif IHSG menjadi tiga hari beruntun dengan penguatan mencapai 1,01%.
Sebanyak 306 saham menguat, 222 saham melemah, dan 216 bergerak stagnan. Total saham yang berpindahtangan mencapai 22,9 miliar dengan nilai transaksi mencapai Rp 9,7 triliun pada perdagangan kemarin.
Investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 91,74 miliar di semua pasar.
Sektor energi dan real estate menjadi penopang IHSG pada hari ini, masing-masing sebesar 1,27% dan 0,57%. Sektor yang berada di zona merah hanya konsumer siklikal yang melemah 0,12%.
Saham dengan kenaikan terbesar adalah PT Sumber Inti Andalan Prima Tbk (INET) yang terbang 34,65% PT Makmur Berkah Amanda Tbk (AMAN) yang melesat 31,47%, dan PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS) yang melonjak 22,50%.
Divkelas LQ45, saham yang menjadi top gainers adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang menguat 4,71%, saham PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) yang naik 4,69%, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang terapresiasi 4,58%.
IHSG menguat ditopang oleh sejumlah faktor mulai ekspektasi melunaknya kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), menghijaunya Wall Street, rencana stimulus China, serta data investasi pada kuartal II-2023 yang masih kencang yang tercatat Rp 186,3 triliun.
Pasar juga berekspektasi jika Bank Indonesia (BI) akan menahan suku bunga acuan.
Sementara itu, bursa Asia bergerak beragam pada perdagangan kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 2,13, Shanghai Composite China turun tipis 0,11%, dan ASX 200 Australia terkoreksi 0,1%.
Sebaliknya, Straits Times Singapura menguat 0,51%, indeks Nikkei 225 Jepang melesat 1,23%, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,72%.
Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah bergerak stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Rupiah tidak bergerak karena pelaku pasar memilih wait and see menjelang pengumuman kebijakan The Fed. Bank sentral AS tersebut akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Merujuk Refinitiv, rupiah berakhir di posisi Rp 15.020/US$1.Posisi tersebut sama dengan penutupan pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (21/7/2023). Rupiah hari ini disebabkan sikapwait and seedari para pelaku pasar.
Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik k 6,246% atau level tertingginya dalam sembilan hari perdagangan terakhir.
Yield yang naik menandai harga SBN yang semakin murah karena investor melepas SBN, terutama investor asing.
Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street masih melanjutkan pesta pada perdagangan Senin (24/7/2023). Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) bahkan mencetak rekor.
Indeks Dow Jones ditutup menguat 183,55 poin atau 0,52% ke 35.411,24. Indeks Nasdaq terapresiasi 26,06 poin atau 0,19% ke 14.058,87 dan indeks S&P 500 menanjak 18,3 poin atau 0,4% ke posisi 4.554,64.
Bagi Dow Jones, penguatan kemarin memperpanjang rally panjang mereka menjadi 11 hari. Penguatan sepanjang itu menjadi rekor terbaiknya sejak Februari 2017 atau enam tahun terakhir.
Merujuk CNBC International, hanya enam kali indeks Dow Jones mampu menguat selama 11 hari beruntun dalam 78 tahun terakhir. Rally panjang selama 11 hari juga biasanya hanya terjadi sekali dalam 10 tahun.
Sementara itu, saham energi memimpin penguatan indeks S&P dengan menanjak 1,7% setelah harga minyak ke level tertingginya selama tiga bulan.
Harga minyak mentah brent melonjak 2,23% kemarin menjadi US$ 82,88/barel. Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak April 2023.
Penguatan saham emiten minyak juga disebabkan oleh proyeksi membaiknya kinerja laporan keuangan mereka.
Analis dari Neuberger Berman, Steve Eisman, menjelaskan bursa saham AS terus menguat karena ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter di AS serta menjauhnya tanda-tanda resesi.
Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari ini dan besok untuk menentukan kebijakan suku bunga.
Pelaku pasar memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga pada bulan ini. Namun, kenaikan bulan ini diproyeksi akan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
"Sejauh ini tidak ada bukti jika AS akan terkena resesi. Sejauh tidak ada sinyal resesi maka market akan terus memanas karena orang-orang ingin mengejar keuntungan," tutur Eisman, dikutip dari CNBC International.
Selain The Fed, pelaku pasar menunggu laporan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan besar di sektor teknologi. Di antaranya adalah Alphabet, Microsoft, dan Meta yang akan mengumumkan kinerja keuangan pekan ini.
Sebanyak 40% emiten yang tercatat di indeks Dow Jones dan 30% indeks S&P akan menyampaikan kinerja keuangan pada pekan ini.
Saham teknologi tengah menjadi primadona bahkan mampu menggerakkan sektor lain. Indeks Nasdaq yang menjadi naungan perusahaan teknologi sudah melesat 41% tahun ini. Indeks melesat karena optimism pasar terkait pengembangan artificial intelligence (AI) serta pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
"Apa yang sedang terjadi saat ini adalah pelaku pasar memperluas nafas market. Pelaku pasar memulai ini dengan mengambil untung dari saham teknologi dan menginvestasikannya ke sektor lain yang memiliki keuntungan lebih baik," tutur analis dari Schwab Center, Randy Frederick, dikutip dari Reuters.
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen baik yang datang dari dalam negeri atau luar negeri.
Banyaknya sentimen positif pada hari ini diharapkan mampu membantu rally IHSG serta mengembalikan rupiah dan SBN ke jalur hijau.
Sentimen dalam negeri akan datang dari pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang solid, serta laporan kinerja emiten perbankan.
Dari luar negeri, sentimen datang dari ekspektasi kebijakan The Fed serta stimulus ekonomi China.
BI hari ini akan mengumumkan kebijakan suku bunga untuk Juli. Kubu MH Thamrin diproyeksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%. Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari 2023. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Suku bunga kemudian dipertahankan pada level tersebut dalam lima pertemuan terakhir. BI diproyeksi menahan suku bunga di level 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Nilai tukar kini menjadi fokus BI saat ini setelah inflasi tidak lagi menjadi kekhawatiran terbesar karena melandai jauh lebih cepat dibandingkan ekspektasi.
Inflasi Indonesia melandai dengan cepat dari 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022 menjadi 3,52% (yoy) pada Juni 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,58% (yoy) pada Juni 2023.
Kendati inflasi melandai, BI diproyeksi belum akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Pasalnya, masih ada kekhawatiran pasar mengenai kebijakan suku bunga The Fed. Selama The Fed belum memastikan akan melonggarkan kebijakan moneternya, BI diproyeksi sulit memangkas suku bunga.
Kebijakan The Fed akan mempengaruhi pergerakan dolar AS dan sentimen apsar global yang berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Mata uang Garuda melemah 0,2% sepanjang bulan ini dan bergerak sangat volatile sepekan terakhir. Nilai tukar rupiah juga masih sangat fluktuatif dengan bergerak di atas atau di bawah level psikologis Rp 15.000/US$1.
Analis memperkirakan BI paling cepat memangkas suku bunga pada akhir tahun ini.
"BI Rate akan tetap meskipun inflasi terus menurun. Kalau BI menurunkan bunga sekarang berpeluang membuat volatilitas rupiah akan semakin meningkat, terutama karena the Fed msh akan menaikkan bunga acuannya," tutur ekonom BNI Sekuritas, Damhuri Nasution, kepada CNBC Indonesia.
Jika BI akhirnya memutuskan menahan suku bunga maka hal itu diharapkan bisa menopang pertumbuhan ekonomi.
Dengan tidak ada kenaikan maka bunga pinjaman diharapkan tidak ikut naik sehingga permintaan kredit akan meningkat pula. Kondisi itu bisa mendukung permintaan sekaligus investasi dalam negeri sehingga ekonomi akan semakin tumbuh cepat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia masih akan memiliki prospek cerah pada kuartal II-2023 dengan tumbuh di atas 5% (yoy). Artinya, ekonomi domestik akan tumbuh di kisaran 5% selama tujuh kuartal beruntun.
"Jadi kalau tujuh kuartal itu bisa di atas 5%, itu kita melakukan sesuatu dengan benar," kata Sri Mulyani dalam Dinner & Sharing with Sri Mulyani, Jumat (21/7/2023).
Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Agustus mendatang.
Sentimen positif dari dalam negeri juga akan datang dari paparan kinerja emiten. PT Bank Negara Indonesia (BBNI) akan mengumumkan kinerja keuangan kuartal II-2023 dan semester I-2023.
Kinerja keuangan BBNI diperkirakan akan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional.
PT Bank Central Asia (BBCA), kemarin, mengumumkan laba mereka melonjak 34% (yoy) menjadi Rp 24,2 triliun pada semester I-2023.
The Fed juga akan menggelar rapat FOMC mulai hari ini dan akan berakhir besok. The Fed akan mengumumkan hasil rapat pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 99,8% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada bulan ini.
Artinya, pasar sudah hampir yakin jika The Fed akan menaikkan suku bunga. Namun, yang paling ditunggu pasar bukanlah kenaikan suku bunga melainkan seperti apa kebijakan The Fed setelah Juli.
Pasar menunggu sinyal dari The Fed mengenai kapan pelonggaran kebijakan akan dilakukan.
Pelaku pasar berekspektasi jika kenaikan suku bunga pada Juli akan menjadi yang terakhir pada tahun ini. Jika nantinya Chairman The Fed Jerome Powell masih memberikan sinyal hawkish maka pasar keuangan AS dan global bisa longsor.
Sebaliknya, jika The Fed sudah memberi sinyal jelas kebijakan dovish maka pasar diharapkan bisa menguat tajam.
Sebagai catatan, The Fed mengerek suku bunga acuan sebesar 500 bps menjadi 5,0-5,25% sejak Maret 2022 setelah inflasi AS merangkak naik bahkan melonjak menjadi 9,1% (yoy) pada Juni tahun lalu.
Inflasi AS sudah melandai menjadi 3% (yoy) pada Juni tahun ini. Inflasi mendekati level target The Fed yang berada di kisaran 2%.
Pelonggaran The Fed sangat dinanti pasar AS dan global mengingat hal itu akan berdampak positif ke banyak sektor.
Jika kebijakan The Fed melunak maka ongkos pinjaman diharapkan akan melandai pula. Kondisi ini akan mendorong perusahaan ekspansi serta bisa mengerek konsumsi dan ekonomi AS.
Negara Paman Sam merupakan motor penggerak utama ekonomi dunia sehingga membaiknya ekonomi mereka juga akan berdampak besar kepada ekonomi global, terutama lewat perdagangan.
Kebijakan The Fed yang dovish juga akan membantu emerging market seperti Indonesia untuk mendapatkan aliran modal asing lebih besar. Dengan demikian, mata uang emerging market bisa menguat.
Selain keputusan The Fed, dunia juga menunggu kebijakan stimulus ekonomi China. Tiongkok tengah disorot dunia karena aktivitas ekonominya yang melambat. Padahal, China adalah negara dengan size ekonomi terbesar di dunia setelah AS. Tiongkok juga menjadi konsumen terbesar untuk beberapa komoditas seperti batu bara dan emas sehingga perkembangan di China sangat mempengaruhi harga.
Stimulus tersebut akan fokus kepada upaya untuk meningkatkan konsumsi masyarakat serta menggerakkan industri serta sektor properti.
Stimulus diperkirakan akan mencakup investasi bisnis, sektor properti dan konstruksi, serta mengendurkan beberapa aturan di bidang teknologi dan pinjaman luar negeri.
Agenda ekonomi:
* Korea Selatan akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 (06:00 WIB)
* CNBC Indonesia menghadirkan Nickel Conference 2023 (08:00-)
Hadir sebagai pembicara utama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan.
Hadir pula Direktur Merdeka Battery Materials dan Merdeka Copper Gold, Presiden Direktur PT Trimegah Bangun Persada, dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia.
* Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur untuk Juli (14:00 WIB)
* Pemerintah akan melaksanakan lelang Surat Utang Negara
* AS akan mengumumkan Indeks Harga Rumah untuk Mei (20:00 WIB)
* The Fed akan menggelar rapat FOMC selama dua hari mulai hari ini
Agenda perusahaan:
* Seremoni Pencatatan Perdana Saham PT Mandiri Herindo Adiperkasa Tbk (MAHA) sebagai Perusahaan Tercatat ke-51 (09:00 WIb)
* Bank Jatim akan mengumumkan kinerja keuangan semester I-2023 (13:30 WIB)
* PT Bank Negara Indonesia akan mengumumkan kinerja keuangan semester I-2023 (16:30 WIb)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Ciputra Development Tbk (CTRA)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Indo-Rama Synthetics Tbk (INDR)
* Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)
berikut indikator ekonomi terbaru:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]