12 Emiten Batu Bara RI Bakal Ketiban 'Durian Runtuh'
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle berada di posisi US$141,80/ton pada Jumat (7/7/2023) atau ambles 5,28% dalam sepekan lalu. Dalam sebulan si batu hitam terkoreksi 0,04% dan sejak awal tahun (ytd) terjun bebas hingga minus 63,60%.
Ambruknya harga batu bara dipicu oleh melemahnya harga komoditas energi lainnya, melandainya permintaan, serta kemungkinan masih tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS).
Lemahnya aktivitas manufaktur dan ekonomi China menjadi penyebab utama.China merupakan konsumen terbesar komoditas di dunia, termasuk batu bara.
Indeks Caixin/S&P Global manufacturing purchasing managers menunjukkan aktivitas manufaktur China melandai ke 50,5 pada Juni 2023 dari 50,9 pada Mei tahun ini.
Namun dari negara asia pasifik lainnya, permintaan batu bara justru diprediksi meningkat akibat gelombang panas yang melanda beberapa negara asia pasifik sejak april 2023.
Sejak April 2023, gelombang panas yang memecahkan rekor telah melanda banyak negara Asia, termasuk India, Bangladesh, Tiongkok, Thailand, dan Vietnam. Beberapa rekor suhu regional telah ditetapkan.
Sebuah studi Mei oleh Atribusi Cuaca Dunia menemukan bahwa gelombang panas disebabkan setidaknya 30 kali lebih mungkin oleh perubahan iklim di India dan Bangladesh.
Musim panas di India berlangsung dari April hingga Juni. Namun temperatur rata-rata tercatat semakin tinggi dalam beberapa dekade terakhir. Faktanya, seluruh Asia Selatan dianggap sangat rentan terhadap dampak krisis iklim.
April silam di India, setidaknya 13 orang meninggal dunia, sementara 12 orang harus dirawat di rumah sakit lantaran terpapar suhu ekstrem. Sebuah riset oleh sekelompok pakar meteorologi bahkan mencatat gelombang panas menyebabkan lebih dari 17.000 korban jiwa selama 50 tahun terakhir.
Ekstremnya gelombang panas yang membuat permintaan batu bara terhadap pembangkit tenaga listrik di India meningkat.
Gelombang panas juga membuat Bangladesh menutup aktivitas sekolah dasar dan memicu seringnya terjadi pemadaman listrik. Keadaan ini memperburuk kondisi penduduk yang tidak dapat menyalakan kipas angin untuk mendinginkan diri karena petugas cuaca memperingatkan bantuan tidak akan segera terjadi.
Bangladesh menghadapi pemadaman listrik, hal ini disebabkan karena kekurangan bahan bakar memicu penghentian beberapa unit pembangkit listrik, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara terbesarnya.
Pemerintah Bangladesh telah memutuskan untuk menghentikan pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara mulai Selasa (6/6/2023) karena terbatasnya bahan bakar selama beberapa hari ke depan sehingga semakin memperburuk keadaan.
Hal ini lah yang memicu Bangladesh untuk menigkatkan impor batu bara sejak gelombang panas mengintai.
Permintaan batu bara juga diprediksi meningkat dari Vietnam. Gelombang panas yang menerjang membuat Vietnam cukup khawatir dengan lonjakan permintaan pasokan listrik.
Otoritas cuaca Vietnam mengumumkan gelombang panas berlangsung hingga Juni. Suhu berkisar antara 26 derajat Celcius hingga 38 derajat Celcius.
Vietnam kini mengalami krisis listrik. Musim panas dan kekeringan ekstrem membebani pasokan energi wilayah utara negara itu saat ini. Sehingga peningkatan impor batu bara Vietnam akan terjadi efek dari krisis listrik tersebut.
Kamboja juga telah terkena dampak kekurangan air karena permintaan air yang tinggi di Thailand. Kementerian Sumber Daya Air dan Meteorologi Kamboja memperkirakan bahwa cuaca panas akan berlanjut hingga pertengahan Mei, dengan curah hujan lebih sedikit dibandingkan tahun 2022. Dikatakan juga bahwa pola cuaca dipengaruhi oleh El Nino, dan panas yang dihasilkan akan berlangsung hingga Agustus. Pada bulan Mei, suhu 41,6 °C (106,9 °F) tercatat di Kratié dan distrik Ponhea Kraek, menetapkan rekor Mei nasional yang baru.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara RI pada Januari-April 2023 meningkat 12,03% menjadi 152,97 juta ton dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 136,54 juta ton.
Peningkatan hingga April 2023 ini ditopang dari beberapa negara yang dilanda gelombang panas yakni India dengan naik 67,29%, Bangladesh 25,17% dan Tiongkok 0,09%.
Dari nilai Free On Board (FOB) batu bara menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami penurunan pada periode Januari hingga Mei 2023 menjadi US$ 16,44 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 16,54 miliar.
Beberapa emiten di sektor batu bara yang akan di untungkan dari peningkatan eskpor ke beberapa negara asia pasifik yang dilanda gelombang panas.
Hal ini berpotensi dapat meningkatkan penjualan pada hasil kuartal II 2023 untuk beberapa emiten di sektor batu bara yang melakukan penjualan ekspor ke wilayah asia pasifik yang dilanda gelombang panas karena meningkatnya permintaan terhadap batu bara.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)