Meski Amman Mineral erat diasosiasikan dengan Grup Medco milik Keluarga Panigoro, nyatanya penerima manfaat terakhir (pengendali) perusahaan adalah Agoes Projosasmito, eks bankir yang dekat dengan banyak pengusaha, termasuk Anthoni Salim.
Amman yang semula dimiliki oleh konglomerat tambang Newmont asal Amerika Serikat, akhirnya diakuisisi oleh konsorsium pengusaha lokal yang diarsiteki oleh Agoes Projo.
Agus merupakan sosok kunci akuisisi Newmont Nusa Tenggara (NNT) dari Newmont Mining Corp. Dan Sumitomo Corporation oleh Medco Energy (MEDC) tahun 2016 silam. Total transaksi pengambilalihan perusahaan yang berganti nama menjadi Amman Minerals tersebut mencapai US$ 2,6 miliar atau setara Rp 34,32 triliun (asumsi kurs Rp 13.200/AS kala itu).
Sebelum mencapai kesepakatan final, salah satu media bisnis internasional terkemuka sempat mengabarkan bahwa Agus merupakan yang paling awal mencari dana dan bergerilya mencari investor strategis untuk akuisisi Newmont lewat konsorsium lokal.
Konsorsium itu disebut berisikan beberapa pengusaha terkenal termasuk keluarga Kiki Barki yang merupakan pengendali emiten tambang batu bara Harum Energy (HRUM) dan pendiri Medco, Arifin Panigoro. Meski akhirnya kesepakatan diperoleh dengan nama terakhir.
Agus Projo dan Salim
Agus Projo disebut dekat dengan Salim, khusus setelah pensiun dari karier di industri keuangan dan fokus ke sektor padar modal, bisnis pertambangan. Eks petinggi DBS Securities Indonesia dan Danareksa ini disebut menjalankan beberapa proyek bisnis dengan Anthoni Salim di bawah bendera Ithaca Resources yang bergerak di bidang pertambangan batu bara.
Kemesraan ini makin berlanjut dengan suksesnya Agus Projo mengeksekusi masuknya Grup Salim di mahkota bisnis Keluarga Bakrie, tambang batu bara Bumi Resources (BUMI) serta anak usahanya di sektor tambang emas Bumi Resources Minerals (BRMS).
Pasca IPO, kepemilikan saham tidak langsung Agus di AMMN mencapai 9,35% lewat perusahaan AP Investment. Kepemilikan tersebut merupakan yang kedua terbesar di belakang Husein Susilo Tjioe yang merupakan sosok yang terafiliasi dengan Grup Salim.
Grup Salim sendiri menjadi penguasa di Amman, dengan PT Sumber Gemilang Persada (SGP) milik Grup Salim menjadi pemegang saham terbesar di AMMN. Kemudian Grup Salim juga memiliki porsi lewat kepemilikan Medco di AMMN. Diamond Bridge Pte. Ltd. diketahui terafiliasi dengan Grup Salim dan merupakan pemegang saham Medco.
Selanjutnya tentakel Grup Salim juga mengikat AMMN lewat PT Pesona Sukses Cemerlang (PSC) yang dimiliki oleh bos pengelola KFC di Indonesia, Fast Food Indonesia (FAST) dan Edie Herjadi yang namanya muncul di perusahaan milik Grup Salim. Sebagai informasi FAST juga ikut dimiliki Grup Salim, dengan Anthoni menjadi sebagai komisaris utama perusahaan.
Pasca IPO, kepemilikan tidak langsung Anthoni Salim di AMMN mencapai 7,14%. Adapun secara keseluruhan untuk Grup Salim lewat sejumlah tentakel bisnis ditaksir mencapai 43,72%, lalu ada kongsi Agus Projo lewat AP Investment sebesar 15,58%, diikuti oleh total kepemilikan tidak langsung keluarga Panigoro sebesar 14,96%.
Selain itu, konsorsium yang digawangi oleh Presiden Direktur AMMN Alexander Ramlie tercatat mencapai 7,17% dan kepemilikan oleh Edwin Setiabudi Rachman dan Suradi lewat Sumber Mineral Citra Nusantara secara total mencapai 3,83%. Terakhir kepemilikan publik, baik itu secara tidak langsung lewat Medco dan langsung di AMMN tercatat sebesar 14,73%.
Dalam debut perdana, Jumat (7/7), , saham AMMN melonjak 3,54% ke Rp1.755 per saham.
Informasi saja, AMMN menerbitkan 63,28 juta lot (8,80%) saham baru yang ditawarkan kepada publik di harga 1.695/saham. Artinya total emisi yang diperoleh dalam penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) kali ini mencapai Rp 10,73 triliun, sebelum dikurangi dengan biaya pencatatan dan lain-lain.
Perolehan tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan akan memiliki kapitalisasi pasar awal Rp 121,89 triliun.
Hal tersebut membuat AMMN menjadi perusahaan tambang emas paling berharga di bursa, dengan valuasi nyaris setara dengan gabungan Merdeka Copper Gold (MDKA) Grup Saratoga dan emiten BUMN Aneka Tambang (ANTM).
Anthoni Salim merupakan putra bungsu dari tiga bersaudara dari anak mendiang Liem Sioe Liong atau Sudono Salim yang merupakan generasi pertama Keluarga Salim.
Dalam meniti kesuksesannya, perjalanan Anthoni Salim tidaklah mudah. Setelah menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu pada 1971 di Ewell County Technical dan meraih gelar Bachelor of Arts, saat kembali ke Indonesia ia membantu ayahnya mengurusi bisnis yang memang sudah beranak-pinak.
Dengan tangan dingin sang Anthoni Salim saat menggantikan ayahnya dan terjadi krisis keuangan 1997-1998, ia melego sejumlah aset milik Grup Salim, termasuk harus rela melepas kepemilikan BCA.
Grup Salim memiliki investasi luas di bidang makanan, ritel, perbankan, telekomunikasi, dan energi. Keluarga Salim juga memiliki saham di perusahaan investasi yang terdaftar di Hong Kong, First Pacific yang memiliki aset sebesar US$ 27 miliar di enam negara.
Anthoni Salim juga masuk bisnis batu bara pada tahun lalu. Dia menjadi pengendali PT Bumi Resources Tbk (BUMI) bersama Grup Bakrie, di mana perusahaan milik Anthoni Salim di Hong Kong menjadi pembeli saham private placement BUMI. Harga pelaksanaan dari aksi korporasi ini senilai US$ 1,6 miliar atau setara Rp 23,83 triliun.
Sebelumnya, Anthoni Salim juga sukses dengan dua emiten barang konsumsi yaitu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Produk kedua perusahaan tersebut akrab dan banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Dia juga merupakan orang di balik nama besar Indomaret. Pasalnya, saat ini keberadaan perusahaan jaringan ritel tersebut sudah terdapat 20.000 gerai dan 31 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan rantai pasoknya yang luas dan besar, bisa dibilang bisnis inilah sebenarnya yang sukses membuatnya kaya raya.
Selain itu, Grup Salim juga berbisnis otomotif beserta pembiayaan kendaraan (Indomobil: IMAS dan IMJS), jalan tol (META), sawit (LSIP, SIMP), roti (ROTI), perbankan (BINA). Secara pribadi, Anthoni Salim juga berinvestasi di emiten data center RI (DCII), media dan teknologi (EMTK), hingga migas (MEDC) dan tambang emas (BRMS).
Teranyar, perusahaan yang dikendalikan oleh Anthoni, First Pacific, berencana akan menambah kepemilikan sebesar 36,6% saham perusahaan infrastruktur asal Filipina, Metro Pacific Investments Corp (MPIC).
Dalam aksi korporasi tersebut, Anthoni Salim akan merogoh kocek sebesar US$Â 992 juta atau setara dengan Rp 14,9 triliun.Â
Nantinya, First Pacific bersama GT Capital Holdings dan Mitsui & Co akan menambah penawaran mereka untuk sisa saham MPIC yang tidak mereka miliki, masing-masing menjadi 5,20 peso dari sebelumnya 4,63 peso.
Selain itu, mereka juga mengusulkan Metro Pacific Investments Corp yang terdaftar di bursa saham Manila untuk menjadi perusahaan tertutup (delisting).
Direktur eksekutif First Pacific, Christopher Young menganggap penawaran baru ini sebagai harga terbaik dan terakhir yang dapat diberikan oleh penawar kepada pemegang saham minoritas MPIC.
"Karena jadwal transaksi, persetujuan, dan persyaratan peraturan dari keseluruhan proses di berbagai yurisdiksi, tidak akan ada kesempatan lebih lanjut untuk menyesuaikan harga," ujarnya mengutip laman Forbes, Kamis (6/7).
Keluarga Salim memiliki kepemilikan saham di First Pacific. Perusahaan tersebut menaungi beberapa lini usaha termasuk PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Sementara MPIC merupakan pemegang saham terbesar di Manila Electric Co., utilitas listrik terbesar di negara itu, dan memiliki beberapa lini bisnis berupa rumah sakit, jalan tol, utilitas air, dan kereta api komuter.
Â
CNBC INDONESIA RESEARCH
Â
[email protected]